Antara Tantangan dan Realita, Pendampingan Belajar Jarak Jauh Di Era Pandemi

Oleh: Atin Kurniawati, M.A
(CPNS Dosen Sastra Inggris Fakultas Adab dan Bahasa)

Masa pandemi telah melahirkan tantangan bagi banyak pihak, tak terkecuali para ibu. Saat sekolah-sekolah dilarang mengadakan tatap muka, tugas pendampingan belajar anak-anak di rumah otomatis menjadi tanggung jawab orang tua, khususnya ibu. Peran ibu sebagai madrasatul ula tetap melekat baik bagi ibu rumah tangga maupun ibu bekerja. Tantangan ini menjadi lebih nyata bagi para ibu yang memiliki anak usia sekolah dasar atau anak usia dini yang masih memerlukan pendampingan dalam belajarnya. Bagi ibu rumah tangga barangkali hal ini terlihat lebih mudah karena mereka mempunyai lebih banyak waktu luang untuk membersamai kegiatan belajar anak-anaknya di rumah. Namun, kenyataannya tidak selalu demikian. Ritme aktivitas ibu rumah tangga harus diubah sedemikian rupa sehingga mereka bisa mengatur kegiatan rumah tangga sekaligus mengontrol kegiatan belajar anaknya. Secara tidak langsung, perubahan ini mengurangi waktu istirahat sekaligus menambah tugasnya untuk membantu anak belajar di rumah.

Kebersamaan dengan anak sepanjang hari ini ternyata tidak selalu berbuah manis. Pada masa pembelajaran jarak jauh, kasus kekerasan orang tua terhadap anak justru meningkat (Koran Sindo, 28 Oktober 2020). Sementara itu, Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menemukan kekerasan terhadap anak mencapai 5.697 kasus dengan 5.315 korban sepanjang 1 Januari 2020 hingga 23 September 2020 (Republika, 19 Oktober 2020). Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kuranganya pemahaman tentang kebutuhan dan perkembangan anak, rendahnya pendidikan, dan penghasilan rendah.

Tantangan berbeda dihadapi oleh para ibu bekerja. Mereka harus tetap pergi bekerja dan tidak selalu memiliki kesempatan untuk membersamai aktivitas belajar anak-anaknya pada pagi hari. Pengasuhan anak-anak selama di rumah juga tidak bisa dilakukan sendiri sehingga harus melibatkan pihak lain, baik keluarga maupun pengasuh. Di sinilah muncul kemungkinan adanya ketidaksesuaian dalam pola pengasuhan dan pola pendidikan yang dijalankan antara orang tua dengan pihak yang membantu pengasuhan. Hal ini dipengaruhi oleh faktor pendidikan maupun latar belakang budaya dari pihak-pihak yang terlibat. Sebagai contoh, orang tua ingin mendidik anak secara disiplin namun anggota keluarga lainnya cenderung memanjakan dan melakukan pembiaran terhadap tindakan yang tidak disiplin.

Dalam hal pendampingan belajar, ibu bekerja umumnya baru dapat membersamai aktivitas belajar pada sore atau malam hari. Namun, seringkali waktu-waktu tersebut anak tidak terkondisikan dengan baik untuk berkonsentrasi sebagaimana pada pagi hari. Solusi mudahnya adalah dengan mengundang guru privat untuk mendapingi aktivitas belajar pada pagi hari sesuai jadwal sekolah. Akan tetapi, solusi ini tentu memerlukan tambahan biaya yang tidak sedikit dan dapat menimbulkan masalah finansial baru bagi keluarga. Dalam rangka menjaga pola pengasuhan dan pendampingan belajar agar sesuai dengan harapan orang tua, perlu adanya kerjasama yang baik antara berbagai pihak yang terlibat dalam pengasuhan dan juga komunikasi yang baik dengan anak.

Kerjasama dalam pengasuhan       

Ibu bekerja dalam sebagian besar waktu produktifnya pada pagi hari tidak dapat membersamai aktivitas anak-anaknya di rumah, sehingga mereka perlu bekerja sama dengan pihak lain dalam pengasuhan. Kerjasama dalam pengasuhan ini diawali dari kedua orang tua yakni ayah dan ibu. Kedua orang tua harus mempunyai kesamaan persepsi dan kesepakatan tentang pola pegasuhan yang akan diterapkan. Kesepakatan inilah yang nantinya akan dijalankan oleh pihak lain yang membantu pengasuhan. Jadi, meskipun pengasuhan dibantu oleh pihak lain, namun dilakukan berdasarkan arahan yang telah disepakati oleh kedua orang tua. Dengan demikian, pengasuhan anak tidak akan kehilangan arahnya.

Tetapkan jadwal belajar dan alternatifnya

Dalam kaitannya dengan pendampingan aktivitas belajar, dalam hal ini ibu bekerja harus mempunyai cara tersendiri. Meninggalkan anak-anak belajar online tanpa pendampingan bukan merupakan hal yang sepenuhnya bijak. Hal ini karena konten internet sangat beragam, positif maupun negatif. Oleh karenanya pendampingan pembelajaran online bagi anak-anak usia sekolah dasar sangat penting. Ibu bekerja mempunyai beberapa alternatif untuk menyiasati hal ini.

Bila anak sudah dapat diberi bertanggung jawab dalam memakai teknologi, dalam hal ini internet, maka orang tua bisa memberikan jadwal belajar, memberi tahu apa saja yang boleh diakses di internet selepas belajar, juga berapa lama anak-anak boleh memakai gadget dalam aktivitas sehari-hari.

Bila anak masih terlalu kecil dan belum dapat diberi tanggung jawab, maka sebaiknya belajar online tetap dengan pendampingan orang dewasa. Bila tidak memungkinkan, orang tua dapat menemai anak-anaknya belajar online setelah pulang bekerja. Pada pagi harinya, orang tua dapat menyediakan aktivitas belajar sambil bermain. Hal ini bisa dengan dilakukan dengan mengunduh worksheet aktivitas-aktivitas belajar yang banyak tersedia di internet, tentunya dengan memilih yang sesuai dengan usia dan tumbuh kembang anak. Pemberian aktivitas belajar alternatif tentu dibarengi dengan adanya reward maupun feedback positif bagi anak, sehingga mereka merasa termotivasi dan lebih bertanggung jawab.

Selain itu, orang tua juga bisa mengunduh video-video pembelajaran sesuai usia anak dan menyiapkannya di gadget tanpa jaringan internet. Dengan demikian orang tua bisa lebih tenang ketika anak menggunakan gadget, karena orang tua dapat mengontrol dan menetukan konten-konten yang dilihat oleh anak.

Komunikasi dan komitmen

Orang tua perlu selalu berkomunikasi dengan anak terkait hal-hal yang ditetapkan untuk mereka, misalnya terkait jadwal kegiatan mereka, kebijakan orang tua terkait penggunaan gadget, sertat alasan dan tujuannya. Dengan demikian, anak diharapkan bisa memahami kondisi yang ada sehingga lebih termotivasi ketika menjalankan aktivitas belajarnya.

Selanjutnya, komunikasi juga diperlukan untuk mengevaluasi aktivitas belajar yang telah dilakukan oleh anak ketika orang tua pulang bekerja. Orang tua bisa menanyakan bagaimana perasaan anak ketika menjalankan atau mengerjakan aktivitas belajar, kesulitan dan dihadapi oleh anak, dan harapannya mengenai aktivitas belajar pada hari berikutnya.

Aktivitas-aktivitas yang telah disepakati tersebut hendaknya dijalani dengan komitmen yang kuat setiap harinya. Dengan demikian anak-anak akan merasakan keteraturan dan akhirnya menjadi kebiasaan.

Menjadi ibu bekerja di era belajar dari rumah menyebabkan ibu tidak bisa secara real-time mendampingi anak-anaknya belajar di rumah sesuai jadwal sekolahnya. Namun, ada banyak cara untuk menyiasati hal tersebut agar waktu belajar anaknya tetap optimal. Kekompakan kedua orang tua, ayah dan ibu, merupakan langkah awal dalam mengarahkan kegiatan belajar anak. Selain itu, beberapa hal dapat diterapkan, diantaranya dengan membuat jadwal belajar bagi anak dan menyediakan kegiatan alternatif yang lain pada pagi hari. Pada sore harinya ibu atau ayah dapat menemani anak-anak mengikuti materi belajar dari sekolah. Hal ini didukung dengan komunikasi yang baik serta komitmen untuk menjalankan aktivitas belajar yang telah disepakati.

Rujukan:

Koran Sindo. (2020, Oktober 9). Kekerasan Orang Tua kepada Anak pada Masa Pandemi. Dipetik Februari 3, 2020, dari https://nasional.sindonews.com/read/189226/18/kekerasan-orang-tua-kepada-anak-pada-masa-pandemi-1602079802

Maharani, Esthi. (2020. Oktober 19). Kekerasan pada Anak Meningkat Selama Pandemi. Dipetik Februari 3, 2020, dari https://republika.co.id/berita/qifszx335/kekerasan-pada-anak-meningkat-selama-pandemi