Demokrasi Kita Akan Matang

Oleh: Ahmad Zia Khakim, S.H.
(Alumni fakultas Syariah IAIN Surakarta dan Kandidat PKPA UII Yogyakarta)

Sungguh sebuah demokrasi yang anakronistik. Di mata kebanyakan rakyat Indonesia, demokrasi sekarang ini yang tampak hanyalah kebebasan orang untuk bicara, mengkritik, dan memaki. Ini demokrasi yang tidak produktif bagi kesejahteraan rakyat dan karena itu tidak relevan dengan kepentingan rakyat yang masih papa dan miskin ini. Banyak hal ternyata yang harus kita renungkan bersama. Semoga. (Sumber: Seputar Indonesia, 19 September 2012)

Era demokrasi liberal betul-betul akan semakin menjadi-jadi pasca pilkada serentak yang akan segera dimulai di negeri ini. Hawa kompetisi dan hawa demokrasi akan kembali kita rasakan. Mulai tingkat RT hingga eksekutif, yudikatif, legislatif dan semua yang berhubungan dengan politik. Tidak menjadi persoalan politik praktis, asalkan dengan niat luhur dan mengindahkan nilai-nilai luhur bangsa kita.

Jangan pernah bosan untuk berproses. Bangsa yang besar ini banyak menerima ujaran dan kritikan di luar sana. Miris melihat sebuah demokrasi yang didalamnya orang bisa begitu berani mencaci maki presidennya secara terbuka di media masa dan media sosia atau ketika seseorang bisa memenangkan pemilihan anggota DPR, presiden, gubernur, bupati, dan walikota, hanya karena keunggulannya dalam politik transaksional yang bersifat material atau jika seseorang menjadi menteri hanya karena menyumbang kepada sebuah partai politik sekian miliar rupiah atau bahkan jika seseorang bisa dicalonkan oleh suatu parpol dalam pilkada hanya karena yang bersangkutan memiliki kemampuan logistik tinggi dan lain sebagainya. Miris, dan sampai kapan kita akan terus-terusan seperti ini?

Semua dikembalikan kepada kita semua, sebagai warga negara yang baik. Di tengah persaingan Global dan percaturan dunia yang semakin nyata dan menjadi-jadi, kita tidak boleh kalah dan lelah apalagi pesimis sedikitpun, untuk terus memperbaiki kualitas SDM kita. Kita punya modal besar untuk bersaing di percaturan dunia dan SDA melimpah ruah. Sebagai mahasiswa dan seluruh elemen yang berada di dalam kampus punya kewajiban besar untuk mempersiapkan generasi sebaik-baiknya menjadi generasi khoiruummah. Menghasilkan generasi-generasi unggul dan siap pakai di dalam masyarakat.

Untuk itulah, kita jangan pernah bosan untuk berbuat baik dan harus terus membangun. Jangan mudah mengeluarkan cacian atau makian yang akhirnya malah deskontruktif. Itu semua hanya akan berdampak pada struktur sosial dan minda (mindset kita). Kewajiban untuk membangun alam demokrasi dan tatanan struktur sosial kita harus dimulai dari grassroot masyarakat paling bawah (keluarga) hingga parlemen penyelenggara negara.

Di tahun 2018 hingga 2019, berbagai isu akan terus berkeliaran di media sosial. Berbagai tebaran hoax dan informasi akan terus membanjiri media Indonesia. Harapan saya semoga masyarakat tetap fokus pada pembangunan di masing-masing pos yang telah kita isi. Jangan terpancing sehingga membuat kita terpecah belah dan menjadikan negara ini lemah. Ibu rumah tangga tetap menjalankan perannya, pak RT/RW, lurah, camat, bupati, walikota, gubernur, hingga presiden, tak perlu gampang rusuh karena perbedaan suara dukungan partai. Malah sepatutnya tetap fokus pada kepentingan hajad hidup masyarakat banyak dan kebutuhan umat. Jika itu terjadi niscaya kita akan terus berkembang menuju negara yang maju, adil, makmur  dan sejahtera seperti yang dicita-citakan para pendiri republik ini. Mari kita terus berjuang dan membangun negara ini di bidang masing-masing. Hidup secara mulia dan matipun dengan cara yang mulia.