Jati Diri Bangsa Indonesia


Ahmad Zia Khakim, S.H – Alumni Fak. Syariah IAIN Surakarta

Di tengah perdebatan ideologi yang kembali marak di masyarakat, suasana ini berdampak kepada ketahanan negara kita. Perbedaan pendapat yang berlarut-larut berulang kali mencuat di tengah degradasi karakter nasionalisme anak bangsa. Jangan lupakan bahwa idealnya setiap bangsa harus memiliki suatu konsepsi (ide maupun cita-cita).

Dalam pidatonya di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), pada 30 September 1960, Presiden Soekarno memperkenalkan Pancasila kepada dunia. Soekarno mengingatkan pentingnya konsepsi dan cita-cita bagi suatu bangsa.

“arus sejarah memperlihatkan dengan nyata bahwa semua bangsa memerlukan suatu konsepsi dan cita-cita. jika mereka tak memilikinya atau konsepsi dan cita-cita. Jika mereka tak memilikinya atau jika konsepsi dan cita-cita itu menjadi kabur dan usang, maka bangsa itu adalah dalam bahaya”. (Soekarno, 1989: 64)

Konsepsi kenegaraan dan hukum setiap negara bangsa memiliki kekhasannya masing-masing sesuai dengan latar belakang kesejarahan, kondisi sosial-budaya, serta karakteristik bangsa yang bersangkutan. Salah satu karakteristik Indonesia yakni sebagai negara-bangsa yang besar, luas dan majemuk.

Sebuah negara-bangsa yang mengikat lebih dari lima ratus suku bangsa dan bahasa, ragam agama, budaya, serta kelas strata sosial di sepanjang sekitar 17.508 pulau, yang membentang dari 6’08’ LU hingga 11’15’ LS, dan dari 94′ 45′ BT hingga 141’05’ BT. oleh karena itu diperlukan suatu konsepsi, kemauan, dan kemampuan yang kuat untuk menompang kebesaran, keluasan, dan kemajemukan ke-Indonesiaan.

Di atas segala kebesaran, keluasan, dan kemajemukan itu, bangsa Indonesia harus merumuskan konsepsi tentang dasar negara yang dapat meletakkan segenap elemen bangsa di suatu landasan yang statis sekaligus sebagai pemandu segenap elemen bangsa. Para pendiri bangsa berusaha menjawab tantangan tersebut dengan melahirkan konsepsi negara persatuan (kekeluargaan) yang berwatak gotong royong, bukan negara perseorangan seperti dalam konsepsi liberalisme-kapitalisme.

Dalam ungkapan Soekarno, “Negara Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, bukan satu negara untuk golongan walaupun golongan kaya. tetapi kita mendirikan negara ‘ semua buat semua’ ‘satu buat semua’ ‘semua buat satu’. Negara persatuan yang mengatasi paham perseorangan dan golongan, serta melindungi segenap bangsa Indonesia dalam seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan. Hal tersebut dilakukan dengan mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dengan semangat kekeluargaan itu, konsepsi tentang dasar (falsafah) negara dirumuskan dengan merangkum lima prinsip utama sebagai “titik temu” (yang mempersatukan keragaman bangsa), “titik tumpu” (yang mendasari ideologi, norma, dan kebijakan negara), serta ” titik tuju” yang memberi orientasi kenegaraan dan kebangsaan indonesia, kelima prinsip utama itu dikenal dengan sebutan Pancasila kelima dasar itu yakni:

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
  3. Persatuan Indonesia
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Mari kembali kelima dasar falsafah negara kita agar tidak gampang digoyahkan sebagai bangsa, dan tidak mudah lupa arah dan tujuan. Apapun tantangan ideologi di luar sana tak akan berdampak apapun bila kita kembali ke dasar falsafah jati diri indonesia yakni Pancasila. Mari resapi, hayati dan amalkan agar kita lebih mendekat kepada tujuan di dirikannya Bangsa Indonesia.