Aksara dan Kebermaknaannya

Oleh : Triningsih
(Pustakawan Muda UIN RM Said Surakarta)


Indonesia harus memberantas buta aksara. Permasalahan buta aksara masih diderita jutaan orang di dunia. Hal tersebut bukan permasalahan yang sempit. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa buta aksara yaitu ketidakmampuan individu atau warga dalam hal membaca atau menulis huruf maupun kata-kata.

Sejatinya orang yang buta aksara adalah ketidakmampuan masyarakat untuk memahami, menganalisis, dan memecahkan permasalahan kehidupan. Kemampuan membaca menulis yang benar bukan merupakan kemampuan mekanis. Namun berhubungan dengan kemampuan intelektual yang dapat digunakan untuk memperluas pengetahuan, mengembangkan nilai-nilai dan sikap, mengembangkan keterampilan serta perilaku.

Diharapkan dari kegiatan membaca bukan sekedar kegiatan verbalistik belaka. Dimana kegiatan membaca tanpa memahami makna yang terkandung didalamnya. Karena membaca verbalistik tersebut tidak memiliki dampak bagi perubahan atau pengembangan pemikiran, sikap, nilai-nilai dan perilaku.

Bukan Terpisah

Membaca suatu kata-kata (buku teks) sebenarnya bukan terpisah dari pemahaman tentang realita kehidupan. Sebab kata-kata yang ditulis oleh manusia bukan kata-kata yang kosong, yang terlepas dari permasalahan, pemikiran, cita-cita, atau harapan yang berkembang dalam pikirannya. Kata-kata (words) adalah merupakan simbol-simbol pemahaman dan pemikiran manusia tentang realita (dunia) yang ada disekitar dan kata-kata juga merupakan cerminan keinginan untuk melakukan tindakan. (Sodiq A. Kuntoro, 2007:23).

Umat manusia perlu berterimakasih kepada nenek moyang kita dahulu. Bahwa Bangsa Sumeria menemukan huruf pertama kali dengan medium lempengan tanah liat pada tahun 4.000 SM. Kemudian Pi Sheng (China) melakukan pencetakan buku pertama kali setelah beliau menemukan mesin cetak sederhana pada tahun 1041. Perkembangan pesat terjadi karena Johannes Guttenberg  (1456) menggunakan mesin cetak metal sehingga lahirlah barang cetakan. Adanya mesin cetak tersebut telah memungkinkan produksi massal bahan bacaan sehingga melahirkan kebutuhan kemampuan membaca dan menulis.

Adanya perkembangan ilmu teknologi komunikasi dan informasi menjadikan permasalahan baru. Kehidupan umat manusia di dunia akan tergantung pada ilmu tersebut. Banyak contoh kegiatan masyarakat yang tadinya dilakukan secara manual,kini bisa dibantu oleh mesin. Sebut saja yang dulu mengambil uang di teller pada jam kerja kantor, kini bisa sewaktu-waktu mengambil melalui ATM (Anjungan Tunai Mandiri).

Disisi lain, ada media massa yang juga tumbuh pesat. Kita bisa cek stasiun televisi yang mengudara di Indonesia ada banyak sekali. Belum lagi radio yang sudah menembus ke pelosok desa. Apalagi sekarang sosial media tidak kalah meriahnya. Ada WhatsApp, Facebook, Instagram, TikTok, Youtube dan lain sebagainya. Jika masyarakat menelan mentah-mentah semua aksara dan informasi yang berlalu lalang tersebut tanpa adanya kontrol, bisa dibayangkan apa jadinya generasi ini.

Perubahan Kehidupan

Kembali ke awal pembahasan, bahwa kemampuan membaca aksara bukan sekedar membaca secara verbalistik. Melainkan harus memahaminya, sehingga tercipta perubahan kehidupan yang baik. Seperti pernah dikatakan Ketua Umum PP Muhammadiyah periode 2005-2015 Prof Dr Din Syamsuddin : Makna yang didapat lewat membaca dapat dijadikan faedah bagi manusia untuk berbuat baik, dan memberikan ‘cahaya’ jalan kebaikan kepada orang lain.

Di Hari Aksara Sedunia (International Literacy Day) 8 September ini, marilah kita menjadi pribadi yang cerdas dalam memahami aksara. Kita telaah baik-baik aksara tersebut, sehingga tercipta makna yang mendalam agar makna tersebut memberikan kebaikan kepada orang lain. Selamat Hari Aksara Sedunia…

  • Artikel Opini ini telah dimuat di SKH Kedaulatan Rakyat Yogyakarta, edisi Selasa Legi 7 September 2021 hal.11

Menjadi Keluarga Harmonis, Dengan Memuliakan Seorang Perempuan

Oleh: Shofi Puji Astiti
(Dosen UIN RM Said Surakarta)

Mari ikhtiar bersama untuk adil kepada perempuan bersama al-qur’an sejak dalam pikiran. Dalam buku Nalar Kritis Muslimah karya Dr.Nur Rofiah, Bil.Uzm dijelaskan bahwa dalam sejarah manusia, ada yang disebut dengan misogini yang artinya cara pandang yang mengandung kebencian terhadap perempuan. Sehingga perempuan diperlakukan tidak adil, dinomerduakan setelah laki-laki, dan mendapatkan kekerasan.

Padahal kualitas manusia hanya ditentukan oleh ketaqwaannya. Sehingga bisa dipahami bersama bahwa sejauh mana hubungan baik kita terhadap Allah Swt akan melahirkan hubungan baik dengan makhlukNya. Nah, dalam hal ini taqwa mengisyaratkan adil termasuk pada orang yang kita benci. Sedangkan sejarah manusia diwarnai dengan kebenciaan terhadap perempuan. Maka, syarat dari orang yang mulia di sisi Allah Swt adalah ketaqwaannya dan salah satu tanda dari ketaqwaan adalah adil terhadap perempuan sejak dalam pikiran.

Perempuan merupakan sosok istimewa yang diciptakan Allah Swt untuk menjadi makhluk yang pantas dicintai dan di hormati. Hal ini telah disebutkan dalam hadist nabi “Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita salihah” (HR.Muslim no 1467).

Perhiasan merupakan barang yang sudah sepatutnya dijaga. Adapun riwayat dari sahabat Abdullah bin Abbas bahwa Nabi pernah bersabda “Sebaik-baiknya perempuan penghuni surga adalah Khadijah binti Khuwaylid, Fatimah binti Muhammad, Maryam binti Imran, dan Asiyah binti Mazahim istri Fir’aun”.

mari kita mengenal lebih dekat, empat perempuan istimewa yang disebutkan Nabi, sebagai penghuni surga. Pertama, Khadijah binti Khuwaylid, merupakan istri dari baginda Nabi yang senantiasa menemani Nabi dalam situasi apapun, termasuk saat Nabi sedang kesulitan, terutama pada awal periode berdakwah.

Beliau rela memberikan hartanya untuk membantu Nabi berjuang di jalan Allah. Bahkan Nabi sendiri telah bersabada yang artinya “Ia beriman kepadaku ketika semua manusia ingkar. Ia membenarkanku ketika seluruh manusia mendustakan. Ia membantuku dengan hartanya ketika semua manusia menahan hartanya.” (HR. Ahmad). Khadijah juga perempuan yang pertama masuk Islam yang termasuk dalam “Assabiqunnal Awwalun” yang berarti orang-orang yang pertama memeluk Islam.

Kedua, Fatimah binti Muhammad, merupakan putri dari Rasulullah dengan Khadijah. Ia seorang putri yang patuh dan taat kepada orangtuanya. Fatimah juga istri dari sahabat Nabi yakni Ali Bin Abi Thalib. Fatimah dikenal dengan kesabarannya, keimanannya, kecerdasannya serta ketaatannya  pada sang suami. Salah satu buktinya ia mampu menjaga cintanya untuk sang suami hingga kisahnya dijadikan salah satu kisah romantis bagi umat muslim.

Ketiga, Maryam binti Imran, merupakan perempuan yang kisahnya telah diabadikan di dalam Al-Quran yaitu Surat Maryam yang berjumlah 98 ayat. Beliau selalu menjaga kesucian dirinya dan taat beribadah kepada Allah SWT, sebab kemuliaan dirinya Allah menganugerahkan seorang putra dalam kandungannya disaat masih gadis.

Tentu ini menimbulkan berbagai kontra mengingat Maryam belum bersuami, karena tidak mungkin dapat hamil tanpa adanya suami. Tetapi karena kuasa Allah apa yang tidak mungkin tentu menjadi mungkin ketika Allah sudah berkehendak. Namun Maryam begitu sabar dalam mengahadapi hinaan serta cacian. Beliau sangat telaten merawat Nabi Isa As dalam pengasuhannya yang penuh kasih dan sayang.

Keempat, Asiyah binti Mazahim, merupakan seorang istri dari Raja Fir’un yang dikenal sangat kejam dan mengaku sebagai Tuhan. Asiyah tetap pada pendiriannya untuk tetap menyembah Allah SWT walaupun Fir’aun memberi ancaman untuk dirinya akan dibunuh jika tidak mau menyembahnya. Asiyah tetap yakin bahwa hanya Allah lah yang patut disembah. Keyakinannya inilah yang membawa dirinya termasuk dalam perempuan yang dijamin masuk surga.

Dari kisah tersebut ada banyak hikmah yang dapat kita petik untuk kehidupan sehari-hari. Sebagai perempuan harus menjaga kesucian dan kehormatan diri, menjaga ketaatan Allah Swt, kesetiaan kepada pasangan, kasih sayangnya pada keluarga, kedermawanan pada orang yang membutuhkan dan kecerdasaan dalam bersikap maupun berpikir.

Luar biasa perjuangan perempuan-perempuan tersebut dimasa  jahiliyah, masa yang notabennya umat Islam belum  sebegitu banyak tidak seperti sekarang. Apalagi di zaman sekarang di mana emansipasi perempuan dikoar-koarkan, dikibarkan untuk derajat perempuan yang lebih baik.

Maka sudah sepatutnya kita yang telah mendapat banyak kesempatan untuk menjadi perempuan yang bertaqwa pada Allah SWT, dengan kelembutan sikap, serta kecerdasan dalam berpikir, sehingga diharapkan mampu  menjelma perempuan berdaya, bermanfaat, dan memberi maslahat pada orang-orang disekitarnya, sebagaimana teladan yang digambarkan oleh 4 perempuan yang dikisahkan oleh Baginda Nabi Muhammad SAW.

Diterbitkan juga di https://mubadalah.id/ dengan judul yang berbeda

ASI Dan Kecerdasan Anak

Oleh: Triningsih
(Pustakawan Muda UIN RM Said Surakarta)

Miris. Kata itu menggambarkan suasana hati ketika melihat berita yang lalu lalang di stasiun televisi maupun media sosial lainnya. Banyak orang tua yang tega membuang bayinya entah itu karena malu sebab hasil hubungan gelap dengan sang pacar, mereka kesulitan ekonomi, tidak mampu memberi makanan yang bergizi, maupun alasan lainnya. Mereka tidak sadar jika ada bayi yang membutuhkan air susu ibu (ASI) serta kasih sayang orang tuanya.

Di Indonesia, permasalahan gizi buruk (kurangnya kalori dan protein) sampai sekarang belum bisa teratasi. Salah satu penyebabnya ialah tidak diberikannya ASI  pada anak secara maksimal. Padahal, ASI sangat memberi pengaruh  menentukan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi.

Masalah Gizi

Malnutrisi atau gizi buruk yaitu kondisi ketika tubuh kekurangan gizi dari nutrisi makanan yang dikonsumsi sehingga perkembangan anak terhambat dan dapat menimbulkan berbagai penyakit. Beberapa penyebabnya antara lain pola makan yang salah, kesenjangan ekonomi karena bahan pokok terbatas, dan gizi yang tidak seimbang. Tidak jarang termasuk karena anak tidak memperoleh ASI.

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan 2018 menunjukkan 17,7 bayi usia dibawah 5 tahun (balita) masih mengalami masalah gizi. Angka tersebut terdiri atas balita yang mengalami gizi buruk sebesar 3,9% dan yang menderita gizi kurang sebesar 13,8%. Padahal, masa depan Bangsa ini terletak pada sumber daya manusia yang saat ini generasinya masih berstatus sebagai anak. Menyiapkan anak menjadi generasi penerus harus dilakukan sedini mungkin, terlebih kepada generasi yang masih bayi. Itulah mengapa begitu pentingnya pemberian ASI.

Dahsyatnya pengaruh emosional  yang  luar biasa terhadap hubungan ibu dan anak dimana hal itu berpengaruh terhadap jiwa anak ada pada saat pemberian ASI. Saat ibu gelisah, stress maka anak yang masih menyusu akan terpengaruh. Mungkin menjadi demam, rewel dan lainnya. Namun ketika menyusui dengan gembira akan memberi dampak positif bagi anak. Juga mengandung zat pelindung yang dapat menghindari bayi dari berbagai infeksi.

ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam anorganik yang disekresi oleh kelenjar mamae ibu yang berguna sebagai makanan bagi bayi. Dan ASI dirancang sempurna untuk memenuhi kebutuhan bayi. ASI mengandung prebiotik oligosakarida, zat yang memberi makanan bakteri baik yang ada diperut. Bakteri ini bekerja melawan virus, sehingga melindungi bayi dari kemungkinan infeksi yang masuk lewat saluran pencernaan. ASI yang mengandung asam lemak penting dalam membantu perkembangan kecerdasan bayi ibu. (Hastuti, 2010:169).

Ikatan Cinta

Dari aspek psikologi, kita bisa melihat ikatan cinta yang kuat antara ibu dan bayi. Hal tersebut timbul karena berbagai rangsangan sentuhan kulit diantara keduanya. Kehangatan tubuh ibu serta suara jantungnya ibu yang dikenal bayi sejak dalam kandungan akan semakin dirasakan oleh bayi ketika menyusui. Bayi akan merasakan kenyamanan.

Pamela K. Wiggins pernah berujar “Breastfeeding is a mother’s gift to herself, her baby, and the earth”, (menyusui adalah hadiah untuk diri ibu, bayinya, dan kepada bumi). BJ Habibie mengatakan, menyusui itu peradaban “ASI diberikan Allah kepada manusia, manfaatkan itu sebaik-baiknya. Berikan energi kepada ibu rumah tangga, agar ketika anaknya lahir dia bisa merasakan kasih sayang.’’

Selamat memperingati Hari ASI Sedunia 1 Agustus. Seminggu kedepan kita merayakan Pekan ASI Sedunia (World Breastfeeding Week) 1-7 Agustus. Semoga generasi penerus kita menjadi generasi yang cerdas dan sehat, karena ibu memberikan ASI nya.

*Artikel Opini ini telah dimuat di SKH Kedaulatan Rakyat Yogyakarta, edisi Senin Kliwon 2 Agustus 2021 Hal. 11

Idul Adhha 1442 untuk ASN Kementerian Agama

Oleh: Dr. Muh. Nashirudin, MA. M. Ag
(Kepala Satuan Pengawasan Internal (SPI)
UIN Raden Mas Said Surakarta)

Hari-hari ini, saya yakin banyak sekali Dosen, Guru dan bahkan ASN secara umum di Kementerian Agama yang harus “membatalkan” jadual Idul Adhha mereka, baik sebagai Khatib maupun sebagai Imam Idul Adhha. Kementerian Agama telah mengeluarkan Surat Edaran No. 17 tahun 2021 tentang Peniadaan Sementara Peribadatan di Tempat Ibadah, Malam Takbiran, Shalat Idul Adha, dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Qurban Tahun 1442 H/2021 M di Wilayah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.

Surat Edaran tersebut merupakan salah satu respon Kementerian Agama Dalam rangka mencegah dan memutus rantai penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang saat ini mengalami peningkatan dengan munculnya varian baru yang lebih berbahaya dan menular, serta untuk memberikan rasa aman kepada masyarakat dalam penyelenggaraan Malam Takbiran, Shalat Idul Adha, dan Pelaksanaan Qurban Tahun 1442 H/2021 M, maka perlu dilakukan pembatasan kegiatan dan penerapan protokol kesehatan secara ketat.

SE No. 17 Tahun 2021 kemudian ditindaklanjuti dengan Edaran dari Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kemenag RI tertanggal 16 Juli 2021 tentang Edaran Menyambut Idul Adha 1442 H dengan beberapa poin yang semakin mempertegas SE No. 17 Tahun 2021. Ada 7 poin dalam Surat Edaran Dirjen Pendis yang setidaknya ada dua poin yang menajdi perhatian paling besar diantara yang lainnya: Pertama, seluruh ASN Kemenag untuk terlibat aktif dalam mensosialisasikan SE No. 17 2021 dan mengkomunikasikannya kepada stakeholder terkait dengan baik untuk menghindari adanya salah persepsi atas terbitnya SE No. 17 tahun 2021 dan juga tentang PPKM. Kedua, Melarang ASN dan sivitas akademika PTKIN untuk menjadi imam, (dan khatib), makmum, maupun panitia shalat Idul Adha yang dilaksanakan di masjid/lapangan/tempat umum lainnya.

Dalam kacamata fiqh dan ushul fiqh, kedua surat edaran tersebut sebenarnya memiliki landasan yang sangat kokoh. Ada banyak ayat dan hadis yang menyatakan tentang pentingnya menjaga keselamatan jiwa dan Kesehatan yang kemudian dirumuskan oleh para ulama dalam Maqashid asy-Syari’ah. Banyak ayat dan hadis yang melarang kita menjerumuskan diri dan orang lain dalam kebinasaanTerlalu banyak ayat dan hadis yang menyatakan bahwa ada banyak kemudahan dalam melaksanakan perintah agama, apalagi dalam kondisi banyak halangan dan uzur sebagaimana adanya wabah Covid-19 dengan varian baru yang tersebar ebih cepat dari varian yang ada sebelumnya. Tentu, hal ini mengharuskan kita untuk banyak mengambil sisi rukhshah atau kemudahan dalam menjalankan agama dengan tujuan utama perlindungan pada keselamatan dan kesehatan masyarakat.

Terkait dengan pelaksanaan Ibadah Salat Idul Adha 1442 H, dengan posisi solat Idul Adha yang merupakan ibadah sunnah (muakkadah), maka pilihan untuk tidak melakukannya secara berjamaah di masjid atau tempat umum lainnya dengan pertimbangan keselamatan jiwa dan kesehatan menajdi sangat rasional dan mendapatkan justifikasinya. Toh, yang perlu dipahami lebih baik, adalah bahwa kedua surat edaran tersebut tidak melarang pelaksanaan Salat Idul Adha, akan tetapi melarang melaksanakannya di tempat umum, terutama tempat ibadah seperti masjid dan mushalla. Dalam sebuah kaidah fikih disebutkan: “Sesuatu yang tidak dilaksanakan secara penuh, tidak (berarti) ditinggalkan secara penuh.” Salah Ied yang tidak bisa dilakukan secara berjamaah di masjid, bukan berarti ditinggalkan secara mutlak, akan tetapi tetap dapat dilaksanakan berjamaah dengan keluraga terkecil di rumah masing-masing. Dengan ini, maka keselamatan jiwa dan kesehatan tetap terjaga di satu sisi, dan kesunnahan Salat Idul Adha tetap dapat dijalankan di sisi lainnya. Artinya, tidak benar jika ada narasi yang menyebutkan bahwa pemerintah, atau Kemenag, atau Dirjen Pendis secara khusus melarang Salat Idul Adha. Yang ada adalah menekankan pentingnya pelaksanaan Salat Idul Adha dengan menjadikan keselamatan jiwa dan kesehatan sebagai prioritas utama.

Mengapa harus ASN, dan terutama di lingkungan Kementerian Agama?

Sebagai Aparatur Sipil Negara yang baik, maka sudah selayaknya ASN menjadi teladan bagi masyarakat yang lain dalam mensukseskan segala kebijakan pemerintah, terutama yang menyangkut hajat hidup dan keselamatan masyarakat secara umum, termasuk soal penanganan Covid-19 dan PPKM yang saat ini sedang dijalankan oleh pemerintah. Jika ASN, dan terutama di Kementerian Agama jika dikaitkan dengan pelaksanaan Salat Idul Adha, tidak menjadi teladan dalam hal ini, maka tentu kita tidak dapat mengharapkan bahwa masyarakat secara umum juga akan turut serta dalam mensukseskan kebijakan pemerintah dalam penanganan Covid-19 ini. ASN Kementerian Agama juga bisa menjadi “juru bicara” pemerintah yang dapat memberikan pemahaman yang baik dan benar bahwa PPKM dan pelarangan Salat Idul Adha di masjid/mushalla/lapangan atau tempat umum lainnya memiliki dasar hukum atau dalil yang kuat, serta tidak melanggar aturan dalam syariat Islam. Dengan kaidah Dar’ul Mafasid Muqaddam ‘Ala Jalbil Mashalih, maka kemaslahatan yang didapat dari salat Idul Adha secara berjamaah di masjid/mushalla/tempat umum lainnya harus dikalahkan demi menghindari kerusakan yang sangat mungkin didapatkan dari penyebaran Covid-19. Salat Idul Adha di rumah, walaupun menjadikan syiar Islam tidak begitu maksimal, akan tetapi tetap harus didahulukan disbanding menyemnpurnakan syiar akan tetapi mendapatkan risiko penyebaran Covid-19 yang lebih besar. Narasi-narasi seperti inilah yang selayaknya disampaikan oleh para ASN di lingkungan Kementerian Agama, sehingga tidak ada lagi yang salah persepi dengan surat edaran yang ada, dan juga ikut mendukung kebijakan pemerintah dalam penanganan Covid-19.

Semoga wabah ini segera Allah angkat dari muka bumi, Amin.

Aksentuasi Berteknologi di Tengah Pandemi

Oleh: Anis Febriana Sita Hidayati
(Mahasiswi Pendidikan Bahasa Inggris Tahun 2018)

Masa pandemi di Indonesia sudah berlangsung lebih dari satu tahun. Pola kehidupan menjadi berubah derastis. Mulai dari perubahan bidang sosial, pendidikan, kesehatan hingga teknologi menjadi sangat penting di tengah hiruk pikuk Covid-19. Menurut ICT Development Researcher Daniel Oscar Baskoro berpendapat bahwa penggunaan teknologi di tengah pandemi sangatlah penting, hal ini sangat bermanfaat untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat luas. Selain itu, dikutip dari Kementerian Komunikasi dan Informatika Indonesia, Johnny Gerard mengatakan bahwa membiasakan diri dengan hidup serba berteknologi ditengah pandemi akan memberikan perubahan dalam hal produktivitas maupun perubahan standard mekanisme kerja, belajar, ataupun aktivitas lainnya. Dari dua pendapat tokoh penting diatas dapat disimpulkan bahwa teknologi sangat bermanfaat dimasa pandemic ini. Oleh sebab itu, aktivitas kerja, belajar, berproduktif dapat dilaksanakan dari rumah dengan menekankan teknologi modern ini.

Pembatasan skala sosial akibat dampak pandemi memaksa kita untuk melek berteknologi, terutama dikalangan mahasiswa. Selain itu, untuk bidang pendidikan teknologi sangat dibutuhkan terutama bagi mahasiswa dan dosen. Dampak pandemi menjadikan perkuliahan secara Daring sudah berlangsung hampir 3 semester. Mulai dari masa mahasiswa baru sampai mahasiswa tingkat akhir melakukan perkuliahan secara daring. Pada 13 Juni 2021 diumumkan nya KKN (Kuliah Kerja Nyata) secara Daring di tempat tinggal masing-masing mahasiswa (KKN Individu). KKN tahun ini, masih sama seperti tahun sebelumnya yakni dengan mengusung Tema “Penguatan Ketahanan Masyarakat Masa Pandemi Covid-19 Berbasis Kearifan Lokal Dan Moderasi Beragama” KKN Kerso Darma IAIN Surakarta. Menurut Jannatin Mahasiswi Hukum Ekonomi Syariah IAIN Surakarta mengatakan bahwa mahasiswa perlu menguasai teknologi, apalagi di tengah pandemic ini kita di tuntut untuk ber media sosial dalam pelaporan Kuliah Kerja Nyata berbasis Treansformatif kearifan lokal dan moderasi beragama.

Dikutip dari Chanel YouTube LP2M IAIN Surakarta, Bapak Sulhani Hermawan, M. Ag selaku kepala LP2M mengatakan bahwa pelaksanaan KKN terbatas cukup di lingkungan masyarakat desa (RT masing-masing) dengan keuntungan karena sudah dikenal langsung andil dalam kegiatan masyarakat. Kemudian menurut DPL KKNT KERSO DARMA (Dosen Pembimbing Lapangan), Ibu Rhesa Zuhriya B.P., M.I.Kom  mengatakan terkait pelaporan digital kegiatan KKN dilaporkan melalui Media Sosial (Medsos) masing-masing mahasiswa setiap minggu nya. Dengan adanya KKN secara daring ini, mahasiswa dituntut lebih progresif dalam bersosial dilingkungan tempat tinggal. Bukan menjadi hal yang sulit untuk pelaksanaan nya. Namun, kita wajib andil dalam ruang lingkup setempat dan harus tau permasalahan serta solusi untuk masyarakat sekitar.

Pelepasan mahasiswa KKNT Kerso Darma dilaksanakan pada 29 juni 2021 yang disiarkan melalui akun YouTube LP2M IAIN Surakarta. Sejak saat itulah mahasiswa dilepas untuk menjalankan Kuliah Kerja Nyata di daerah masing-masing. Dengan berbekal teknologi mahasiswa diharapkan dapat turut andil menjalankan tugas dan melaporkannya melalui Medsos. Selain itu, KKN bukan hanya sekedar tugas main-main atau asal-asalan. Namun, KKN menjadi awal ujung tombak mahasiswa yang berkelanjutan untuk perubahan dalam ruang lingkup masing-masing daerah. Prinsip transparan serta mampu bekerja sama dalam membangun otonomi lokal menjadi hal yang wajib dimiliki mahasiswa. Dengan begitu teknologi dapat berdampak positif saat dimanfaatkan ditengah pandemic seperti sekarang ini. Modernisasi berteknologi merupakan solusi utama dalam menghambat penyebaran virus. Namun, aktivitas tetap dilakukan secara normal hanya saja harus lebih produktif dengan belajar atau bekerja dari rumah saja WFH (Work From Home).

Musik dan Janin

Oleh: Triningsih
(Pustakawan Muda UIN RM Said Surakarta)

Dewasa ini, mulai dari anak-anak, remaja, orang tua, hingga lanjut usia akrab dengan yang namanya musik. Musik tidak mengenal kasta dan status sosial, baik miskin maupun kaya bisa menikmatinya. Bahkan, musik menjadi salah satu obat penenang dikala penat seharian bekerja. Dengan musik, tubuh akan merasakan rileks. Musik tidak bisa lepas dari kehidupan manusia.

Musik itu curahan isi hati manusia. Sila Widhyatama dalam buku Sejarah Musik dan Apresiasi Seni (2012:1) mengatakan bahwa musik adalah penghayatan isi hati manusia yang diungkapkan dalam bentuk bunyi yang teratur dengan melodi atau ritme serta mempunyai unsur atau keselarasan yang indah.

Istilah musik berasal dari bahasa Yunani yaitu musike. Musike berasal dari perkataan muse-muse, yaitu Sembilan dewa-dewa Yunani dibawah dewa Apollo yang melindungi seni dan ilmu pengetahuan. Dalam mitologi Yunani Kuno, muse mempunyai arti suatu keindahan yang terjadinya berasal dari kemurahan hati para dewa-dewa yang diwujudkan sebagai bakat. Muse yaitu gugusan dewi yang melambangkan seni. Mereka diasumsikan sebagai sumber pengetahuan dan inspirasi seni. Muse adalah anak dari Zeus dan Mnemosine.

Dalam Kandungan

Fase perkembangan anak tidak saja terjadi pada saat dilahirkan, melainkan juga saat masih dalam kandungan. Kepribadian janin tersebut dipengaruhi oleh makanan, emosi, musik yang didengar dan interaksi dengan orang lain. Sebagai orang tua harus mengontrol perkembangannya dengan memperhatikan aspek biomedis, kasih sayang, dan stimulasi.

Kecerdasan anak sebagai generasi bangsa yang tangguh merupakan dambaan bagi seorang ibu. Untuk mendapatkannya, diperlukan aspek yaitu stimulasi. Terlepas dari faktor keturunan yang dimilikinya. Salah satu organ yang berperan dalam hal kecerdasan yaitu otak. Maka pada usia kehamilan 8-14 minggu ibu hamil sangat dianjurkan menjaga kesehatan kehamilannya. Misalnya dengan makanan yang bergizi serta memberi stimulasi pada janin.

Stimulasi untuk pendengaran janin adalah bentuk yang paling mudah dilakukan karena secara otomatis sudah sering mendengar suara didalam tubuh ibunya, seperti suara detak jantung, cairan tubuh dan pencernaan. Suara ibu inilah yang paling mudah didengarkan oleh janin. Sedangkan stimulasi dari luar bisa dilakukan misalnya dengan mendengarkan musik.

Saat mendengarkan musik, otak memproses apa yang didengar, detak jantung cenderung mengikuti kecepatan musik. Ketika mendengar musik dengan tempo rendah, detak jantung akan melambat dan tubuh akan rileks. Hal tersebut akan memperlancar sirkulasi darah ibu dan jantung melalui plasenta. Denyut jantung janin mengikuti sinkronasi dengan denyut jantung ibu sebagai sumber musik pertama yang janin dengar dalam kandungan.

Berkaitan dengan indera pendengaran, telinga janin telah terbentuk dan sempurna saat memasuki usia kehamilan 24 minggu dan saat usia kehamilan 25 minggu, janin dalam kandungan sudah bisa mendengar suara dari luar, meskipun suaranya agak terpendam dan lebih banyak mendengarkan suara dengan frekuensi rendah.

Hukum Moral

Menurut Filsuf dari Yunani, Plato, musik adalah hukum moral. Ia memberi jiwa ke alam semesta, sayap untuk pikiran, terbang ke imajinasi, pesona dan keceriaan untuk hidup dan untuk semuanya. Sedang penyanyi, pecinta lagu, dan musisi Reggae, Bob Marley berujar bahwa satu hal yang baik tentang musik, ketika menyentuh Anda, tidak akan ada rasa sakit.

Begitu indah dan merdunya alam semesta ini jika kita bisa memainkannya lewat alunan musik. Bahkan, janin yang masih dalam kandungan pun ikut bahagia dengan adanya alunan musik. Maka, di Hari Musik Sedunia (World Music Day) 21 Juni lusa, marilah kita mengakrabkan diri kita dengan musik. Sudahkah Anda mendengarkan musik hari ini?

(Artikel Opini ini telah dimuat di Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat Yogyakarta, Edisi Sabtu Legi 19 Juni 2021, halaman 11)

Pajak Pendidikan dan Problem Negara Kesejahteraan

Oleh: Dr. H. Muhammad Munadi, M.Pd
(Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah UIN Raden Mas Said Surakarta)

Pengantar

Malam tanggal 20 Juni 2021 Jam 22.52 sebuah email masuk dari Direktorat Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Direktorat Jenderal Pajak. Awalnya kaget menerimanya. Biasanya kalau tidak biasa menyapa tiba-tiba menyapa bahkan berkirim surat diyakini pasti ada sesuatu yang urgent akan disampaikan. Diantaranya surat ini berupaya mengklarifikasi tentang Pajak Pendidikan yang sedang viral di semua media bentuk apapun. Jika dianalisa dengan metode riset teks apapun ditemukan banyak kontradiksi.

Pernyataan awal dengan basa-basi berikut: “Berkenaan dengan maraknya pemberitaan mengenai pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas sembako maupun jasa pendidikan di Indonesia dengan ini disampaikan bahwa berita yang beredar merupakan informasi yang tidak berasal dari sumber resmi pemerintah.” Pernyataan ini menunjukkan bahwa Kementerian Keuangan merasa  tidak mengeluarkan informasi tentang pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas sembako maupun jasa pendidikan. Entah darimana masyarakat mendapatkan informasi tersebut, sampai hari ini tidak ada yang tahu. Semua tidak merasa telah memberikan informasi tersebut kepada masyarakat.  Kesemuanya seperti konsep test the water  atau proofballon. Keduanya untuk menguji seperti apa dan seberapa besar masyarakat merespon atau bereaksi atas isu tentang perubahan PPN terutama PPN atas sembako maupun jasa pendidikan. Tingkat reaksi dan respon masyarakat atas PPN sebagai alat ukur untuk langkah lebih lanjut dari pemerintah.

Paragraf selanjutnya, email tersebut menyatakan bahwa, “Saat ini pemerintah sedang fokus terhadap upaya penanggulangan Covid-19 dengan melakukan berbagai upaya untuk melindungi masyarakat dan menolong dunia usaha agar dapat bangkit dan pulih akibat pandemi.” Pemerintah tidak focus pada PPN tetapi semua lini pemerintah berfokus pada penanganan Covid-19 sehingga ekonomi bisa kembali bangkit. Sayangnya pernyataan lebih lanjut, justru menegasikan pernyataan sebelumnya. Kalimatnya menyatakan, “Di tengah situasi pelemahan ekonomi akibat pandemi, pemerintah memandang perlu menyiapkan kerangka kebijakan perpajakan, di antaranya usulan perubahan pengaturan PPN. Ada pun poin-poin penting usulan perubahan di antaranya adalah pengurangan berbagai fasilitas PPN karena dinilai tidak tepat sasaran dan untuk mengurangi distorsi; penerapan multitarif, dengan mengenakan tarif PPN yang lebih rendah daripada tarif umum misalnya atas barang-barang yang dikonsumsi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah; dan tarif PPN yang lebih tinggi daripada tarif umum untuk barang-barang yang tergolong mewah yang dikonsumsi masyarakat berpenghasilan tinggi. Bahkan untuk jenis barang tertentu akan dikenai PPN Final untuk tujuan kesederhanaan dan kemudahan.” Paragraf ini justru menyatakan perlunya ada penerapan PPN atas sembako maupun jasa pendidikan di Indonesia dengan pernyataan berikut … dengan mengenakan tarif PPN yang lebih rendah daripada tarif umum misalnya atas barang-barang yang dikonsumsi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah; dan tarif PPN yang lebih tinggi daripada tarif umum untuk barang-barang yang tergolong mewah yang dikonsumsi masyarakat berpenghasilan tinggi…. Sembako sangat bervariasi begitupula jasa pendidikan. Yang sangat mengganggu istilah yang dipakai jasa pendidikan. Jasa Pendidikan sangat luas bisa dilihat dari jalur, jenis dan jenjang. Jalur bisa terdiri atas formal, in formal, dan non formal. Gambarannya sebagai berikut.


(Passion in Education, 2019)


Gambaran di atas menunjukkan bahwa masing-masing jalur pendidikan berbeda orientasi Persoalannya kemudian, Kementerian Keuangan mau menetapkan PPN untuk jalur pendidikan yang mana? Kalaupun ini mau diberlakukan untuk salah satu jalur, akan berbenturan dengan konstitusi UUD 1945 Pasal 31, yang berbunyi:

  1. Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
  2. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
  3. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan Undang-Undang.
  4. Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
  5. Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

Kelima ayat dari pasal tersebut menunjukkan bahwa pendidikan dasar wajib dibiayai oleh pemerintah, untuk pendidikan di atasnya bisa besifat tidak wajib? Namun kalau ini dijadikan dasar untuk penerapan PPN bidang jasa pendidikan, maka akan berbenturan dengan tujuan dibentuknya Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 pada alinea ke-4 yang menyatakan “untuk memajukan kesejahteraan umum mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial”.

Mencari Asbab

Memang tidak akan ada asap kalau tidak ada api. Mengapa pemerintah seakan “ngebet banget” jasa pendidikan dikenai PPN. Realitasnya bisa dipaparkan, diantaranya pendidikan di Indonesia mengalami reduksi luar biasa dilihat dari maraknya Lembaga Bimbingan Belajar (LBB) atau dengan nama lain Lembaga Bimbinga Tes (LBT). Lembaga ini mereduksi belajar di Sekolah/Madrasah semua jenjang beberap tahun bisa dituntaskan dengan hanya beberapa bulan. Diperkuat lagi dengan marketing yang luar biasa dari LBB/LBT bahwa ketika belajar di Sekolah/Madrasah tidak cukup bisa memasuki pendidikan selanjutnya. Biaya yang dipatokpun juga hampir 3 kali lipat bahkan lebih. Kelulusannyapun dibuat greeting pada masing-masing LBB/LBT dengan klaim hasil didikannya.  Greeting ini tampil di semua media – baik cetak, elektronik dan social tiap saat dan waktu. Biaya yang besar ini menjadikan pemerintah “melirik” sektor ini untuk dikenai PPN.

Realtias kedua, terjadinya Evolusi tipe pengelolaan pendidikan milik pemerintah. Evolusi yang dimaksud adalah perubahan tipe pengelolaan yang terjadi pada jenjang pendidikan menengah (terutama sekolah menengah kejuruan) dan pendidikan tinggi yang bermula dari lembaga pendidikan tipe satuan kerja  Pendapatan Negara Bukan Pajak (SATKER PNBP) berubah menjadi badan layanan umum (BLU) dan berakhir tipe Badan Hukum. Perubahan ini merupakan bentuk perubahan mengarah liberalisasi dan komersialisasi pendidikan. Perubahan ini secara tidak langsung memacu pemerintah mengurangi subsidinya kepada lembaga pendidikan, sehingga memacunya untuk bisa mandiri secara keuangan. Ketika mandiri secara keuangan, maka lembaga pendidikan berpacu menerima mahasiswa baru dari keluarga masyarakat berpenghasilan menengah dan masyarakat berpenghasilan tinggi. Kondisi ini mendorong penerapan SPP/UKT yang mahal dan tinggi pada mahasiswa barunya. Pada akhirnya, masyarakat berpenghasilan rendah kesulitan mendapatkan akses pendidikan yang layak. Selain itu lembaga pendidikan tipe BLU dan Badan Hukum berlomba-lomba mendirikan lembaga bisnis untuk menambah pemasukannya karena negara semakin lama semakin mengurangi subsidinya. Bisnis yang diselenggarkan berkait dengan pendidikan seperti shrotcourse dengan biaya yang mahal dan yang sejenis. Ketika sudah seperti ini kondisinya, bisa dimaklumi kalau pemerintah mau menerapkan PPN bagi jasa pendidikan. 

Pajak  dan Linieritas Negara Kesejahteraan

Indonesia mendeklarasikan diri sebagai negara kesejahteraan. Hal itu diamanatkan di dalam UUD 1945. Negara kesejahteraan dapat dilihat sebagai kombinasi dari kolektivisme, kapitalisme, kebijakan kesejahteraan sosial dan demokrasi (Byun, n.d.). Secara umum, sebagian besar penerimaan pembiayaan negara kesejahteraan berasal dari dua sumber utama, baik penerimaan pajak umum maupun iuran jaminan sosial yang dibayarkan oleh pemberi kerja dan/atau pekerja. Sumber lain hanya memainkan peran kecil (Byun, n.d.).

Sementara pendapatan pajak dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran sosial, tidak ada hubungan langsung antara pajak dan jenis manfaat yang diterima oleh individu, sedangkan iuran jaminan sosial adalah cara keuangan, yang secara langsung menghubungkan pendapatan dengan sisi pengeluaran. Disinilah pentingnya pemerintah menerapkan pajak progresif bagi warga negara dalam kerangka melakukan redistribusi pendapatan dan kekayaan. Perluasan pendanaan dari pajak menurut Kangas dan Palme  yang dikutip (Morel & Palme, 2012) akan mengarah pada perluasan pemenuhan hak-hak sosial masyarakat. Akibatnya, peningkatan tingkat beban pajak secara umum memiliki efek positif pada kesinambungan fiskal negara kesejahteraan (Hyejin, 2018). Selain itu, reformasi pajak praktis harus menyiratkan keseimbangan antara kesetaraan dan standar hidup yang layak yang mendukung harapan hidup, peningkatan pendapatan pajak, dan efisiensi (Vatavu et al., 2019).

Namun dari kesemua itu, yang paling penting adalah bagaimana agar tidak ada “pengemplangan” pajak, tidak ada manipulasi pajak dan tidak ada korupsi di sektor ini sehingga bisa terealisasikan amanat konstitusi bahwa Negara ini merupakan welfare state. Wallahu a’lam.

Rujukan

Byun, Y.-H. (n.d.). How Does the Tax and Benefit Structure of the Welfare State Shape Popular Support for Redistribution? 0–16.

Hyejin, K. (2018). How Does a Welfare State achieves Fiscal Sustainability? A Study of the Impact of Tax Equity. In Taxes and Taxation Trends. InTech. https://doi.org/10.5772/intechopen.72527

Morel, N., & Palme, J. (2012). Financing the welfare state and the politics of taxation. The Routledge Handbook of the Welfare State, January, 401–409. https://doi.org/10.4324/9780203084229-47

Passion in Education. (2019, September 20). Types of Education: Formal, Informal & Non-formal. https://www.passionineducation.com/types-of-education-formal-informal-non-formal/

Vatavu, S., Lobont, O. R., Stefea, P., & Brindescu-Olariu, D. (2019). How taxes relate to potential welfare gain and appreciable economic growth. Sustainability (Switzerland), 11(15). https://doi.org/10.3390/su11154094

Perguruan Tinggi dan Honorary Appointment

Oleh: Dr. H. Muhammad Munadi, M.Pd
(Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah IAIN Surakarta)

Pengantar

Setiap ada pengukuhan doktor ataupun guru besar kehormatan pasti ada perdebatan. Perdebatannya seputar layak atau tidak layak. Hal ini disebabkan kebanyakan penerima gelar/jabatan akademik kehormatan (baik Doktor maupun Guru Besar/Profesor) pada posisi sedang dan telah menduduki posisi penting di bidang politik (Munadi, 2021).  Bila dilacak di internet memakai search engine, setidaknya diperoleh data sebagai berikut.

Tabel 1. Penerima Jabatan Guru Besar Kehormatan di Indonesia

No Nama Penerima Jabatan Penerima Tahun Penerimaan Pemberi Bidang
1. Otto Hasibuan     Universitas Jayabaya Hukum
2. Chairul Tanjung Ketua Komite Ekonomi Nasional 2010-2014 2015 Universitas Airlangga Ilmu Kewirausahaan
3. Makruf Amin Ketua Umum MUI 2017 Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang Ekonomi Islam
4. Susilo Bambang Yudhoyono Presiden RI 2004 – 2014 2014 Universitas Pertahanan Nasional Ilmu Ketahanan Nasional
5. Megawati Soekarno Putri Presiden RI 2002-2004 2021 Universitas Pertahanan Nasional Kepemimpinan Strategik 
6. Muhammad Syarifuddin Ketua MA 2021 Universitas Diponegoro Hukum

Tabel 1 menunjukkan bahwa penerima gelar, dominan sedang memegang posisi penting di bidang politik maupun memiliki jabatan politik.  Langkah berbeda dilakukan oleh Institut Teknologi Bandung, pemberian gelar/jabatan akademik kehormatan dominan atas pertimbangan akademik murni. Gambaran datanya sebagai berikut.

Tabel 2. Pemberian Jabatan Profesor Kehormatan oleh ITB

No Nama Asal Perguruan Tinggi Bidang Kajian
1. Professor Finn Erling Kydland Carnegie Mellon University Ekonomi
2. Professor Eiichiro Fukusaki Osaka University Bioteknologi
3. Professor Kazunari Yoshizawa Kyushu University Kimia Organik
4. Professor Kazuhito Fujiyama Osaka University Bioteknologi
5. Professor Ben L. Feringa University of Groningen Chiral compounds
6. Professor Julie Willis The University of Melbourne Architecture
7. Professor Johan Woltjer University of Groningen infrastructure management

(Institut Teknologi Bandung, 2021)

ITB memberikan gelar Profesor Kehormatan lebih pada dimensi keahlian, untuk pengembangan dan peningkatan kapasitas reputasi keilmuan civitas akademika. Tabel 1 dan 2 menunjukkan ragam pandangan obyektif dan subyektif dalam pemberian jabatan guru besar kehormatan. Namun semua itu kesemuanya mendasarkan pada kebijakan secara nasional dan kebijakan internal perguruan tinggi.

Kebijakan Berkait Guru Besar Kehormatan di Indonesia

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang PT  dalam Pasal 72 ayat 5 menyebutkan  bahwa Menteri dapat mengangkat seseorang dengan kompetensi luar biasa pada jenjang jabatan akademik Profesor atas usul Perguruan Tinggi. Ketentuan ini dioperasionalkan pada Permendikbud Nomor 40 Tahun 2012 pasal 2 menyebutkan bahwa menteri dapat menetapkan seseorang yang memiliki keahlian dengan prestasi luar biasa untuk diangkat sebagai Profesor/Guru Besar Tidak Tetap pada perguruan tinggi berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi.

Permendikbud Nomor 88 Tahun 2013 tentang Pengangkatan Dosen Tidak Tetap Dalam Jabatan Akademik Pada Perguruan Tinggi Negeri Pasal 2 (1) menyebutkan bahwa Menteri dapat menetapkan dosen tidak tetap pada perguruan tinggi negeri yang memiliki kompetensi luar biasa untuk diangkat dalam jabatan akademik profesor berdasarkan usulan dari perguruan tinggi dan rekomendasi dari Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi. (2) Kriteria yang digunakan untuk pengusulan sebagai profesor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah bahwa yang bersangkutan memiliki karya yang bersifat pengetahuan tacit yang memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi pengetahuan eksplisit di perguruan tinggi dan bermanfaat untuk kesejahteraan umat manusia (Luk Staf UGM, 2013).

Titik tekan kebijakan yang ada terletak pada 4 hal pokok, yaitu: usulan perguruan tinggi, seseorang yang memiliki keahlian dengan prestasi luar biasa, memiliki karya yang bersifat pengetahuan tacit yang memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi pengetahuan eksplisit di perguruan tinggi serta bermanfaat untuk kesejahteraan umat manusia.  Satu hal berkaitan dengan perguruan tinggi dan 3 hal lainnya berkaitan dengan orang yang diberi.  Ini berarti bahwa penetapan seseorang mendapatkan jabatan guru besar kehormatan harus lebih dominan memiliki pertimbangan keilmuan. Menjadi kontroversi sebenarnya tidak ada variasinya pemberian gelar/jabatan kehormatan baik dari sisi penerima maupun jenis jabatan kehormatan yang diberikan perguruan tinggi. 

Variasi Honorary Pada Perguruan Tinggi di Luar Negeri

Ada keragaman pemberian gelar/jabatan akademik kehormatan di luar negeri. Universitas Exeter Inggris memberikan gelar/jabatan akademik beragam diantaranya dapat dilihat pada table berikut.

Tabel 3. Jenis Honorary Appointment pada University of Exeter

Level of Honorary Appointment Non Bidang Medis Level of Honorary Appointment Non Bidang Medis
Honorary Professor Honorary Clinical Professor
Honorary Associate Professor Honorary Clinical Associate Professor
Honorary Senior Lecturer Honorary Clinical Senior Lecturer
Honorary Lecturer Honorary Clinical Lecturer
Honorary Senior Research Fellow Honorary Clinical Senior Research Fellow
Honorary Research Fellow Honorary Clinical Research Fellow
Honorary Associate Research Fellow Honorary Clinical Associate Research Fellow

(University of Exeter, 2021)

Tabel 3 menunjukkan bahwa bidang yang bisa diberi gelar/jabatan kehormatan pada bidang pendidikan/pengajaran serta penelitian sesuai keilmuan yang dikembangkan.

Perguruan tinggi lain yaitu University of Leicester, tidak begitu variatif dibandingkan dengan perguruan tinggi di atas. Jenisnya sebagai berikut.

  1. Honorary Professor
  2. Honorary Associate Professor
  3. Honorary Senior Lecturer
  4. Honorary Lecturer
  5. Honorary Fellow (University of Leicester, 2021)

Lebih sederhana lagi yang terjadi di Nottingham University, hanya ada empat kategori pengangkatan gelar kehormatan:

  1. Honorary Professor
  2. Honorary Fellow
  3. Honorary Associate Professor
  4. Honorary Assistant Professor (Nottingham University, 2021)

Dua perguruan tinggi di atas hanya fokus pada bidang pendidikan/pengajaran.

Kategori penerimanya dapat merujuk pada gambaran (The Academic Union Oxford , 2021)  sebagai berikut: dosen dan sivitas akademika, pejabat publik, seniman, pimpinan perusahaan dan organisasi inovatif, para filantropis dan pemberi hibah

Untuk bisa diangkat pada jabatan-jabatan yang ada memiliki syarat yang luar biasa berat, diantaranya:

  1. Prestasi profesional yang luar biasa
  2. Pengakuan sebagai ahli terkemuka dalam profesi atau pekerjaan mereka
  3. Kontribusi unik di bidang keahlian mereka
  4. Individu harus secara akademis memenuhi syarat untuk status yang diusulkan
  5. Menjadi otoritas terkemuka di bidangnya secara nasional/internasional
  6. Kontribusi luar biasa untuk pendidikan atau penelitian atau keduanya.
  7. Memiliki pengalaman, dan komitmen yang ditunjukkan untuk mengembangkan keunggulan dalam penelitian dan/atau pendidikan (University of Exeter, 2021) (University of Leicester, 2021) (Nottingham University, 2021)  (Georg-August-Universität Göttingen, 2021)..

Paparan di atas menunjukkan bahwa pemberian gelar/jabatan kehormatan memiliki tujuan yaitu memungkinkan penguatan hubungan antara perguruan tinggi dengan industri, perdagangan dan profesi. Dengan demikian menjadikan mereka bisa berparisipasi secara kolaboratif dalam pendanaan perguruan tinggi maupun kegiatan pendidikan/pengajaran, penelitian, atau pengawasan bersama untuk penelitian sarjana maupun pascasarjana.

Penutup

Perlu ada kehatia-hatian tersendiri pada perguraun tinggi (PT) dalam memberikan jabatan/gelar kehormatan agar tidak ada kesan bahwa perguruan  tinggi obral gelar dan jabatan akademik, asas proporsionalitas dan profesionalitas juga harus dijunjung oleh PT sehingga tidak berdampak pada runtuhnya semangat life long learning pada generasi muda. 

Bibliography

AARHUS UNIVERSITY. (2021, February 25). Conferment of the title honorary professor/associate professor. Retrieved from https://medarbejdere.au.dk/en/faculties/business-and-social-sciences/employment-and-career/staff-policies/conferment-of-the-title-honorary-professorassociate-professor/#:~:text=The%20title%20of%20honorary%20professor,with%20the%20faculty’s%20academic%20ac

Georg-August-Universität Göttingen. (2021). Honorary Professor. Retrieved from https://www.uni-goettingen.de/en/honorary+professor/304462.html

Institut Teknologi Bandung. (2021). Honorary Professor. Retrieved from https://www.itb.ac.id/honorary-professor

Luk Staf UGM. (2013, Agustus 22). Peraturan Meteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 88 Tahun 2013 tentang Pengangkatan Dosen Tidak Tetap Dalam Jabatan Akademik Pada Perguruan Tinggi Negeri. Retrieved from https://luk.staff.ugm.ac.id/atur/Permendikbud88-2013PengangkatanDosenTidakTetap.pdf

Munadi, M. (2021). Penganugerahan Gelar Doktor Kehormatan : Problem dan Prospek. In M. Munadi, Manajemen Pendidikan Tinggi di Era Revolusi Industri 4.0 (pp. 21-26). Jakarta: Prenada Media. Retrieved from https://books.google.co.id/books?id=1pLyDwAAQBAJ&pg=PA21&lpg=PA21&dq=muhammad+munadi+dan+PENGANUGERAHAN+GELAR+DOKTOR+KEHORMATAN+:+PROBLEM+DAN+PROSPEK&source=bl&ots=6TwX6TAyM4&sig=ACfU3U1pAK1zKowAtyYy6hHzEbor-UgM9A&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwi66-X-w4rxAhWVc30KH

Nottingham University. (2021, February). Guidelines for Honorary Appointments. Retrieved from https://www.nottingham.ac.uk/registrar/registrars-office/guidelines-for-honorary-appointments.aspx

The Academic Union Oxford . (2021). Honorary Professor of the Academic Union, Oxford (AUO). Retrieved 2021, from https://oau.ebaoxford.co.uk/about-us-oau/about-honorary-professor-title

University of Exeter. (2021). Retrieved from https://www.exeter.ac.uk/staff/employment/honorary/

University of Leicester. (2021). Honorary titles. Retrieved from https://le.ac.uk/cls/people/honorary