Jangan Lupakan Bahasa Ibu

Oleh: Triningsih, SIP
(Pustakawan Muda IAIN Surakarta)

Bahasa bukan saja hanya sekedar alat komunikasi. Melalui bahasa, manusia dapat saling mengenal satu sama lain di penjuru dunia ini. Kita bisa membayangkan apa jadinya jika kehidupan ini tidak ada bahasa? Tentu akan bisu serta gelap gulita.

Masyarakat Indonesia sudah seharusnya bangga kepada para pendahulu yang telah mengambil langkah bijaksana dengan mengakui Bahasa Ibu. Ada banyak sekali Bahasa yang ada di negeri tercinta kita ini sebagai unsur dari kebudayaan nasional. Seperti Bahasa Jawa, Sunda, Bali, Madura, Bugis, Makassar, Batak, dan lain sebagainya.

Keragaman bahasa dan multilingualisme adalah aspek penting untuk pembangunan berkelanjutan. Hal tersebut telah menjadi perhatian dunia. Salah satu organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yaitu UNESCO (United Nations of Educational, Scientific, and Cultural Organization) sebagai wadah Organisasi Pendidikan, Ilmiah, dan Kebudayaan pada November 1991 telah menetapkan 21 Februari sebagai Hari Bahasa Ibu Internasional.

Keraf (1984) mengatakan bahwa bahasa adalah alat komunikasi antar anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Lebih jauh lagi Hamidullah Ibda (2017) menyatakan bahwa bahasa digunakan untuk menyampaikan keinginan, menjelaskan ide atau gagasan, mengungkapkan pikiran pada orang lain. Artinya, semakin baik bahasa seseorang maka akan baik pula gagasan, ide, dan pikiran yang disampaikan pada publik. Begitu sebaliknya.

Simbol Eksistensi

Sebelum anak mengetahui hiruk pikuk dunia ini, ia hanya mengetahui satu bahasa saja yaitu bahasa ibunya. Anak akan belajar memahami kehidupan di masyarakat, sekolah, maupun yang lebih luas lagi dengan terlebih dahulu belajar bahasa ibu. Bahasa ibu adalah bahasa yang pertama kali diperkenalkan ibu kepada anak-anaknya.

Bahasa akan membuat seseorang menjadi paham akan pengetahuan. Begitu pula dalam lingkungan sekolah yang mendidik untuk memajukan pendidikan nasional. Bahasa ikut andil peran dalam pendidikan nasional. Karena dengan bahasa anak didik menjadi cerdas. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 3 UU No. 20 /2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Nababan, Sri Utami Subyakto (1992:157) dalam bukunya Psikolinguistik: Suatu Pengantar, mengatakan bahwa karakter dalam arti sikap atau perilaku berhubungan erat dengan bahasa, dan hubungan ini bersifat logis atau struktural karena bahasa merupakan cermin sikap dan perilaku seseorang. Bahasa adalah simbol eksistensi manusia. Dari bahasanya, seseorang dapat diketahui keinginannya, latar belakang pendidikannya, adat istiadatnya, bahkan daerah atau negara asalnya. Ada ungkapan “Bahasa menunjukkan bangsa”. Bahasa merupakan budaya yang dimiliki oleh setiap kelompok atau bangsa.

Introspeksi

Jika diantara kita tertimba atau terkena bahasa yang kurang bagus, bahasa dapat kita gunakan juga untuk monolog atau percakapan dengan diri sendiri. Dalam hal ini biasanya untuk merenung, berpikir, berkhayal, berdo’a, dan lain sebagainya. Kita bisa instrospeksi diri dan muhasabah diri untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik lagi tentunya. Penyair Kairo Syauki Bek pernah mengatakan : “suatu bangsa tergantung pada moral (akhlak) nya, jika bangsa tersebut tidak memperhatikan lagi moralnya, maka tunggulah kehancurannya”.

Mari di Hari Bahasa Ibu Internasional 21 Februari kita gunakan bahasa yang bagus untuk kehidupan. Tidak ada salahnya kita gunakan bahasa Internasional guna mendapatkan ilmu pengetahuan yang lebih baik di kancah internasional. Namun, jangan lupakan bahasa ibu. Karena bahasa ibu adalah bahasa yang pertama kali mengajarkan kita kehidupan ini jauh-jauh sebelumnya. Dengan bahasa, moral (akhlak) seseorang dapat terlihat.

(Artikel Opini ini telah dimuat di Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat Yogyakarta, Edisi Sabtu Pahing 20 Februari 2021, halaman 11)