Belajar Toleransi ke Bali

titik

Titik
Mahasiswa Jurusan Bimbingan Konseling Islam (FUD) IAIN Surakarta

Sebuah catatan perjalanan KKL…

Kamis, 28 Juli 2016, rombongan BKI IAIN Surakarta mengadakan perjalanan ke Bali. Setelah sebelumnya diadakan di Bandung dan Jakarta, kali ini KKL diadakan di Bali, di Pulau Dewata. Bukan hanya bagi jurusan, sebagian besar mahasiswa, KKL ke Bali adalah untuk yang perdana kali. Jamak kisah menarik akan menguap apabila tidak ditulis. Ada yang gembira, tetapi tidak yang sedikit yang dirundung duka, bahkan ada yang kerasukan.  Berikut kisahnya.

Keberangkatan dari IAIN Surakarta terlambat 15 menit karena masih menunggu peserta yang belum datang. Akhirnya pukul 10.15 WIB ketiga bus berangkat meninggalkan kampus menuju Bali. Suasana di bus 2 di mana saya berada, cukup ramai. Di speaker bus, dilantunkan lagu-lagu dangdut. Namun ketika Bapak Kajur beserta istri naik ke bus, lagu-lagu yang diperdengarkan diganti dengan lagu-lagu pop mellow.

Hari semakin siang, suasana di bus 2 semakin lengang karena para peserta lebih banyak yang tidur. Bus telah tiba di rumah makan Nirwana di daerah Nganjuk. Kegiatan di Nirwana adalah makan malam dan melaksanakan shalat dengan menjama’ shalat dzuhur dan ashar. Setelah selesai melaksanakan shalat dan makan siang, rombongan kembali melanjutkan perjalanan menuju pelabuhan Ketapang di Banyuwangi. Namun dalam perjalanan, suara terdengar sangat riuh ketika bus mengalami beberapa goncangan yang diakibatkan kondisi jalan yang bergelombang.

Malam mulai menjelang, untuk melaksanakan shalat maghrib dan isya’, bus 2 mampir di pom bensin untuk melakukan shalat. Selesai shalat, perjalanan kembali dilanjutkan. Tiba-tiba suasana di dalam bus menjadi tegang karena ada salah satu peserta yang pinsan. Anak-anak mulai sibuk untuk memberikan pertolongan pertama, ada yang mengoleskan minyak kayu putih, ada yang memijit kaki dan sebagainya. Setelah cukup sadar, ternyata penyebabnya karena sakit fertigonya kambuh. Malam semakin larut, para peserta KKL satu persatu mulai tidur dan membuat suasana di bus makin senyap.

Hal yang saya rasakan, perjalanan ini sungguh melelahkan karena tidak dapat tidur nyenyak di dalam bus. Seluruh badan terasa sakit karena harus duduk berjam jam.

Waktu telah menunjukkan tengah malam. Beberapa peserta mulai terbangun. Terdengar percakapan beberapa peserta hingga bus tiba di pelabuhan Ketapang. Perjalanan dari perbatasan Situbondo-Banyuwangi hingga Pelabuhan Ketapang dihiasi dengan pemandangan pantai di sisi kanan jalan. Tidak lama kemudian, kapal pun mulai meningalkan dermaga. Di dek atas, anak-anak mengabadikan keberadaan mereka di atas kapal dengan berfoto. Mungkin ini adalah hal biasa bagi mereka yang biasa melakukan perjalanan laut.

Setibanya di Pelabuhan Gilimanuk, perjalanan kembali dilanjutkan untuk pergi ke lokasi selanjutnya. Bus 1 dan bus 3 telah meninggalkan pelabuhan. Sedangkan bus 2 masih tetap di pelabuhan karena ada beberapa peserta yang sakit dan perlu perawatan dari tim medis setempat. Adapun beberapa orang yang dirawat adalah salah seorang peserta yang ternyata tengah hamil 2 bulan.

Sepanjang perjalanan dari pelabuhan Gilimanuk, di kanan dan kiri jalan terlihat rumah-rumah yang kebanyakan beraksen Bali dan hampir semuanya terdapat satu pura kecil (biasa disebut dengan Sanggah atau Prade) di depan rumah untuk tempat mereka sembahyang. Satu lagi yang khas adalah adanya bunga kamboja berwarna kuning di samping atau sekitar pura kecil di setiap rumah. Jadi seperti satu kesatuan antara keberadaan pure dan bunga kamboja di setiap rumah warga. Bahkan di area sekolah pun terdapat satu pure kecil yang terdapat di area depan sekolah. Di depan area pasar pun juga terdapat pura kecil. Jadi hampir di semua tempat kecuali rumah, sekolah umat muslim serta masjid, terdapat pura kecil di depannya. Dilihat dari lokasi beberapa masjid yang dekat dengan gereja, dapat diasumsikan bahwa warga Bali saling bertoleransi antara agama Hindu dan Islam.

Karena menikmati pemandangan yang dilewati di sepanjang jalan, tak terasa bus telah sampai di lokasi yaitu rumah makan Madina. Di sini, rombongan melepas lelah dengan menyantap sarapan pagi dan beberapa terlihat sedang antri mandi. Suasana di sini sangat ramai, namun tiba-tiba berubah menjadi panik ketika salah satu peserta berteriak kesakitan sambil memegangi perutnya. Orang-orang yang melihat bertanya-tanya apa yang terjadi. Ada yang mengira mungkin penyakit maagnya kambuh. Setelah dibantu oleh penjaga warung makan setempat, dikatakan bahwa peserta tersebut telah kerasukan. mereka tidak mengucap salam dan minta izin untuk memasuki daerah Bali.

Ke Dinas Sosial

Perjalanan kembali di lanjutkan menuju lokasi KKL yaitu Dinas Sosial di Denpasar. Karena kedatangan rombongan bus 2 yang dapat dikatakan terlambat, akhirnya kami hanya mengikuti sesi dialog yang dilakukan dengan Bp. Suhena selaku narasumber. Dari beberapa pertanyaan yang diajukan oleh peserta dapat diambil intinya bahwa Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Denpasar memberikan bantuan bagi penyandang disabilitas, memberikan pelatihan, penyuluhan dan informasi tentang ketenaga kerjaan melalui BK dan jobfair yang dilakukan di sekolah-sekolah seperti SMA dan SMK yang ada di Denpasar. Selain itu, juga terdapat usaha yang dilakukan untuk mengatasi “gepeng” atau gelandangan dan pengemis dengan mengembalikan atau memulangkan mereka ke daerah asal mereka.

Selanjutnya rombongan melanjutkan perjalanan ke STAI Denpasar. Setibanya di sana, rombongan sudah ditunggu oleh tuan rumah dan disambut dengan hangat. Para peserta mengikuti acara yang telah diatur di sana dengan hikmat. Adapun narasumber utamanya adalah Ibu Qoma Sri Wardani selaku kepala Kemenang Denpasar, serta Bp. Mankusud selaku kepala STAI Denpasar. Berdasarkan penjelasan yang telah diberikan, diketahui bahwa di daerah Denpasar terdapat 38 Madrasah yang 99% adalah swasta.

Sedangkan STAI Denpasar merupakan satu-satunya perguruan tinggi Islam di Denpasar. Sedangkan satu lagi perguruan tinggi Islam juga terdapat di Singaraja. Berdasarkan penjelasan dari Bu Sri, baik di kantor maupun semua isntansi pendidikan, tidak membedakan antara Islam maupun Hindu. Mereka saling bertoleransi karena mereka memiliki prinsip bahwa semua masyarakat di Bali adalah saudara dan harus menjaga kedamaian dan kerukunan antara satu dengan yang lain.

Selanjutnya rombongan berangkat menuju pantai Kuta. Karena lokasi yang tidak dapat dijangkau dengun bus besar, untuk menuju pantai, kami harus menaiki mini bus yang memiliki kapasitas penumpang kurang lebih 16-18 orang. Sepanjang jalan menuju pantai Kuta, terllihat banyak turis yang hilir mudik di sisi kanan dan kiri jalan, terutama ketika melewati Pasar Desa. Bahkan tak jarang mereka melambaikan tangan ke kami yaitu golongan mini bus no 030.

Suasana di pantai Kuta tidak jauh beda dengan pantai-pantai yang lain. di sini banyak turis yang sedang berselancar atau berjalan-jalan menikmati keindahan pantai Kuta bersama keluarga ataupun pasangan. Setelah puas berfoto dan menikmati keindahan sun set di pantai Kuta, Rombongan kembali ke mini bus untuk pergi ke restoran Hawaii. Perjalanan menuju restoran memakan waktu hampir satu jam karena keadaan jalan yang macet. Setelah makan malam, rombongan pulang ke Hotel Adiguna untuk istirahat dan memulihkan energy untuk perjalanan besok.

Hari Berikutnya

Sabtu, 30 Juli 2016, hari ini adalah hari ketiga rombongan KKL IAIN Surakarta ada di Bali. Setelah sarapan pagi, rombongan memulai perjalanan di hari ini dengan pergi ke Kampung Jawa. Kami disambut oleh ketua takmir masjid Baiturrohman yaitu Bp. Junaidi yang merupakan salah satu tetua di Kampung Jawa. Berdasarkan penjelasan beliau, dahulu yang membawa Islam ke Bali adalah orang Madura dan Bugis. namun mayoritas warga di Kampung Jawa ini berasal dari daerah Jawa dan Madura. Menurut beliau, antara orang Hindu dan Islam saling toleransi ketika masing-masing melaksanakan hari raya. Seperti yang dikatakan Bu Sri, bahwa sebagai orang Bali, mereka memiliki prinsip “menyapo braje” yang berarti menjaga kerukunan.

Setelah dari Kampung Jawa, perjalanan dilanjutkan menuju monument Breje Sandhi yang merupakan monument perjuangan rakyat Bali. Berdasarkan namanya Breje Sandhi, Breje yang artinya lonceng dan Sandhi yang berarti kode, monument ini berbentuk seperti lonceng dengan menara di tengahnya yang terlihat seperti gagang lonceng. Untuk menuju puncak menara harus melewati tangga melingkar.

Di bagian atas menara terlihat sebuah lambang raksasa di bagian atap menara. Di bagian tengah tergambar bunga besar seperti teratai yang di sekelilingnya ada beberapa lambang. Ada yang berupa panah, naga yang membentuk angka 8 dan lain sebagainya. Dari puncak menara, kita dapat melihat pemandangan Bali dari atas. Sungguh suatu hal yang menakjubkan. Setelah puas melihat pemandangan Bali dari puncak Breje Sandhi, rombongan kembali melanjutkan perjalanan menuju Pantai Pandawa.

Menurut penuturan Belih Widhi yang menjadi tour guide bus 2, pantai Pandawa termasuk pantai yang baru di buka yaitu tahun 2013. Sebelumnya, karena lokasinya yang berada di balik perbukitan kapur, akses ke sana masih sulit dan harus mendaki bukit terlebih dahulu. Dan kini akses ke sana sudah di buat dengan membelah bukit kabur dengan peralatan tradisional. Alasan pantai ini disebut pantai pandawa adalah karena di dinding sisi kiri jalan terdapat patung dewi Kunti dan Pandawa Lima.

Ketika mendekati pantai, di sisi kanan dan kiri tersaji pemandangan tebing kapur yang tinggi dan terlihat goresan teratur dari atas ke bawah. Di sini, mata kita disuguhkan pesona keindahan pantai berair jernih dengan pasir putihnya. Setelah puas melihat pemandangan dan mengabadikannya dalam foto, rombongan melanjutkan perjalanan ke Krisna yang merupakan salah satu pusat oleh-oleh di Bali. Di Krisna, para peserta sibuk memilih apa-apa yang ingin mereka jadikan oleh-oleh untuk keluarga di rumah. Setelah puas berbelanja, rombongan kembali ke hotel untuk makan malam dan istirahat.

Minggu, 31 Juli 2016, hari ini merupakan hari terakhir rombongan KKL IAIN Surakarta berada di Bali. Agenda untuk hari ini dimulai dengan sarapan pagi yang dilanjutkan dngan perjalanan menuju Joger. Awalnya rencana har0i ini adalah pergi ke pasar seni Sukowati. Namun karena terkendala oleh waktu, maka agenda tersebut di cancel dn langsung ke lokasi berikutnya.

Setibanya di Joger, para 0peserta sibuk memilih kaos yang merupakan cirri khas dari Bali. Setelah puas memilih kaos, sandal maupun aksesoris di Joger, perjalanan dilanjutkan menuju rumh makan Tawang Sari di daerah Bedugul. Selain makan siang, kegiatan di Tawang Sari adalah shalat dzuhur dan ashar, namun hanya sebagian yang dapat melaksanakannya karena lagi-lagi diburu waktu. Setelah itu, rombongan kembali menyusur jalan yang berkelok-kelok dan menanjak untuk mencapai Danau Bedugul yang bisa dibilang berada di atas bukit. Di sepanjang jalan, terlihat hutan dan tebing yang menjulang tinggi. Terlihat pula pemandangan Bali dari atas. Sungguh suatu yang mengagumkan.

Tidak lama kemudian, rombongan telah sampai di Danau Bedugul. Para peserta mulai berjalan menuju danau untuk melihat keindahannya. Udara di sini cukup dingin. Namun keindahan gunung Batu Kempung dan pure di tegah danau mampu membuat yang ada di sana mngabaikan kepenatan atas jalan yang dilalui serta udara dingin di sana. Banyak turis dari berbagai belahan dunia yang menikmati pemandangan Dnau bedugul dengan berfoto.

Hari beranjak sore, setelah puas dengan pemandangan di Bedugul, rombongan kembali ke bus masing-masing untuk menuju pelabuhan Gilimanuk. Sebelum tiba di pelabuhan, rombongan sempat mampir ke rumah makan Kenanga untuk makan malam. Setelah tiba di pelabuhan, rombongan segera menaiki kapal. Suasana di kapal jauh lebih ramai dibandingkan dengan keberangkatan yang dulu. Saat di kapal, banyak peserta yang sakit sehingga perlu dilarikan ke rumah sakit. Jadi peserta lain menunggu di Pelabuhan.

Setelah peserta lengkap, bus kembali malaju menuju Kartosuro. Suasana di bus cukup lengang karena para peserta tidur selama perjalanan panjang tersebut. Jalan yang dilalui bergelombang sehingga guncangan sangat terasa di dalam bus terutama bus 2. Ketika subuh, bus berhenti di pom Pasuruan dan melaksanakan shalat subuh di sana. Selanjutnya, bus kembali melaju dan tiba di rumah makan Krisna di daerah Ngawai untuk sarapan sekaligus makan siang. Setelah mengisi perut, bus kembali melaju dan akhirnya rombongan tiba di kampus tercinta pukul 14.00. itulah serentetan kegiatan dan perjalanan KKL di Bali.

Banyak hal baru dan pengetahuan baru yang ternyata berbeda dengan pandangan kita sebelumnya, bahwa di bali kaum muslim minoritas, namun ternyata baik muslim maupun Hindu di sana seimbang dan saling bertoleransi. Hal yang saya dapat di sana, jangan jadikan perbedaan suatu hal untuk saling menjatuhkan, namun jadikan perbedaan untuk sarana saling belajar dan memahami satu sama lain. meskipun berbeda harus tetap menjaga kerukunan dan kedamaian bersama.