Demokrasi Yang Terdidik

Ahmad Nugroho – Alumni KPI STAIN Surakarta

#banggaIAINSurakarta

Pesta demokrasi adalah pesta dari seluruh rakyat. Ini yang menjadi amanah demokrasi yang sesungguhnya. Dari Rakyat Oleh Rakyat dan Untuk Rakyat. Jika kalah maka kekalahan akan ditanggung oleh seluruh rakyat dan jika menang maka kemenangan akan dimiliki oleh seluruh rakyat. Ini seharusnya.

Lalu apakah rakyat sudah merasakan pesta yang dimaksud? Belum, adalah jawaban dari realita yang ada. Pesta yang harusnya penuh dengan kegembiraan, suka cita dan kebersamaan malah penuh dengan cacian, hujatan dan bahkan fitnah yang bertebaran.

Demi sebuah kata “menang” dari “lawan” dari kontestan lain, sebagian masyarakat dengan tega menghujat, mencaci dan memfitnah sebagian masyarakat yang lain. Kondisi yang sama juga ditunjukkan oleh para elit politik yang tidak memberikan kedewasaan dalam pertarungan ide dan gagasan melainkan kritik yang tidak berimbang yang selalu dilontarkan.

“Lawan”, yang dilawan mati-matian dengan segala cara, realitanya adalah sahabat bahkan keluarga kita sendiri. Lalu kemenangan apa yang didapat dari perlawanan ini? Padahal yang dilawan adalah sesama anak bangsa.

Miris memang, semakin dekat dengan puncak kontestasi politik negeri ini, masih saja bersliweran hoax, hujatan, hinaan bahkan fitnahan. Mengaku salah jika memang salah bukanlah suatu kekalahan. Memberi pujian kepada lawan adalah sikap ksatria. Karena kemenangan memang seharusnya milik bersama. Bukan untuk salah satu kontestan.

Lima kali debat, lima kali pula kita dipertontonkan sikap elit politik yang kurang dewasa. Bukan hanya kurang dewasa, tapi kurang berisi. Bukan adu gagasan secara riil dan terukur tapi lebih sering saling serang, saling mencari pembenaran dan sedikit menghargai arti perjuangan dari sesama anak bangsa. Bukankah puncak dari pesta demokrasi ini untuk memajukan negeri ini. Kalau pra dan pasca pemilu masih saja penuh dengan hujatan dan saling mencurigai apakah negeri ini akan maju?

Kemenangan demokrasi seharusnya kemenangan untuk seluruh rakyat bukan kemenangan sebagian rakyat pendukung salah satu paslon yang menang. Harapannya, para kontestan yang kalah nantinya mau dan secara sukarela memberikan ide gagasannya kepada para kontestan yang menang jika memang ide gagasan itu bisa mengembangkan bangsa. Sebaliknya pula, bagi para kontestan yang menang sebaiknya dengan sikap bersahaja merangkul para kontestan lain untuk bersama-sama membangun bangsa bukan lantas dengan angkuh meremehkan para kontestan yang kalah sehingga menimbulkan “lubang-lubang jalanan” dalam proses pemerintahan nantinya.

Pesta demokrasi ini bukanlah gembar gembor semata, bukan hanya war wer wor suara bising knalpot dijalanan. Pesta demokrasi ini harus mendewasakan kita sebagai satu kesatuan bangsa. Pra puncak hari pengambilan suara kita sudah dipertontonkan dengan kurangnya kedewasaan para elit pollitik, namun masih tersisa harapan bahwa pasca perhitungan suara 17 April 2019 nanti kita akan menjadi negara demokrasi yang terdidik dan berkemajuan.