Full Luring, Wisuda Ke-49 UIN RM Said Surakarta Sebagai Wujud “Peran Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) dalam Menghadapi Perubahan Iklim”

SINAR- Sabtu (12/3) Bertempat di Boulevard kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Mas Said Surakarta, 629 wisudawan mengikuti prosesi wisuda ke 49 yang digelar secara luring. Lokasi boulevard dipilih karena memperhatikan arahan dari satgas covid setempat yang menganjurkan untuk menggelar prosesi wisuda di tempat terbuka. Para wisudawan yang mengikuti prosesi wisuda juga diwajibkan dalam kondisi yang sehat, dibuktikan dengan surat tes antigen dengan hasil negatif. Dalam laporannya ketua panitia wisuda Dr. Imam Makruf, S.Ag., M.Pd melaporkan, wisuda ke 49 kali ini diikuti oleh 629 wisudawan yang terdiri atas Program Doktor (S3) sejumlah 2 orang, Pascasarjana/Magister (S2) sejumlah 23 orang dan Program Sarjana (S1) sejumlah 604 orang, terangnya.

Sementara itu Rektor UIN Raden Mas Said Surakarta Prof. Dr. H. Mudofir, S.Ag., M.Pd., dalam sambutannya menyampaikan, tema wisuda kali ini adalah “Peran Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) dalam Menghadapi Perubahan Iklim”. Pilihan tema ini bertujuan untuk mendorong kita menyadari, mengenali, dan melaksanakan agenda-agenda mitigasi krisis lingkungan akibat perubahan iklim pada level yang bisa kita lakukan sesuai fungsi kita sebagai kelompok masyarakat strategis di perguruan tinggi Islam. Ada tiga ancaman utama umat manusia di masa kini dan masa depan, yakni: mikroba, perang nuklir, dan perubahan iklim. Tiga ancaman ini sebagian telah terjadi dan kita rasakan, namun dalam batas-batas tertentu, telah dapat dilalui meskipun dengan korban-korban yang terus berjatuhan.

Diakui, di setiap umat manusia melewati masa-masa krisis, selalu ada hikmah yang menyertai, yakni: munculnya kerjasama antar umat manusia secara lebih baik lagi; ditemukannya sains dan teknologi serta inovasi-inovasi sebagai respons penanganan krisis. Bagaimana peran PTKIN dimainkan dalam ikut serta memitigasi krisis lingkungan akibat perubahan iklim? Menurut saya, ada sekurang-kurangnya tiga tindakan yang bisa dilakukan. Pertama, memasukkan isu-isu krisis lingkungan dan perubahan iklim dalam kurikulum Pendidikan kita dalam balutan teologis. Kedua, mendorong tema-tema riset mahasiswa baik S1, S2, dan S3 (termasuk para dosen) dengan pendekatan perspektif lingkungan dan perubahan iklim. Apapun judul risetnya selalu didekati dengan perspektif lingkungan dan perubahan iklim, dan ketiga, terus-menerus memupuk pandangan dunia komunitas kampus yang responsif terhadap lingkungan dan perubahan iklim sehingga diharapkan menjadi agen-agen efektif bagi gerakan mitigasi lingkungan hidup.

Di kesempatan yang baik ini, kami mengajak para wisudawan-wisudawati menjadi bagian dari proyek visioner global menyelamatkan warisan bumi yang satu-satunya ini melalui peran kita masing-masing. Seruan yang terkesan bombastis ini, kelak akan menjadi fakta yang memaksa kita semua saling bahu-membahu menghadapinya dengan penuh air mata dan kerendahan hati. (Zat/ Humas Publikasi)