Indonesia Krisis Integritas Moral

Oleh: Rohana Kudus
(Mahasiswa Jurusan Manajemen Bisnis Syariah FEBI IAIN Surakarta)

Bangsa Indonesia saat ini tengah memasuki masa transisi. Pada era reformasi ini banyak harapan besar bagi Indonesia untuk bangkit dan tumbuh menjadi negara yang kuat dan maju. Namun, dapat kita lihat kenyataannya sekarang harapan-harapan tersebut belum banyak yang terwujud atau mungkin hanya menjadi angan-angan negara Indonesia saja. Justru masyarakat Indonesia saat ini mayoritas mulai mengenyam kebebasan yang sering disalah pahami sampai bertindak semana-mena sehingga memunculkan berbagai permasalahan yang membuat Indonesia mengalami krisis integritas moral. “Integritas kita hampir tidak bisa menemukan institusi hukum di bawah lima nilainya, tidak ada lagi masyarakat yang percaya institusi hukum kecuali terpaksa,” kata Mahfud MD. Krisis integritas moral ini menyabkan timbulnya permasalahan. Salah satu permasalahan yang sering terjadi di Indonesia dan bahkan belum juga hilang adalah kasus korupsi.

Timbulnya era reformasi ini yang sebenarnya bertujuan untuk memberantas korupsi justru kasus korupsi semakin hari semakin subur dan mekar. Sangat ironis, korupsi yang dulunya hanya terjadi di tingkat pusat sekarang menyebar ke tingkat daerah dan bahkan  hampir semua lembaga negara tidak bisa dikatakan bersih dari kasus korupsi. Korupsi saat ini sudah melanda banyak orang, entah itu pada penguasa politik, ekonomi, dan militer. Berkaitan dengan integritas moral seharusnya institusi hukum maupun masyarakat perlu menghayati dan mengembangkan budaya jujur, bersih, rasa tanggung jawab, dan rasa malu. Namun kenyataannya rasa malu pada masyarakat Indonesia sudah mulai menghilang. Lihat saja para pidana korupsi yang tampil dengan bangganya dan tidak punya rasa malu ketika tersorot media. Parahnya lagi fasilitas dan pelayanan penjara pidana korupsi sudah seperti kamar hotel berbintang lima dibandingkan dengan fasilitas penjara pencuri buah mangga di rumah tetangga hanya demi mengisi perutnya yang kosong.

Tak habis pikir, mengapa pejabat tinggi masih saja memakan uang rakyat yang seharusnya diberikan kepada rakyat-rakyat kecil supaya mereka hidup sejahtera. Apakah para koruptor tidak melihat susahnya masyarakat kecil mencari nafkah dari pagi sampai malam hanya demi sesuap nasi untuk keluarganya. Sedangkan mereka hanya duduk santai di ruangan ber AC dengan enaknya merampas hak rakyat. Apakah mereka tidak merasa malu? Indonesia yang saat ini sedang dijajah bangsa asing dengan berbagai cara, ditambah para pejabat yang sibuk memperbesar kantong pribadi. Apa daya masyarakat kecil yang tidak memiliki bukti apa-apa untuk meminta pertanggung jawaban kepada pemimpinnya. Hanya dengan rasa pasrah dan terpaksa masyarakat kecil diperlakukan tidak adil karena apa? karena keadilan masih berpihak kepada penguasa.

“Termasuk juga dunia reformasi, yang sekarang semakin tidak jelas apa tanda-tanda yang disebut reformasi itu, siapa pelakunya, mana pahlawannya, mana manipulatornya, mana oportunisinya, apa konsepnya, bagaimana spektrum nilainya, seberapa jangkauan ruang dan waktunya, siapa saja yang maling teriak maling.” Kata Emha Ainun Nadjib. Keteladanan pemimpin sangat dibutuhkan di Indonesia. Upaya perbaikan integritas moral sebaiknya dimulai dari seorang pemimpin. Seharusnya pemimpin dituntut untuk memiliki integritas moral yang baik dari sikap jujur, adil, lebih memihak rakyat, bersih, dan bertanggungjawab.. Tidak bisa ditawar-tawar atau dinego lagi , karena hal tersebut berkaitan dengan kepercayaan masyarakat terhadap pemimpinnya. Apabila para pemimpin tidak memiliki moral yang baik maka masyarakat tidak akan percaya lagi terhadap pemimpinnya atau bahkan bisa juga masyarakat mengikuti moral pemimpin tersebut. Jika masyarakat sudah mengikuti moral yang tidak baik dari pemimpin tersebut maka hancurlah bangsa ini. Lalu siapa yang harus disalahkan?

Dalam bukunya Prof Gunawan dan Ari Wulandari yang berjudul Revolusi Mental Pembentukan Karakter Bangsa Indonesia mengatakan bahwa “pelaksanaan hukum di Indonesia kiranya belum mampu menjamin keadilan. Aparat penegak keadilan belum sepenuhnya mampu memberi rasa keadilan bagi masyarakat pencari keadilan. Keadilan nampaknya masih berpaling pada para penguasa, entah penguasa politik, ekonomi, maupun militer.” Lantas harus kepada siapakah masyarakat pencari keadilan percaya?