SINAR – Disampaikan Prof. Dr. Irfan Idris, MA selaku Direktur Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam kegiatan yang bertajuk “Dialog Pencegahan Terorisme Bersama Civitas Akademika IAIN Surakarta”. Kegiatan yang dilaksanakan pada Selasa (18/11) ini terselenggara atas kerjasama dari BNPT dan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta. Dalam dialog yang diikuti oleh lebih dari 500 peserta ini terdiri dari seluruh civitas akademika di lingkungan IAIN Surakarta dan beberapa tamu undangan dari pejabat terkait. Selain Irfan Idris, Prof. Dr. KH. Ali Musthafa Ya’qub (Imam Besar Masjid Istiqlal), Ali Fauzi, M.Pd (Tim Ahli BNPT/Mantan Aktivis Kelompok Radikal), Dr. Mudhofir, M. Pd (Wakil Rektor I IAIN Surakarta) dihadirkan sebagai pembicara pada dialog ini.
Rektor IAIN Surakarta, Dr. H Imam Sukardi, M. Ag, menyambut baik atas kerjasama yang dilakukan IAIN Surakarta dan BNPT yang telah terjalin selama ini. Dan dengan diadakannya kegiatan dialog diharapkan pemahaman mengenai terorisme dapat diketahui sejak dini berikut dengan strategi pencegahannya.
Sementara itu Mayjen TNI Abdul Rahman Kadir selaku Sestama BNPT dalam sambutan pembukaan mewakili Kepala BNPT menyampaikan bahwa gerakan radikalisme semakin menemukan bentuk brutalitasnya, manakala penanganannya secara parsial tidak komprehensif dan tidak terkoordinasi antar institusi penegak hukum dan semua elemen bangsa. Munculnya gerakan radikalisme ini lebih disebabkan karena pemahaman agama yang sempit dan parsial serta sebatas kontekstual yang pada akhirnya menimbulkan pertentangan antar pemeluk agama.
Untuk mengatasi masalah radikalisme, Pemerintah melalui BNPT melakukan deradikalisasi dengan melibatkan banyak pihak mulai dari kementerian dan lembaga, Polri, TNI, Perguruan Tinggi, hingga masyarakat sipil seperti ormas dan LSM. Adapun desain deradikalisasi menurut Irfan Idris ada empat komponen yaitu, reedukasi, rehabilitasi, resosialisasi, dan reintegrasi.
Melalui Perguruan Tinggi, BNPT secara continue juga aktif melakukan sosialisasi deradikalisasi. Kampus dipilih sebagai salah satu pusat deradikalisasi karena beberapa pelaku terorisme adalah mahasiswa atau alumni Perguruan Tinggi. Adapun kegiatan tersebut dilakukan dengan bentuk Public Lecture, Workshop, dan sebagainya. Mahasiswa dituntut untuk berfikir kritis dan memperkuat nasionalisme sehingga tidak mudah menerima doktrin yang destruktif, pungkasnya.
Sementara itu, Dr. Mudhofir, M. Ag, dalam presentasi makalahnya yang berjudul “IAIN Surakarta dan Deradikalisasi Terorisme”, mengungkapkan kekerasan adalah akibat dari ekstrimisme yang lahir diantaranya dari pemahaman teks-teks yang keras. Untuk itu diperlukan konsep teologi yang rahmatan lil-‘alamin baik dalam pendidikan formal, informal, dan nonformal. Disinilah, IAIN Surakarta dapat mengambil peran melalui pengajaran, penelitian, dan pengabdian dengan memperkuat teologi rahmatan lil-‘alamin dalam struktur kurikulum serta visi-misinya dalam rangka menangkal adanya kelompok-kelompok radikal yang disinyalir telah merambah ke dunia pendidikan khususnya di perguruan tinggi.
Berbicara masalah pencegahan terorisme, Imam Besar Masjid Istiqlal Prof. Dr. KH. Ali Musthafa Ya’qub menjelaskan bahwa diperlukan sebuah pemahaman mengenai penyebab munculnya terorisme yaitu: adanya ketidakadilan global, terorisme sengaja diciptakan dan dipelihara untuk kepentingan tertentu, dan pemahaman tentang agama yang sempit dan sepotong-potong.
Senada dengan hal tersebut, Ali Fauzi yang pernah terlibat dalam kelompok radikalisme ini mengungkapkan jika radikalisme bukanlah sebuah produk atau keputusan yang single tetapi merupakn hasil dari proses dialektika yang perlahan-lahan mendorong seseorang berkomitmen pada aksi kekerasan (terorisme). Sehingga diperlukan sebuah pendekatan secara friendship dan continue untuk pencegahan, sehingga dapat membawa kembali ke kehidupan normal bagi mereka yang terlibat dalam kelompok radikalisme tersebut. (Mahendra)