Balita Dalam Lingkaran Makanan Gizi Seimbang

Oleh : Triningsih, S.IP
(Pustakawan Muda UIN RM Said Suurakarta)


“Bangunlah jiwanya
Bangunlah badannya
Untuk Indonesia Raya”

Sepenggal lagu ciptaan Wage Rudolf Supratman yang berjudul Indonesia Raya tersebut tentu sudah tidak asing ditelinga kita semua. Lagu ciptaan pria kelahiran Purworejo 19 Maret 1903 tersebut menyerukan untuk membangun jiwa dan badan. Karena pembangunan tersebut dapat menjadi pencapaian Indonesia sebagai salah satu tujuan nasional yaitu memajukan kesejahteraan umum. Dengan kata lain jiwa dan badan masyarakat harus sehat.

Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan prevalensi balita kurus dan prevalensi balita stunting masing-masing sebesar 12,1% dan 37,2%. Hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) tahun 2017 di Indonesia menunjukkan prevalensi stunting pada balita sebesar 27,5%, balita kurus 8,0%, dan balita dengan gizi kurang sebanyak 17,8%. (Direktorat Gizi Masyarakat Kemenkes RI, 2017). Padahal kita tahu bahwa salah satu kebutuhan dasar manusia adalah kesehatan. Terlebih lagi kesehatan bagi anak balita (bawah lima tahun). Kebiasaan makan balita berpengaruh terhadap kesehatannya.

Dimudahkan

Di zaman teknologi komunikasi informasi yang serba canggih seperti sekarang ini, masyarakat ikut dimudahkan dalam semua sendi kehidupan. Termasuk kemudahan dalam mencari makanan untuk anak balita. Keanekaragaman makanan dengan segala kelezatannya mudah sekali dicari. Tinggal pegang handphone dan pencet sana sini, hasilnya makanan sudah siap saji serta diantar ke rumah dalam beberapa menit.

Namun, memberikan makanan untuk anak balita, tidak cukup memilih makanan yang bervariasi. Yang lebih penting dari itu adalah pemilihan makanan dengan gizi seimbang. Karena konsumsi makanan dengan gizi seimbang dan aman dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh serta menurunkan resiko penyakit kronis dan penyakit infeksi.

Prediksi output sumber daya manusia di masa mendatang negeri ini bisa dilihat dari kondisi status anak balita saat ini. Dan pengetahuan yang buruk tentang makanan dengan gizi seimbang pada anak balita akan berpengaruh buruk pada kesehatan. Baik jangka pendek maupun jangka panjang.

Pelletier dan Frongillo (2013) mengatakan, status gizi kurang berdampak pada balita di masa mendatang. Karenanya, gizi buruk harus menjadi masalah dan mendapat perhatian. Karena tidak hanya berdampak seperti kerentanan balita terhadap penyakit infeksi, kemampuan bertahan hidup yang rendah, IQ rendah, kemampuan kognitif rendah, dan kematian. Tetapi juga berdampak pada jangka panjang yaitu memengaruhi kecerdasan calon generasi penerus, serta kualitas dan produktivitas SDM.

Masyarakat dan keluarga harus mengetahui tentang makanan dengan gizi seimbang untuk anak balita. Jangan sampai balita itu mengalami kelebihan gizi. Yakni suatu keadaan tubuh balita akibat mengkonsumsi zat gizi tertentu melebihi kebutuhan tubuh dalam waktu yang relative lama. Ataupun mengalami kekurangan gizi, yang mana suatu keadaan tubuh balita akibat asupan zat gizi sehari-hari yang kurang sehingga tidak terpenuhi oleh tubuh.

Marilah kita perhatikan dan penuhi kebutuhan serta kesejahteraan balita, salah satunya dengan memberi mereka asupan makanan gizi seimbang. Karena ditangan merekalah perjuangan cita-cita Bangsa ini terus berlanjut dan berjalan nantinya. Dan 25 Januari merupakan Hari Gizi dan Makanan Nasional. Sebuah momentum yang mengingatkan kita agar selalu memperhatikan makanan yang harus terpenuhi gizinya. Tujuannya tidak lain adalah kesehatan.

Dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat, men sana in corpora sano. Kesehatan merupakan berkah tersendiri bagi balita. Marilah kita menjaga balita kita dengan selalu memberi makanan dengan gizi seimbang.

Artikel ini telah diterbitkan oleh SKH Kedaulatan Rakyat Yogyakarta. Edisi Rabu Pahing, 26 Januari 2022, hal. 11.