Kenang Moment Bersepeda Prodi Studi SPI Hadirkan Webinar “Gowes Tempo Doeloe”

SINAR- Kamis, (30/7) Program Studi Sejarah Peradaban Islam IAIN Surakarta menggelar acara Webinar dengan Tema “Gowes Tempo Doeloe”.

Pandemi  covid-19 tidak hanya menjadi  publik pembicaraan yang kian hari kian memanas, baik di media massa maupun kehidupan nyata. Seiring  masifnya persebaran covid-19 yang tidak bisa dianggap remeh, Indonesia pun harus menempuh gaya hidup baru “new normal” – sebuah tatanan baru yang mengatur jalannya kehidupan baru untuk bersanding bersama pandemi. Adapun yang menjadi tuntutan dalam hal ini ialah pola hidup bersih dengan rajin mencuci tangan dengan sabun, sedia handsinitizer, memakai masker, menjaga jarak, hindari kerumunan, dan dianjurkan untuk tidak salaman. Pun demikian, olahraga menjadi rutinitas yang harus lebih digiatkan lagi untuk tetap menjaga kesehatan dan kestabilan imun.

Salah satu olahraga ataupun rutinitas yang baru-baru ramai dan digiatkan kembali adalah gowes/onthel/bersepeda. Yang sebenaranya budaya demikian sudah cukup eksis pada masanya. Dan kini, eksistensi gowes terangkat kembali setelah pandemi mendarat sempurna dengan angka pencapaian kasus menuju 100.000 kasus yang ada. Lantas bagaimana eksistensi gowes di tengah pandemi dan di tahun-tahun sebelumnya? Dapatkan keduanya saling disinggungkan? Hal inilah yang kemudian menarik perhatian pihak program studi SPI IAIN Surakarta untuk mengusung diskusi webinar dengan tema “Gowes Tempo Doeloe”. Tujuannya adalah untuk menghadirkan preferensi terkait kisah gowes di masa lalu yang tak kalah seru dengan gowes di tengah pagebluk yang semakin menaikan laju.

Adapun pembicara kali ini, pihak SPI berhasil menghadirkan para ahli dalam bidangnya. Diantaranya adalah Puji Rahayu, S.Pd., M.A (Peneliti – “Onthel”), Belly I.Kristyowidi, S.Hum., M.A (Pegiat Sepeda Klasik), dan Eka Yudha Wibowo, S.Hum., M.A (Peneliti Sepeda Jogja). Dan ketiganya di modoeratori oleh Latif Kusairi, S.Hum., M.A. selaku penggagas seri kuliah sejarah#5. Dari diskusi renyah yang berdurasi tiga jam dan diikuti oleh kurang lebih 50 peserta, setidaknya menghasilkan statement bahwa dari sepeda bisa menjaga jiwa, raga, dan budaya. Artinya selain bersepeda menghadirkan kebugaran jiwa dan raga, sepeda juga mampu menyuguhkan nilai budaya ke Timuran Bangsa Indonesia (yang terbiasa saling sapa, ramah-tamah, dan bersolidaritas antar sesama).

Nah, adapun pembahasan gowes “tempo doeloe” yang disandingkan dengan gowes masa pandemi, nampaknya menghadirkan suatu autokritik bagi goweser untuk lebih mengindahkan peraturan yang ada, saling tegur sapa, dan tidak meresahkan pengguna jalan lainnya. Pasalnya berdasarkan webinar pagi menjelang siang tadi sempat disinggungkan bahwa penggunaan sepeda atau onthel di jalan raya memiliki pakem aturan yang harus dipatuhi. Dan bilamana tidak sesuai dengan aturan yang ada, maka akan terkena denda yang sebanding dengan poin pelanggarannya. Satu pesan yang bisa diambil ialah “Jaga Kesehatanmu, Jaga Imunmu, dan Jaga Kenyamanan Antar Sesamamu”. Sehat boleh, rusuh jangan! (Gie/ Humas Publikasi)