Terorisme, Agama, dan Tatanan Dunia Baru

Dhofir edit

Oleh: Mudofir Abdullah

(Rektor IAIN Surakarta)

Zaman baru bagai petir, membuat tumpukan jerami mudah terbakar Alam liar ataupun taman tiada yang aman dari serangannya. Dalam api baru ini, bangsa-bangsa tua bagaikan ikatan ranting di atas api unggun. Pengikut Rasul terakhir terbakar dalam apinya (Muhammad Iqbal, 1877-1938)

           Ledakan bom dan baku tembak di jalan Thamrin yang merenggut 7 korban tewas dan 24 luka-luka Kamisdi Jakarta (14/01) mengirim sinyal kuat bahwa Indonesia belum terbebas dari aksi terorisme. Jalan masih panjang untuk membasmi aksi-aksi teror berbasis ideologi dan keyakinan. Perlu tindakan komprehensif menangani terorisme karena ia tidak saja menyangkut doktrin, motif politik dan kesenjangan sosial-ekonomi, tetapi juga terkait rasa keadilan global dan ideal-ideal keagamaan yang hendak diwujudkan para pelaku.

           Setelah lebih dari tujuh tahun masyarakat merasa aman, teroris kini membuat aksi lagi. Tewasnya Osama bin Laden dan para tokoh Al Qaidah, tidak menyurutkan semangat para pengikutnya untuk melanjutkan “jihad” melawan musuh. Musuh-musuhnya semakin meluas karena doktrin “jihad” versi mereka adalah melawan kemungkaran dan ketidakadilan global. Kemungkaran bisa direpresentasikan oleh budaya Barat yang secara global melanda dunia Muslim. Juga diartikulasikan oleh para penguasa negara yang dianggap memusuhi umat Islam beserta para aparat kepolisian, militer, dan tokoh-tokoh masyarakat yang membelanya.

Lebih Radikal

           Peledakan di jalan Thamrin kemarin tidak berdiri sendiri. Wakapolri Jenderal Budi Gunawan menengarai keterkaitannya dengan ISIS (Islamic State of Iraq and Syria). Meski masih perlu dibuktikan, tengara ini menunjukkan bahwa para pelaku adalah perpanjangan dari jaringan global, dari sel-sel teroris tersisa yang telah dimanfaatkan oleh ISIS.

           ISIS adalah kelompok Islam radikal Sunni yang gerakannya jauh lebih berbahaya. Kini dia tercatat sebagai gerakan radikal dengan aset terkaya di dunia. Menguasai kilang minyak di sejumlah daerah Irak dan paberik kimia peninggalan Sadam Husein. Dengan aset semacam ini, ISIS punya kemampuan melampaui Jamaah Islamiyah pimpinan Ayman Jawahiri dan al-Qaidah pimpinan Osama bin Laden tahun 1990 dan 2005-an. Ditambah doktrin jihad global melawan orang-orang “kafir”, daya rusak ISIS cukup mengkhawatirkan dunia.

           Visi ISIS pada dasarnya adalah visi global untuk menata dunia menurut perspektif teologi dan pandangan dunia para pimpinannya. Semua yang berada di luar mazhab ISIS adalah salah dan kafir. Doktrin takfir menghalalkan orang untuk membunuh siapa saja, termasuk warga sipil di luar jaringan mazhabnya. Ansyad Mbai mantan Kepala BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) bahkan menyatakan ISIS lebih berbahaya dari Jamaah Islamiyah dan al-Qaidah yang pernah merobohkan dua Menara Kembar (World Trade Centre) di Amerika Serikat 11 September 2001. Jika demikian, maka ISIS adalah ancaman dunia dan semua bangsa perlu melindungi warganya dari ancaman tersebut.

           Beberapa sumber menyebutkan bahwa ISIS adalah ciptaan Amerika yang dibentuk untuk melawan rejim Basyar Assad yang Syi’ah dan pro Rusia. Tapi ketika sudah terbentuk, ISIS dan para pimpinannya tak mampu dikendalikan lagi. Mereka memiliki agenda sendiri dengan memasukkan elemen-elemen jihad global dalam visi organisasinya. Seperti bola liar, ISIS semakin meluas dan justru mendeklarasikan diri sebagai Negara Islam bertujuan global serta menampung semua warga dunia untuk bersatu. Selama lebih dari dua tahun, ISIS telah menimbulkan ribuan korban baik di dalam maupun luar negeri.

           Dunia Islam telah menolak garis-garis ideologi dan teologi ISIS yang mengedepankan kekerasan dan dianggap telah mencederai citra Islam yang rahmatan lil-alamin. ISIS dianggap telah memelintir doktrin jihad dan hanya memenuhi ambisi segelintir pimpinanannya yang tidak bernalar kemanusiaan. Alih-alih membangun peradaban Islam, ISIS justru menghancurkannya lewat kekerasan global. Peledakan Paris dan Jakarta baru-baru ini adalah ulah ISIS. Bahkan sepanjan November ISIS telah menewaskan 5000 jiwa secara mengenaskan. Membangun peradaban tidak dengan kebrutalan yang anti kemanusiaan, tetapi justru melalui karya-karya kreatif kebudayaan, pendidikan, dan pembangunan ruhani serta jasmani.

Tatanan Dunia Baru

           Ketika George W. Bush menyerukan tatanan dunia baru, Osama bin Laden yang sedang bersembunyi di gua Tora Bora Afghanistan menyatakan bahwa organisasinyalah yang layak membuat tatanan dunia baru itu. Menurut Osama, kalau Amerika dan sekutunya yang menata dunia ini, maka kemungkaran dan ketidakadilan akan terus lahir. Itulah sebabnya Jamaah Islamiyah pimpinan Jawahiri bergabung dengan Osama untuk bersama-sama menata dunia ini agar sesuai dengan Syariah Islam versi mereka.

           Cita-cita besar Al Qaidah sangat ambisius, bersemangat, dan irasional. Musuhnya tidak lagi Rusia yang komunis dan Amerika yang kapitalis. Tetapi telah bergeser ke arena global dengan memerangi negara-negara yang dipimpin oleh kaum sekuler dan telah memusuhi mereka. Kini Al Qaidah telah berubah bentuk menjadi ISIS dengan ideologi yang lebih radikal. Cita-cita besar ISIS adalah menata dunia ini agar lebih Islami; agar semua orang tunduk pada ketentuan Syariah; dan agar Palestina serta negara Islam yang tertindas lainnya dapat tegak dan mengalahkan negara-negara kafir.

           Tatanan dunia baru atau the new world order adalah istilah yang dipakai untuk menyebut periode sejarah modern manapun yang mengalami perubahan pemikiran politik dunia dan keseimbangan kekuasaan yang besar. Dalam perspektif Amerika, tatanan dunia baru adalah dunia yang demokratis, menghargai hak-hak asasi manusia, mematuhi hukum, dan bekerjasama. Namun pengertian ini sering disempitkan hanya untuk kepentingan Amerika sendiri. Itulah sebabnya, istilah tatanan dunia baru sering berkonotasi “menata negara-negara Muslim yang tidak patuh” melalui kebijakan standar gandanya. Irak, Iran, Pakistan, Mesir, dan lain-lainnya telah menjadi sasarannya selama sejarah modern.

           Karena itu, terjadi benturan terus-menerus antara Amerika dan lainnya, terutama dunia Islam. Samuel P. Huntington menyebutnya clash of civilization atau benturan peradaban. Tesis clash of civilization dikemukakan tahun 1992. Teori ini seperti mendapat pembenaran ketika Perang Teluk I dan II, tragedi etnic cleansing Bosnia-Herzegovina, tragedi 9/11, Bom Bali I dan II, dan rangkaian kekerasan bom terjadi secara global. Dunia Islam dikesankan tidak bisa menerima modernitas yang khas Barat.

           Memang harus diakui bahwa selama 200 tahun modernitas hadir dengan ciri-ciri kekuatan teknologi industri, militer dan transportasi telah mengubah peta kekuatan peradaban dunia. Peradaban Islam tergeser oleh Barat dan muncul perlawanan-perlawana budaya dan moral dari pihak Islam. Semua bangsa Muslim dijajah dan dikuras sumber daya alam dan manusiannya untuk menopang kemewahan Barat. Barat sepenuhnya mendominasi jagad sains, politik, ekonomi, dan militer. Islam menerima pukulan bertubi-tubi di berbagai wilayah Muslim, pada periode panjang yang dimulai setelah Perang Dunia I dan mencapai puncaknya pada tahun 1970-an.

           Munculnya modernitas dan negara-bangsa telah mengubah institusi-institusi Islam yang telah lama bertahan. Konsep “khilafah” ditantang partai-partai politik dan kelas militer modern. Konsep “imamah” ditantang oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan berbagai gagasan “kedaulatan rakyat”. Sistem kekeluargaan terancam oleh fondasi-fondasi perekonomian yang berubah-ubah serta perjuangan hak kaum wanita. Pengaruh para hakim yang berpegang pada hukum Syariah harus tersingkir karena hukum-hukum sipil dan pidana baru yang sekuler. Pasar-pasar terbuka bazar, sistem pengrajin, dan pola-pola perdagangan tradisional digeser oleh korporasi, keuangan berdasarkan bunga, dan investasi asing. Daftarnya tidak berujung dan mencakup segalanya. Marshall G. Hodgson pada bab terakhirnya The Venture of Islam menulis “Islam sebagai suatu tradisi institusional yang khas mungkin tidak akan berlangsung selamanya”.

           Intinya, modernitas telah melemparkan peradaban Islam di pinggiran dan menempatkannya sebagai anak yatim sejarah. Barat di sisi lainnya, terus-menerus membordir bangsa-bangsa Muslim dengan nilai-nilai baru yang dianggap merampas kesetiaan umat pada agamanya sendiri. Dalam krisis identitas diri inilah, sebagian umat Islam yang mengalami kejutan budaya melakukan perlawanan terhadap Barat dan simbol-simbolnya. Sebagian melalui strategi kebudayaan, sebagian yang lain melalui partai politik, dan sebagian lagi melalui jalan kekerasan.

           Saya menduga, kekerasan demi kekerasan yang dilakukan para “jihadis” terhadap Barat dan kepentingannya atau sebaliknya adalah artikulasi dan perulangan dari benturan-benturan di atas selama berabad-abad. Sejarah kolonialisme Barat yang sangat kejam atas bangsa-bangsa Muslim juga menjadi memori publik yang menambah amunisi benturan. Karena itu, baik Barat maupun Dunia Islam sama-sama menyumbang benturan peradaban hingga kini.

           Harus diketahui bahwa gerakan radikal atas nama “tatanan dunia baru” versi Al Qaidah dan anak kandungnya ISIS bukanrepresentasi dari seluruh mazhab Islam. Para “jihadis” bergerak sendiri mengikuti perintah pimpinan yang terlebih dahulu menafsirkan ayat-ayat Quran dalam kotak teologi konspiratif yang mematok konsep “kami-mereka” atau “minna wa minhum”. Dalam kenyataannya, umat Islam tidaklah tunggal. Representasi dunia Islam diwakili oleh entitas negara-bangsa. Gerakan Islam radikal dalam sejarahnya tak pernah mendapat restu dari negara. Gerakan Islam radikal lebih mewakili organisasi-organisasi atau individu-individu yang memobilisasi orang untuk melakukan teror.

           Dengan demikian gerakan “tatanan dunia baru” dari kedua kubu—Amerika atau Barat versus ISIS dan jaringannya”—tidak pernah bisa dipertemukan. Yang satu ke utara yang lainnya ke selatan; yang satu memburu kehidupan dan yang lainnya mencintai kematian. Perspektif-perspektifnya sulit berjalan ke arah titik temu atau konvergensi konstruktif guna membangun tatanan dunia baru yang adil dan damai.

           Menurut saya, mengutuk terorisme hanya akan efektif jika pada saat yang sama dunia bertindak adil atas negara-negara Muslim. Juga menciptakan tatanan dunia baru yang adil atas dasar saling menghormati keunikan masing-masing. Para pemimpin Muslim—termasuk kaum elitnya (para ulama, pendidik, penulis, dan tokoh politik) memberikan wawasan-wawasan yang strategis tentang manfaat modernitas. Modernitas adalah anugerah Tuhan yang pernah ada dalam kehidupan di muka bumi sembari tetap memasukkan elemen-elemen spiritual ke dalamnya. Menolak modernitas dengan seluruh nilainya sama saja dengan membalikkan jarum jam sejarah.

           Saatnya, dunia Islam bersatu dan bertindak strategis guna mempertahankan peradabannya di era modern. Satu-satunya jalan adalah dengan persatuan dan bekerjasama dengan lintas peradaban. Umat manusia menghadapi problem besar yang sama di masa depan, yakni krisis lingkungan. Bumi yang merupakan warisan satu-satunya kini sedang di ujung tanduk dengan berbagai krisis: penyusutan hutan, pencemaran, ledakan penduduk, krisis energi, ancaman nuklir, dan lain sebagainya. Dan mestinya dunia disatukan oleh problem besar ini.

Surakarta, 18 Januari 2016

Integrasi Islam dan Ilmu Dalam Praktek di Lembaga Pendidikan

munadi edit

Dr. Muhammad Munadi, M.Pd

(Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum, Perencanaan dan Keuangan)

Diskusi  tentang  integrasi  islam  dan  ilmu memang menarik. Akan  tetapi menjadi  tidak menarik karena  seringkali kajiannya  mengawang-awang karena lebih dominan memvisualisasi  model  integrasi Islam dan  ilmu dalam bentuk gambar. Seperti yang terjadi di hampir semua UIN.  Diskusinya pun kadang-kadang tidak menyentuh akar persoalan pendidikan,  manusia (baik sebagai peserta didik maupun sebagai pendidik), maupun jenjang pendidikan (yang seringkali langsung menuju perguruan tinggi). Kalau hanya mengandalkan integrasi Islam dan ilmu dilakukan di jenjang pendidikan tinggi maka tidak bisa bermakna apa-apa. Semestinya integrasi Islam dan Ilmu dimulai sejak pendidikan di rumah, masyarakat dan baru kemudian menyentuh  sekolah. Tanpa integrasi ketiga jalur pendidikan ini maka daya upayanya tidak akan menyentuh pada akar masalah utamanya.

Begitu pula kajian  integrasi Islam dan Ilmu akan bersinggungan dengan kultur  masyarakat dalam beragama. Kuntowijoyo (2001) menyatakan Islam ditampilkan seperti tabel berikut ini:

Tabel 1.  Tampilan  Islam

Dasar: Nilai-Nilai Islam Mitos Ideologi Ilmu
Cara Berfikir Pra-Logis Non-Logis Logis
Bentuk Magis Abstrak/apriori Kongkrit/empiris

Mendasarkan pada tabel tersebut, selama  ini  kajian dan  praksis Islam masih sebatas pada mitos dan ideologis, sehingga Islam tidak menyentuh pada pemecahan problem keumatan maupun kemanusiaan. Sementara menurut  M. Syafi’i Anwar (1995:129)  menyatakan Islam  harus berorientasi pada empirisme dan pemecahan  problematika umat, memperkuat rakyat lewat praksis sosial dan politik serta tawar menawar dengan negara.

Integrasi Islam dan Ilmu : Pendidikan Keluarga

Pendidikan keluarga yang mengintegrasikan Islam dan Ilmu, terlihat ketika pendidikan anak dimulai dari penguasaan Al-Qur’an dulu. Kuasai dahulu Al-Qur’an baru kemudian penguasaan ilmu lain. Keluarga bisa menekankan hal ini sehingga anak terbiasa bahwa dalam Al-Qur’an tidak hanya membahas masalah ‘ubudiyah dengan Tuhan saja. Ilustrasi yang dapat digambarkan sebagai berikut: Perbandingan antara ayat muamalah (ibadah sosial) dengan ayat berkaitan ibadah ritual (ibadah vertikal dengan Allah) dalam Al-Qur’an adalah 100 berbanding. Sedangkan dalam Hadis dari sekitar 50 pokok bahasannya tidak lebih dari tiga atau empat yang berbicara tentang ibadah ritual, selainnya adalah berkaitan dengan mu’amalah (ibadah sosial)”. Dua pernyataan tersebut menunjukkan bahwa Islam (tercermin dalam Qur’an maupun Hadits) lebih banyak mengatur masalah manusia dan kemanusiaan.

Masalah tersebut bisa dipecahkan dengan multi disiplin dan inter disiplin ilmu.

Integrasi Islam dan Ilmu: Pendidikan Masyarakat

Pendidikan Masyarakat melalui tempat ibadah seringkali tidak tertata secara sistematis, sehingga kesannya diulang-ulang dan tidak pernah berubah temanya. Temanya berputar pada hal-hal yang kadang kurang “kompatibel’ dengan masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Kondisi semacam  ini berakibat banyak Jama’ah Jum’at lebih banyak mengantuk daripada mendengarkan khutbah  Jum’at. Begitu pula iklim Ramadhan  isi materi dari kuliah tujuh menit (Kultum) sampai dengan kuliah shubuh berisi hal yang sama dari tahun ke tahun. Keadaan ini perlu ada pembenahan minimal oleh lembaga pendidikan keagamaan seperti Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) baik negeri maupun swasta. Lembaga perguruan tinggi ini harus memberikan  tambahan asupan pada tiap masjid dengan   materi yang sesuai dengan kebutuhan/ masalah  yang dihadapi masyarakat kepada pengelola masjid/ mushola maupun majelis ta’lim.

Kalau kondisi umat masih seperti ini integrasi Islam dan Ilmu tidak bisa berjalan lebih cepat dan mulus terlebih lagi  diperparah  dengan banyaknya mentalitas umat seperti yang dikutip Muhammad Munadi (2012)  dari novel Negeri 5 Menara tentang kondisi Umat Islam dan  lembaga pendidikan.

……”Beberapa orang tua menyekolahkan anak ke sekolah agama karena tidak cukup uang. Ongkos untuk masuk madrasah lebih murah…”  ……. Tapi lebih banyak lagi yang mengirim anak ke sekolah agama karena nilai anak-anak mereka tidak cukup untuk masuk SMP dan SMA…” Akibatnya, madrasah menjadi tempat murid warga kelas dua, sisa-sisa… coba wang bayangkan bagaimana kualitas pra buya, ustadz dan da’i tamatan madrasah kita nanti. Bagaimana mereka akan bisa memimpin umat yang semakin pandai dan kritis? Bagaimana nasib umat Islam nanti?” ……….. Amak  ingin memberikan anak yang terbaik untuk kepentingan agama. Ini tugas mulia untuk akhirat.”

Tulisan ini semestinya menyadarkan semua kalangan umat Islam untuk menyadari bahwa akar persoalan mutu madrasah dan sekolah agama di Indonesia terletak pada mentalitas umat Islam sendiri. Hal tersebut menunjukkan realitas konkret yang terjadi di madrasah dan sekolah agama lainnya bahwa kalau ini akan terus berjalan terus berarti melemahkan upaya integrasi Islam dan Ilmu.

Integrasi Islam dan Ilmu: Pendidikan Sekolah/Madrasah

Integrasi Islam dan ilmu di lembaga pendidikan formal masih dominan wacana. Praksisnya ternyata sama rumitnya dengan wacana yang dikembangkan. Operasionalisasi dalam konteks kurikulum masih menyisakan persoalan yang banyak, sehingga kadang-kadang memunculkan skeptisisme di kalangan pelaku integtasi Islam dan Ilmu di berbagai Universitas Islam Negeri (UIN) khususnya.

Ketika eksperimen integrasi hanya terjadi di tingkat perguruan tinggi memang sangat terlambat karena  peserta didiknya sudah mempunyai virus sekularitas di  akal pemikirannya. Semestinya dimulai di tingkat pra sekolah, kemudian berlanjut ke jenjang berikutnya. Hal ini bisa memanfaatkan momentum  yang  ada dan terjadi di  Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) formal maupun non formal begitu pula  diuntungkan dengan  pemberlakuan Kurikulum 2013 di Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtida’iyah (SD/MI). Jenjang pendidikan tersebut  menerapkan model pembelajaran tematik. Model ini memudahkan integrasi Islam dan Ilmu daripada jenjang pendidikan setelahnya. Kesempatan yang lebih baik lagi  bisa digunakan ketika beberapa sekolah binaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan  dan  Madrasah  binaan Kementerian Agama yang masih menggunakan Kurikulum 2013 di mana SD dan MI menggunakan pembelajaran tematik.  Tugas berat perguruan tinggi Islam untuk bisa bereksperimen pembelajaran tematik dengan menggunakan kaidah tafsir tematik dalam penyiapan calon guru maupun eksperimen di sekolah/madrasah.  Pendidikan Guru Madrasah Ibtida’iyah dan Pendidikan Guru Raudlatul Athfal (PGMI dan PGRA) bisa memulai dengan pengembangan bahan  ajar SD/MI yang selama ini memisahkan antara pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) dengan buku-buku tematik di SD/MI  dengan merevisi total. Revisi  awalnya melalui penguatan kajian yang ada diintegrasikan dengan Al-Qur’an dan Sunnah. Gambaran Buku tematik SD/MI kelas II memiliki tema berikut ini:

Tabel 2. Buku Tematik di SD/MI

Tema 1 Al Qur’an Al Hadits
Hidup Rukun Diintegrasikan dengan Hidup Rukun dalam konteks al Qur’an Diintegrasikan dengan Hidup Rukun dalam konteks al Hadits
Bermain di Lingkungan
Tugasku Sehari-hari Diintegrasikan dengan Tugas seseorang sehari-hari dalam konteks Qur’an Diintegrasikan dengan Tugas seseorang sehari-hari dalam konteks Hadits
Hidup Bersih dan Sehat Diintegrasikan dengan Hidup Bersih dan Sehat dalam konteks Qur’an Diintegrasikan dengan Hidup Bersih dan Sehat dalam konteks Hadits
Air, Bumi dan Matahari Diintegrasikan dengan Air, Bumi, dan Matahari dalam konteks Qur’an Diintegrasikan dengan Air, Bumi, dan Matahari dalam Hadits
Merawat Hewan dan Tumbuhan Diintegrasikan dengan Merawat Hewan dan Tumbuhan  dalam konteks Qur’an Diintegrasikan dengan Merawat Hewan dan Tumbuhan  dalam konteks Hadits
Keselamatan di Rumah dan Perjalanan

Merekonstruksi buku ini harus di tingkatan buku siswa sekaligus buku guru. Untuk buku guru harus sangat detail agar integrasi itu bermakna bagi guru yang bisa terimplementasi di tingkatan kelas.

INTEGRASI ISLAM DAN ILMU : PRAKSIS  DUA  SMA TRENSAIN

Upaya eksperimen  dilakukan   pada  jenjang pendidikan menengah seperti yang terjadi di SMA Trensain Sragen di bawah Muhammadiyah dan SMA Trensain Tebu Ireng Jombang di bawah naungan Jam’iyah NU.  Kedua lembaga ini lebih menekankan pada sains kealaman (natural science), bukan sains humaniora.

Secara umum kurikulum kedua lembaga ini terbagi menjadi tiga komponen pokok:

  1. materi Al-Quran (kurikulum Al-Quran)
  2. materi sains  (kurikulum sains)
  3. materi bahasa (kurikulum bahasa)

ketiga materi ini masih diikat dengan pola  interaksi  semua pelaku  kurikulum dalam aktifitas pesantren 24 jam. Gambaran konkret  kurikulumnya  sebagai  berikut:

Tabel 3.  Materi Mayor SMA Trensains Sragen

No. Subject Mata Pelajaran Keterangan
1. Natural Sains Matematika Matematika Wolfram
Fisika
Biologi
Kimia
Ilmu Falak Ilmu Bumi dan Antariksa
2. Filsafat Sains Filsafat Sains 1 Sains:

  1. Pengantar
  2. Sejarah sains Islam dan sains konvensional
  3. Biografi ilmuwan

Filsafat:

  1. Pengantar, pengertian, sifat dan fungsi
  2. Sejarah (Filsafat Yunani Kuno)
  3. Filsafat Sains
Filsafat Sains 2 Sains dan Problematika Ketuhanan:

  1. Hubungan tuhan, manusia dan alam
  2. Materialisme Ilmiyah
  3. Sains Lama
  4. Sains Baru

Agama dan Sains:

  1. Tren Kajian
  2. Jenis Hubungan
  3. Teori Big Bang

Perbandingan Sains Islam dan Barat:

  1. Islamisasi Sains
  2. Saintifikasi Islam
  3. Sains Islam
3. Al Quran dan Hadis Ilmu Al-Quran Ilmu al-Quran:

  1. Konsep Al-Quran
  2. Konsep Wahyu
  3. Orisinalitas Al-Quran
  4. Sarana dan kaidah memahami Al-Quran
  5. Kaidah-kaidah tafsir
Tafsir Kauni Tafsir Kauni:

  1. Manhaj Tafsir ’Ilmi (Tafsir Sains)
  2. Konsep integrasi Al-Quran dan sains
  3. Studi ayat-ayat dan hadis sains
Ilmu Hadis Ilmu Mustholah Al-Hadits
Tajwid dan Tahfidz Hafalan ayat-ayat kauniyah
4. Bahasa Bahasa Arab Lughah Asasiyah, Muthalaah, Qowaidh Lughah
Bahasa Inggris
Bahasa Indonesia
5. Studi Islam dan kemuhammadiyahan Aqidah Tauhid sebagai Asas Sains:

  1. Konsep Aqidah
  2. Konsep Dinul Islam
  3. Konsep Tauhid
  4. Realisasi tauhid dalam kehidupan
  5. Mendakwahkan tauhid kepada dunia
Tarikh Sirah Nabawiyah, Sejarah peradaban Islam, Sejarah Indonesia
Fiqh dan Ushul Fiqh
Kemuhammdiyahan

Rentetan mata pelajaran menunujukkan bahwa eksperimen integrasi Islam dan Ilmu  sangatlah mendasar. Kajian bersifat Falsafi maupun norma Tauhidi (Qur’an dan Sunnah).  Hal  tersebut  bisa dilihat dari mata kuliah dasarnya saja terlihat pada kerangka ilmu yaitu mata pelajaran  Filsafat,  Al-Qur’an dan Sains, serta Hadis dan Sains dengan didukung materi bahasa asing.

Sedangkan  SMA Trensain di Tebu Ireng Jombang Jawa Timur, gambaran kurikulumnya sebagai berikut :

Tabel 4.  Kurikulum SMA Trensain Tebu Ireng

No Ruang Lingkup  Materi Mapel Deskripsi Mapel
1 Pemahaman tentang konsep Ahlussunah Wal Jamaah  (ASWAJA) sebagai basis ideologi santri Aswaja Aswaja
2 Pemahaman tentang takhrij hadis-hadis Nabi Muhammad SAW khususnya yang berkaitan dengan hadis-hadis  ahkam dalam upaya memahami hadis Rasulullah serta mengitinsbathkan hukum-hukum yang terdapat dalam hadist tersebut Hadist Ahkam Hadits Ahkam
3 Pemahaman tentang Ullumul Qur’an  sebagai upaya untuk menginteraksikan antara Al-Qur’an dengan sains kealaman Ulumul Qur’an
  1. Ulumul Qur’an (Al-Qur’an dan elemennya)
  2. Pengantar tafsir dan ilmu tafsir
  3. Manhaj tafsir bil ma’tsur
  4. Manhaj tafsir tekstual dan kontekstual
  5. Manhaj tafsir al Ilmi (sains)
4 Pemahaman tentang Ulumul Hadist  sebagai upaya untuk menginteraksikan antara hadist kauniyah dengan sains kealaman. Ulumul Hadist
5 Pemahaman tentang Ushul Fiqh dengan pokok bahasan : Ushul Fiqh
a.    Hukum yang didalamnya meliputi wajib, sunnah, makruh, mubah, haram, hasan, qabih, ’ada, qada, shahih, fasid, dan lain-lain
b.    Adillah , yaitu dalil-dalil Qur’an, sunnah, ijma’, dan qiyas.
c.    Jalan-jalan serta cara-cara beristimbath (turuqul istimbath).
d.    Mustambith, yaitu mujthid dengan syarat-syaratnya.
e.    Dalil-dalil untuk menginstimbathkan hukum.
6 Pemahaman tentang filsafat sebagai penekanan pada pandangan dan gagasan awal tentang alam dan pengetahuan Filsafat I & II Filsafat :

  1. Pengantar
  2. Pengertian, Sifat dan Fungsi
  3. Sejarah (Filsafat Yunani Kuno)
  4. Filsafat Sains/Tauhid Asas Sains

Sains dan problem Ketuhanan :

  1. Hubungan Tuhan Manusia dan Alam
  2. Materialisme Ilmiah
  3. Sains Lama
  4. Sains Baru

Agama dan Sains :

  1. Tren Kajian
  2. Jenis Hubungan
  3. Teori Big Bang (Stephen Hawking).

Matematika Wolfram.

7. Natural Science
  1. Matematika
  2. Fisika
  3. Kimia
  4. Biologi
  1. Matematika (Matematika Wolfram)
  2. Fisika
  3. Kimia
  4. Biologi
8 Pemahaman  pola-pola interaksi antara agama dan sains, pengkajian 700 ayat kauniyah, serta islamisasi sains. Al Qur’an dan sains I, II, III, IV
  1. Sejarah  Mushaf
  2. Pengantar Tafsir
  3. Tafisr bil Ilmy
  4. Tafsir Ilmy
  5. Studi ayat-ayat sains
  6. Tauhid sebagai sains (Konsep Uluhiyyah dan Rububiyyah)

Islam dan Sains/Perbandingan Sains Islam dan Sains Barat :

  1. Islamisasi Sains/Islam sebagai etika sains
  2. Saintifikasi Islam
  3. Sains Islam

Al Qur-an dan Sains :

  1. Pengantar
  2. Sejarah sains Islam dan sains konvensional
  3. Biografi Ilmuwan

Dua tabel tersebut menunjukkan bahwa  dua  lembaga  memiliki  kesamaan  dalam  kurikulum, hanya berbeda di tingkatan dua materi saja, yaitu:

Tabel 5. Perbedaan  Kurikulum Dua SMA Trensain

Lembaga Afiliasi Mata pelajaran
SMA Trensain Sragen Muhammadiyah Islam dan Kemuhammadiyahah Ilmu Falak
SMA Trensain Jombang Nahdlatul ‘Ulama Ahlussunnah Waljama’ah (Aswaja)

Perbandingan mata pelajaran  pada dua lembaga tersebut menunjukkan bahwa ada keseriusan dalam kerangka integrasi Islam dan Ilmu.

BAGAIMANA DENGAN IAIN SURAKARTA?

Realitas yang ada menunjukkan bahwa kajian di IAIN Surakarta masih bersifat kajian Islam an sich, sehingga kajian yang  passing over masih jarang dilakukan. Apalagi dengan  ilmu sain alam, teknologi  dan matematika masih belum banyak dilakukan. Rata-rata yang  dilakukan masih berfokus pada ilmu humaniora dan sains sosial. Hal ini terjadi karena jumlah sumber daya yang berlatar belakang ilmu humaniora dan sosial lebih dominan. Kalau dilihat SDM terutama dosen di IAIN Surakarta masih sedikit berlatar belakang ilmu sains natural. Data berikut menunjukkannnya:

Tabel 6. Komposisi Dosen Latar Belakang Strata-1 Saintek

No Kajian Jumlah S-1
1. Teknologi 1
2. Sain – Matematika 1
3. Sain – Natural 1
4. Pendidikan Sain – Fisika 1
5. Pendidikan Sain – Matematika 2

Kenyataan  ini  memang wajar jika tidak banyak kajian integrasi Islam dan Ilmu sain natural sehingga memang diperlukan langkah-langkah yang  kongkrit untuk mewujudkannya. Diantaranya adalah:

  1. Mengembangkan serta mendiversifikasi laboratorium PGMI dan PGRA menjadi laboratorium Matematika, Fisika, Kimia, dan Biologi yang diintegrasikan dengan labotorium Qur’an (Tafsir?).
  2. Implikasinya alat-alat laboratorium dan SDM Laborannya perlu ditopang secara kualitatif maupun kuantitatif.
  3. Penelitian berbasis laboratorium sain alam dan matematika juga harus diperkuat, diperdalam dan diperbanyak.
  4. Perlu pengintegrasian laboratorium dengan perpustakaan, sehingga ada saling menguatkan antar komponen sumber belajar

Wallahua’lam.

Daftar Pustaka

Kuntowijoyo. (2001). Muslim Tanpa Masjid. Bandung : Mizan

Muhammad Munadi  (2012).  Madrasah Qualtiy and Ummat Mentality. The 1st ISQAE UN Jakarta and UTM Johor Bahru

Syafi’I Anwar (1995). Pemikiran dan Aksi Islam Indonesia. Jakarta: Paramadina.