Isyarat Ilmiah Bag. 1

muslimah edit

Muslimah Susilayati

Staf IAIN Surakarta

Setiap Muslim wajib mempelajari dan memahami Al-Qur’an. Seorang Muslim diperintah Al-Qur’an untuk tidak beriman secara membabi-buta (taqlid), tetapi dengan mempergunakan akal pikiran. Al-Qur’an mengajak umat manusia untuk terus berdialog dengannya di sepanjang masa. Semua kalangan dengan segala keragamannya diundang untuk mencicipi hidangannya, hingga wajar jika kesan yang diperoleh pun berbeda-beda. Ada yang terkesan dengan kisah-kisanya seperti as-Sa’labi dan al-Khazin; ada yang memerhatikan persoalan bahasa dan retorikanya seperti az-Zamakhsyari; atau hukum-hukum seperti al-Qurtubi. Masing mempunyai kesan yang berbeda sesuai kecenderungan dan suasana yang melingkupinya[1].

Kalaulah ayat-ayat hukum, muamalat, akhlak dan akidah merupakan ‘petunjuk’ bagi manusia untuk mengenal dan mencontoh perilaku Tuhan, bukankah ayat-ayat ilmiah juga petunjuk akan keagungan dan kekuasaan Tuhan di alam raya ini?[2]

Salah satu isyarat ilmiah pada Q.S Yunus ayat 5:

5

 

 

 

 

  1. Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak[669]. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.

[669] Maksudnya: Allah menjadikan semua yang disebutkan itu bukanlah dengan percuma, melainkan dengan penuh hikmah.

 

 Tafsir Jalalayn pada QS. Yunus ayat 5:

(Dialah yang menjadikan matahari bersinar) mempunyai sinar (dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya bagi bulan) dalam perjalanannya (manzilah-manzilah) selama dua puluh delapan malam untuk setiap bulan, setiap malam daripada dua puluh delapan malam itu memperoleh suatu manzilah, kemudian tidak tampak selama dua malam, jika jumlah hari bulan yang bersangkutan ada tiga puluh hari. Atau tidak tampak selama satu malam jika ternyata jumlah hari bulan yang bersangkutan ada dua puluh sembilan hari (supaya kalian mengetahui) melalui hal tersebut (bilangan tahun dan perhitungan waktu, Allah tidak menciptakan yang demikian itu) hal-hal yang telah disebutkan itu (melainkan dengan hak) bukannya main-main, Maha Suci Allah dari perbuatan tersebut (Dia menjelaskan) dapat dibaca yufashshilu dan nufashshilu, artinya Dia menerangkan atau Kami menerangkan (tanda-tanda kepada orang-orang yang mengetahui) yakni orang-orang yang mau berpikir[3].

 

Tafsir Quraish Shihab pada QS. Yunus ayat 5:

Tuhan kalianlah yang menciptakan langit dan bumi, yang menjadikan matahari memancarkan sinar dan bulan mengirimkan cahaya. Dialah yang menjadikan tempat-tempat beredarnya bulan, sehingga cahayanya berbeda-beda sesuai dengan tempat edarnya ini, dengan maksud agar kalian dapat mempergunakannya untuk memperkirakan waktu kalian dan dapat mengetahui bilangan tahun dan hisab(1). Allah tidak akan menciptakan itu semua kecuali dengan hikmah. Dialah yang menjelaskan bukti-bukti yang menunjukkan ketuhanan dan kesempurnaan kekuasaan-Nya di dalam kitab suci-Nya, agar kalian merenunginya dengan akal kalian dan memenuhi tuntutan ilmu pengetahuan. (1) Matahari adalah benda langit yang menyala dan memancarkan sinar dari dirinya sendiri serta sebagai sumber kekuatan bagi bumi, seperti sinar dan panasnya. Sedangkan bulan tidak memancarkan sinar dari dirinya sendiri, tetapi memantulkan atau mengembalikan sinar matahari yang jatuh di permukaannya, sehingga terlihat seolah tampak bercahaya. Tempat-tempat beredarnya bulan tidak sama jika dilihat dari bumi dan matahari. Hal inilah yang menghasilkan bentuk-bentuk bulan. Dari sini dimungkinkan untuk menentukan bulan-bulan kamariah, yaitu tanda-tanda angkasa yang jelas untuk menentukan bulan. Dalam mengelilingi bumi, bulan memakan waktu selama 29 hari, 12 jam, 44 menit, 2,8 persepuluh detik[4].

 

Tafsir Ilmi Kementerian Agama RI pada QS. Yunus ayat 5:

Frasa ‘adadus sinin terdiri dari dua kata: ‘ada dan sinin. Kata yang pertama merupakan bentuk masdar darikata kerja ‘addaya’uddu – ‘addan – ‘adadan, yang artinya menghitung. Dengan demikian, ‘adda berarti hitungan. Adapun yang kedua merupakan bentuk jamak (plural) dari sinn atau sanah, yang artinya tahun. Dengan makna etimologi yang seperti ini maka istilah ‘adadus sinin dapat diartikan “hitungan tahun-tahun”.

Tahun adalah satuan hitungan waktu yang biasa dipergunakan manusia untuk mengetahui perjalanan mada dalam kehidupan mereka. Dalam menghitung waktu ini mereka berpedoman pada matahari dan bulan. Penetapan ini didasarkan pada pengamatan yang dilakukan diketahui bahwa keduanya merupakan benda langit yang bergerak dalam orbitnya secara pasti dan dalam kurun waktu yang tetap. Karena itu, menjadikan keduanya sebagai pedoman waktu merupakan ijtihad yang tepat dan disepakati secara umum. Sejak penetapan ini, sebagian besar manusia di planet bumi sepakat untuk menggunakannya sebagai hitungan waktu, yang disebut kalender, seperti yang ada saat ini.

Matahari oleh ayat ini disebut sebagai diya’, sesuatu yang bersinar, karena benda langit ini memiliki cahayanya sendiri. Adapun bulan disebut nur, karena bulan ini tidak memiliki sumber cahaya sendiri. Selanjutnya, Allah menegaskan pula bahwa bulan yang beredar mengelilingi bumi telah ditetapkan posisi-posisinya. Kedudukan-kedudukannya di angkasa selalu tetap dalam keadaannya mengelilingi bumi. Ketika bumi bergerak mengelilingi matahari, maka bulan juga bergerak mengelilingi bumi dan bersamaan dengan itu mengelilingi matahari.

Sementara itu, selain berotasi, bumi juga bergerak dalam garis edarnya berbentuk elips yang mengelilingi matahari. Perputaran berlangsung secara terus-menerus dan dalam garis edar yang tetap. Bahkan, semua benda langit yang meliputi bintang, bulan, dan planet-planet lain juga berputar pada orbitnya masing-masing yang tetap. Tidak ada satu pun yang menyimpang atau berubah dari keteraturan ini. Sebagai akibat tetapnya bumi dalam pergerakan pada orbitnya mengelilingi matahari, rentang waktu yang diperlukan juga selalu tetap. Berdasarkan pada fenomena inilah pergerakan matahari dapat dijadikan sebagai dasar bagi perhitungan waktu[5].

Diskusi Ilmiah QS. Yunus ayat 5:

Orang awam terkadang sulit membedakan sinar dan cahaya sehingga kurang tepat dalam penyebutannya, misalnya cahaya matahari, cahaya lampu, cahaya bulan. Dalam fisika terdapat perbedaan yang mendasar antara sinar dan cahaya. Sinar adalah suatu yang terpancar langsung dari benda yang terbakar serta bercahaya dengan sendirinya manakala sinar ini jatuh pada benda yang gelap maka sinar tersebut akan memantul. Sinar memancarkan radiasi elektromagnetik. Ada sinar yang dapat dilihat/kasat mata dan ada yang tidak. Berdasarkan panjang gelombangnya, sinar dapat dibedakan menjadi:  sinar inframerah (IR), sinar tampak (cahaya), sinar ultraviolet (UV), sinar X, sinar gamma (g). Matahari menghasilkan sinar yang dibedakan warnanya dalam spektrum sinar tampak dan sinar tidak tampak. Salah satu sinar tidak tampak adalah sinar ultraviolet yang berada pada spektrum warna violet.

Sinar tak tampak lainnya adalah Sinar-X, Sinar Gamma dan Sinar Kosmik, yang memiliki panjang gelombang lebih pendek daripada Sinar Ultraviolet dan bila tidak dikontrol sangat berbahaya bagi kehidupan manusia dan makhluk lainnya[6].

Komposisi Sinar Matahari Sumber: http://madurabiofir.weebly.com/sejarah-biofir.html
Komposisi Sinar Matahari

Cahaya adalah energi berbentuk gelombang elektromagnetik yang kasat mata dengan panjang gelombang sekitar 380 – 750 nm[7].

3

Sumber: https://id.wikipedia.org
Sumber: https://id.wikipedia.org

Sebenarnya sebagaian besar benda yang ada di sekeliling kita merupakan benda gelap=tidak dapat dilihat dan tidak berwaran. Namun ketika cahaya datang kepada benda gelap tersebut kemudian dipantulkan sesuai karakteristik masing-masing. Sehingga kita dapat melihat, meng
identifikasi dan membedakannya, termasuk dapat melihat bulan. Dengan adanya cahaya, kita dapat melihat menggunakan alat optik yang spektakuler bernama “mata”. “Andaikan kita tahu….Bagaimana Allah mengatur urusan hidup kita, pasti hati kita akan meleleh karena cinta kepada-Nya” (Ibn Al-Qayyim Al-Jauziyyah )[8].

Wallahu a’lam bish-shawabi….

 

Catatan kaki:

[1] Badan Litbang & Diklat Kementerian Agama RI, Tafsir Ilmi Manfaat Benda-Benda Langit dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains, Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Jakarta, 2012, hlm.xxi.

[2] Ibid, hlm. xxiv

[3] http://tafsirq.com/10-yunus/ayat-5, diakses pada kamis, 31 Maret 2016

[4] http://tafsirq.com/10-yunus/ayat-5#tafsir-quraish-shihab, diakses pada kamis, 31 Maret 2016

[5] Badan Litbang & Diklat Kementerian Agama RI, op. Cit. hlm. 72 – 73.

[6] http://madurabiofir.weebly.com/sejarah-biofir.html, diakses pada, jum’at, 1 April 2016

[7] Karen E. Kalumuck (2000). Human body explorations: hands-on investigates of what makes us tick. Kendall Hunt. p. 74. ISBN 9780787261535.

[8] http://putriciasynthesa.tumblr.com/, diakses pada jum’at, 1 April 2016