KARTU JAJAN : Representasi Peran Pelajar Dalam Kampanye Gerakan Nasional Non-Tunai Di Indonesia

Khoirul Latifah
(Mahasiswa Prodi PBI -Mahasiswa Bidikmisi)
Kemajuan teknologi membuat hidup lebih mudah. Berawal dengan teknologi konvesional menjadi teknologi digital. Digitalisasi tak hanya merambah pada teknologi komunikasi dan informasi namun juga sektor lain. Salah satunya merambah pada digitalisasi keuangan. Digitalisasi keuangan memberikan sumbangsih yang nyata dalam alur keuangan baik marketing, perbankan dan pengolahan akuntan. Inovasi dalam keuangan secara riil adalah dengan munculnya e-commerce dalam aktivitas pembayaran. Sistem pembayaran yang menggunakan instrumen tunai secara berangsur beralih menuju penggunaan instrumen non-tunai. Inovasi yang terjadi seiring dengan perkembangan perbankan dan bank sentral ini membentuk sebuah gaya hidup yang disebut dengan istilah “less cash society”.
Di Indonesia upaya pemerintah untuk bertransformasi dari transaksi tunai menuju non-tunai dipioneri oleh Bank Indonesia (BI). Kampanye peralihan ke transaksi non-tunai dinamai dengan Gerakan Nasional Non-Tunai (GNNT). Gerakan ini dihadirkan sebagai salah satu perayaan hari ulang tahun Republik Indonesia di Bank Indonesia ke-69 tanggal 14 Agustus 2014 di Jakarta. Pencanangan ini ditandai dengan penandatanganan Nota Kesepahaman antara Bank Indonesia dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, Pemerintah Daerah serta Asosiasi Pemerintahan Provinsi Seluruh Indonesia sebagai komitmen untuk mendukung GNNT (Hartawan, 2016).
Secara umum, GNNT memiliki manfaat pertama kepraktisan dan keamanan bertransaksi. Kedua, menghemat dalam penggunaan anggaran dalam pembuatan uang kartal di bawah naungan Perum Peruri. Ketiga, GNNT memudahkan Indonesia bersaing secara global terlebih sudah aktifnya Masyarakat Ekonomi Asia (MEA). Keempat GNNT mencegah kejahatan finansial yang dapat terjadi masyarakat seperti pencurian, penggelapan uang dan korupsi (underground economy) (NETMEDIATAMA, 2016).
Wewenang Layanan Keuangan Digital (LKD) diawasi oleh Bank Indonesia sebagai pelaksana kebijakan moneter (Bank Indonesia, 2013). Layanan Keuangan Digital ini dapat berbasis kartu (chip based) seperti kartu Brizzi keluaran BRI dan juga telepon genggam (server based) seperti Go-Pay sebagai salah satu fitur Gojek. Inovasi ini dilatarbelakangi dengan jumlah pengguna telepon genggam dan internet di Indonesia yang meningkat setiap tahunnya dengan hampir setengah dari total jumlah pengguna internet (49%) berusia 18-25 tahun (NETMEDIATAMA, 2016).
Dalam kampanye GNNT yang dilakukan oleh Bank Indonesia, LKD disosialisasikan di kampus. Salah satunya seperti di Universitas Negeri Makassar dalam rangkaian Talk Show “e-Money Goes to Campus” (J.Pangga, 2014). Tak hanya kampus, kampanye GNNT juga menyasar pondok pesantren. Salah satu sasaran adalah pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur (Jamal, 2016). Namun ada salah satu sasaran yang belum terbidik oleh kampanye BI, yaitu sekolah.
Salah satu bidikan yang berpotensi menjadi penikmat LKD adalah kalangan pelajar. Pelajar dalam rentang umurnya tergolong menjadi pemuda. Saat ini pemuda di ilmu sosial disebut Generasi Z atau iGeneration . Mereka adalah anak-anak yang sangat bergantung pada internet. Selain itu mereka juga menyukai hal instan. Mereka lebih suka menjawab soal setelah googling dibanding membaca buku. Karena sistem digital sangat bergantung pada internet, maka tak heran jika anak-anak atau pemuda dalam rentang tahun kelahiran 1995-2010 sangat familiar dengan transaksi non-tunai / LKD. Keberadaan online shop yang semakin menjamur juga menambah kefamiliaran mereka dengan transaksi non-tunai.
Pelajar Indonesia terbagi menjadi tiga jenjang yaitu SD, SMP dan SMA. Ketiga jenjang tersebut memiliki jumlah pada tahun 2015 berdasarkan Badan Pusat Statistik berjumlah 4.232.572 siswa (BPS, 2017). Dengan jumlah sebanyak itu adanya kesempatan untuk memaksimalkan Gerakan Nasional Non-Tunai untuk kalangan pelajar. Pelajar Indonesia sekarang seperti yang sudah dijelaskan paragraf sebelumnya menjadi bagian dari generasi Z, yang sudah “melek digital”. Sehingga sudah tidak asing atau sulit untuk menerapkan GNNT di tingkat pelajar khususnya tingkat SMP dan SMA.
Pelajar di Indonesia rata-rata memiliki uang dari uang saku yang diberikan orang tuanya. Uang saku yang diberikan rata-rata sesuai dengan tingkat ekonomi orang tua. Sayangnya tidak semua anak memiliki uang saku yang cukup ataupun anak orang kaya mereka cenderung menjadi pengikut hedonisme. Kebebasan mengakses online shop atau game online membuat mereka selalu ingin ada walaupun mengorbankan uang jajannya. Seharusnya uang jajan tersebut untuk kebutuhan primernya di sekolah. Hingga sering timbul permasalahan penyalahgunaan fungsi uang saku dimana masih berupa uang tunai.
Munculnya program GNNT oleh pemerintah dengan berbasis internet dilihat mampu menjadi salah satu solusi untuk mengurangi efek negatif penyalahgunaan uang saku. Karena dalam penggunaanya, uang non-tunai harus dimonitor oleh orang yang memiliki akun atau rekening di bank. Pemilik rekening biasanya masih milik orang tua. Selain itu, penggunaan uang non tunai sejauh ini hanya dapat dilakukan di merchant tertentu yang diverifikasi oleh penyedia LKD. Dalam perwujudannya dapat meluncurkan Kartu Jajan untuk pelajar SD-SMP-SMA sesuai dengan kebutuhannya.
Kartu Jajan adalah sebuah formula yang memungkinkan dicoba di kalangan pelajar Indonesia selain menjadi wujud nyata pelaksanaan Gerakan Nasional Non-Tunai juga menjawab permasalahan penyalahgunaan uang jajan karena pengaruh negatif. Bentuknya berupa kartu (chip server) dengan diisi saldo melalui rekening orang tua. Kartu Jajan ini dapat diselenggarakan oleh sekolah bekerja sama dengan bank baik pemerintah atau swasta.
Kartu Jajan dapat digunakan untuk transaksi para pelajar di lingkungan sekolah dan luar sekolah. Di sekolah dapat digunakan untuk jajan di kantin, membeli alat tulis di koperasi, membayar biaya fotocopy atau print. Sedangkan di luar sekolah, Kartu Jajan dapat diintegrasikan dengan sistem pembayaran non-tunai lain misal di halte bus, minimarket atau wifi corner. Selain itu Kartu Jajan bisa dikerjasamakan dengan toko buku atau percetakan yang mensuplai buku-buku mata pelajaran. Sehingga pelajar mudah mendapatkan koleksi buku yang menunjang akademiknya. Transaksi non-tunai dengan merchant tertentu mempermudah monitoring kegiatan transaksi pelajar. Sehingga kemungkinan untuk membeli barang-barang tidak bermanfaat atau menggunakan uang jajan untuk hal negatif semakin kecil.
Manfaat selain kemudahan bertransaksi dan monitoring oleh orang tua, Kartu Jajan dapat mencegah kejahatan di lingkungan sekolah. Pertama adalah pemalakan. Uang tunai yang sering dibawa lebih pelajar kadang dipalak oleh sesama pelajar diatasnya atau yang superior di sekolahnya. Kedua adalah menghindarkan pelajar dari pencurian atau penjambretan di luar komplek sekolah. Ketiga adalah menghindari keminderan antar pelajar dengan jumlah uang tunai yang ia bawa ke sekolah. Dengan Kartu Jajan, jumlah saldo yang ia miliki hanya ia dan orang tua yang tau. Namun juga bisa kedepan saldo maksimal dapat disamakan agar semakin menjaga praktik kesenjangan ekonomi di sekolah.
Dengan kemudahan teknologi sekarang ini sudah wajib bagi kita penikmatnya menempatkan skala prioritas. Termasuk dalam kegiatan transaksi di kehidupan sehari-hari. Dengan segala kemudahannya dan ditambah iklan yang menstimulus konsumtif bagi pembeli mengharuskan kita menyaring apa yang terpenting. Fenomena less cash society tidak juga ketinggalan dari efek negatif kemudahan teknologi, namun jika disiasati dengan cermat akan semakin memudahkan kita untuk bertransaksi. Kehadiaran Kartu Jajan juga sebagai salah satu langkah mensukseskan Gerakan Nasional Non-Tunai yang palajar mampu gunakan. Kartu Jajan diharapkan menjadi pioner di sektor pelajar dalam kegiatan digitalisasi keuangan. Turut andil dalam program postif pemerintah adalah salah satu bakti untuk bumi pertiwi.
Referensi
Bank Indonesia. (2013). Retrieved Mei 15, 2017, from Bank Indonesia: www.bi.go.id/id/perbankan/ikhtisar/pengaturan/tujuan-dan-kewenangan
BPS. (2017, Maret 3). Badan Pusat Statistik. Retrieved Mei 15, 2017, from www.bps.go.id: www.bps.go.id/linkTableStatis/view/id/1837
Hartawan, T. (2016, Oktober 11). Tempo. Retrieved Mei 15, 2017, from Tempo.co: m.tempo.co/read/news/2016/01/11/087811191/geraan-non-tunai-bi-ini-penghematan
J.Pangga, N. (2014, September 9). ANTARASULSEL. Retrieved Mei 15, 2017, from ANTARASULSEL.com: m.antarasulsel.com/berita/57813/bi-luncurkan-gnnt-di-universitasnegeri-makassar
Jamal, N. (2016, Desember 17). gomuslim. Retrieved Mei 17, 2017, from www.go.muslim.co.id: www.gomuslim.co.id/read/news/2016/12/17/2621/bi-mulai-terapkan-transaksi-non-tunai-di-lingkungan-pesantren.html
NETMEDIATAMA. (2016). GNNT BI. Retrieved Mei 15, 2017, from gnnt.netcj.co.id/about
Essay di atas menang sebagai TOP THREE dalam  lomba essay GENBI Soloraya 2017 tingkat mahasiswa dan umum.
Dengan tema KAMPANYE GERAKAN NASIONAL NON TUNAI (GNNT)
Sub tema yang diambil penulis: PERAN PEMUDA DALAM GNNT