“Merdeka Belajar, Kampus Merdeka”: Bagaimana Desain Ulang Kurikulum Kita?

Oleh: Dr. H. Muhammad Munadi, M.Pd (Dosen FIT IAIN Surakarta)

Merdeka Belajar, Kampus Merdeka”: Bagaimana Desain Ulang Kurikulum Kita?[1]

Pemerintah pada awal tahun 2020 menerbitkan kebijakan yang relatif radikal dalam penyelenggaraan pendidikan – terutama perguruan tinggi. Tema kebijakannya sebagai berikut:

Tabel 1. Tema Kebijakan Kemendikbud 2020

Ada 5 kebijakan terkait paket Kampus Merdeka ini, yaitu system akreditasi perguraun tinggi, belajar di perguruan tinggi (hak belajar tiga semester di luar program studi), kemudahan dalam membuka program studi baru, penerimaan mahasiswa baru, serta perubahan status menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum,  Ketentuan ni tidak berlaku untuk bidang pendidikan dan kesehatan.

Nadiem menyebutkan seperti yang dikutip dari kompas.com, “Ini tahap awal untuk melepas belenggu agar lebih mudah bergerak. Akan ada beberapa matriks yang akan digunakan untuk membantu pendidikan tinggi mencapai targernya.”

Konsekuensi dari kebijakan tersebut ada beberapa hal yang harus benar-benar dilihat, direncanakan dan diimplementasikan oleh perguruan tinggi, yaitu:

  1. Kebijakan Kurikulum – Fleksibilitas (Dalam Kampus, E-learning dan Luar Kampus)
  2. Kebijakan Administrasi Kurikulum – Fleksibilitas (Antar dan Lintas Prodi, Fakultas, Perguruan Tinggi dalam dan luar negeri)
  3. Kebijakan Penganggaran – Kerjasama dan Tindaklanjut Kerjasama
  4. Kebijakan Kerjasama Antar dan Lintas Prodi, Fakultas, Perguruan Tinggi
  5. Kebijakan Kerjasama Antar dan Lintas Dunia Usaha, Dunia Industri dan Dunia Kerja
  6. Kebijakan Kerjasama Antar dan Lintas Negara

Keenam hal tersebut bisa menjadikan keseimbangan antara keinginan dunia kerja dengan dunia akademik. Gambaran menarik dibuat David Gann, Fulvia Montresor, and Jaci Eisenberg (2018),  sebagai berikut:

Gambar 1. Ekspektasi Perguruan Tinggi – Dunia Kerja

Gambaran di atas bisa menjadikan tidak hanya sekedar transactional partnership tetapi juga transformational partnership. Keduanya menurut Robin Matross Helms (2015:36) bahwa Transactional partnerships yaitu bertukar sumber daya dengan cara yang ditentukan secara jelas: sumber daya diperdagangkan, fokus, dan berorientasi pada produk. . . . Kemitraan transaksional membangun jaringan yang mudah berubah yang mendukung kepentingan fakultas dan departemen masing-masing. Kemitraan transaksional merupakan cara memberi dan menerima yang sederhana di mana mahasiswa dan fakultas secara bolak-balik antar institusi. ” Sebaliknya, kemitraan transformasional “mengembangkan tujuan dan kegiatan bersama seiring waktu di mana sumber daya digabungkan dan kemitraan bersifat ekspansif, terus berkembang, dan relationship-oriented.”

Kemitraan ini menjadi penting dikarenakan ketika ada kerjasama antara perguruan tinggi, dunia usaha (industry) dan negara aka nada lompatan inovasi. Lompatan inovasi ini bisa bermanfaat babi ketiga komponen tersebut. Hal ini dikarenakan ketiganya bisa saling melengkapi seperti gambaran Henry Etzkowitz (2003: 302) berikut ini:

Gambar  2. The Laissez-faire triple helix Model

Perlu kerjasama diantara 3 komponen dalam rangka pengembangan inovasi – baik di tingkatan pendidikan, negara, maupun dunia kerja (dunia industry).  Ada delapan jenis University – Business Cooperation (UBC) yaitu:  kerja sama dalam Research & Development (R&D), mobilitas akademik, mobilitas siswa, komersialisasi hasil Research &Development (R&D),  pengembangan kurikulum, pembelajaran seumur hidup, kewirausahaan serta  pemerintahan (Le, Ngoc Xuan Hao, 2015:24).

Kerja sama pendidikan tinggi dengan dunia kerja bisa memiliki dampak penting pada semua pemangku kepentingan yang terlibat (siswa, staf akademik, pengusaha, masyarakat, dll.). Ketika berbicara tentang kerja sama dalam pengembangan dan penyampaian kurikulum, perhatian harus difokuskan pada profil pembelajaran siswa, isi mata kuliah/pelajaran dan memberikan metode, keterampilan serta kompetensi yang diperoleh. Oleh karena itu, kemitraan harus mencakup tiga “aktor”: siswa, guru dan majikan, dan ingin membangun sinergi dalam semua upaya masa depan mereka (Manuela Epure, 2017:346)

Disamping itu kerjasama universitas-industri, bisa memberikan solusi pada dunia kerja seperti; pengembangan produk, masalah produksi, dan kebutuhan staf yang berkualitas, mendidik mahasiswa sesuai dengan kebutuhan dunia kerja, serta menyediakan fasilitas kerja di dunia kerja (Nuriye Çevik I˙s¸gören et al., 2009:1337).

Kerjasama yang harus dibangun menurut Munadi, Wahyuningsih, & Khuriyah. (2019:41) bisa berdasarkan pada desain dalam kerangka peningkatan professionalitas civitas akademika Perguruan Tinggi. Desainnya dilakukan dengan tahapan cara pemetaan user, pemetaan bidang kerjasama sesuai mitranya – sekolah/dunia usaha/dunia industry serta lembaga pendidikan sejenis yang tidak hanya berfokus pada pelaksanaan Praktek Pengalaman Lapangan (PPL). Desain yang ada bisa  sangat berpengaruh dalam perumusan kurikulum dan penentuan kompetensi output serta penempatan kuliah di luar perguruan tinggi.

Tipologi Kerjasama   

Kerjasama yang akan dilaksanakan perguruan tinggi harus melihat tipologinya seperti yang dinyatakan Thomas Deisinger  (2010) yaitu:

  1. Research cooperation, including basic and applied research
  2. Joint development of initiatives to strengthen the employability of graduates
  3. Curricular cooperation through joint study programmes
  4. Internships in companies and trainee programmes during and after graduation
  5. Funding of chairs/professorships by industry
  6. Private universities funded by industry and the public sector
  7. Common activities to raise students‘ interest in more applied and/or technology-orientated HE programmes

Tujuan dari kerjasamanya meliputi: Kapasitas penyerapan, pengetahuan dan daya saing dalam hubungan Universitas-Industri, Dampak Spill-overs on Pengetahuan terhadap Hubungan Universitas-Industri, Aliansi strategis untuk inovasi industri, dan  Kerjasama Universitas-Industri berkontribusi pada pemahaman yang lebih besar dan lebih rinci tentang aliran produksi, praktik ilmiah, dan tren dalam bidang penelitian yang baru dan merangsang. (Carla MascarenhasJoão J FerreiraCarla Marques, 2018). Selain itu kerjasama antara universitas dan industri juga membantu meningkatkan Sistem Pendidikan yang merupakan elemen vital bagi pembangunan ekonomi. Lembaga pendidikan tinggi perlu menjalin hubungan dengan industri untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan meningkatkan kemampuan penelitian perguruan tinggi. (Ergun Demirel, Dinçer Bayer, 2105:65). Disamping itu menurut Çetin Bektaşa, Gulzhanat Tayauova (2014:2273) kerjasama dapat  meningkatkan produktivitas industri dan efisiensi pendidikan di universitas, menggabungkan teori dengan praktik mempercepat proses pembelajaran, dan memfasilitasi transfer pengetahuan ke bidang produksi,  mengoptimalkan penggunaan sumber daya (sumber daya manusia, modal, teknologi, sumber daya alam), serta untuk memastikan pembangunan berkelanjutan.

Bentuk Kerjasama

Penelitian Hongbo Zhang (2014:80) menunjukkan bahwa  kerjasama antar 2 perguruan tinggi bisa berbentuk penelitian bersama dan memperbesar skala pertukaran mahasiswa, pertukaran professor yang ini akan memjadi mesin baru dan akan membawa vitalitas antar perguruan tinggi sehingga bisa memperdalam saling pengertian dan kepercayaan

Kemitraan sekolah-universitas bisa diwujudkan seperti hasil penelitian EisukeSaito, Harun Imansyah,  IsamuKubok  and Siumar Hendayana (2007) yaitu: (1) perencanaan pembelajaran, observasi, dan refleksi bersama, yang disebut piloting activities (PA) sehingga berhasil meningkatkan metodologi pengajaran; (2) keterkaitan antara materi dan siswa, serta antara siswa; dan (3) PA menghasilkan pengembangan kolegialitas di sekolah dan antara dosen dan guru.

Implementasi Kampus Merdeka dan Merdeka Belajar

Belajar dari salah satu perguruan tinggi yang menyusun kurikulum yang mengacu Kampus Merdeka dan Merdeka Belajar, pengelompokan mata kuliah dapat mengacu berikut ini:

  1. Mata Kuliah Wajib Universitas (31 SKS)
  2. Mata Kuliah Pilihan Universitas Pilih 2 dari 6 SKS
  3. Mata Kuliah Wajib Fakultas ( 4 SKS)
  4. Mata Kuliah Pilihan Fakultas Pilih 2 dari 6 SKS
  5. Mata Kuliah Wajib Program Studi (44 SKS)
  6. Mata Kuliah Pilihan Program Studi Pilih 4 atau 6 dari 10 SKS
  7. Merdeka Belajar (Dalam Kampus) (20 SKS)
  8. Merdeka Belajar (Ditawarkan melalui e-learning) (9 SKS)
  9. Merdeka Belajar (Luar Kampus) (23 SKS)
  10. Merdeka Belajar (Luar Kampus) Pilih 4 dari 16 SKS

Pengelompokan di atas menunjukkan perlu ada penciri yang pasti  baik di tingkatan perguruan tinggi, fakultas dan program studi. Selain itu ada penciri berikutnya sesuai kebijakan Kemendikbud yaitu :  Merdeka Belajar (Dalam Kampus)  sebanyak 20 SKS, Merdeka Belajar (ditawarkan melalui e-learning)  ada 9 SKS, Merdeka Belajar (Luar Kampus)  sebesar 23 SKS serta Merdeka Belajar (Luar Kampus) dengan memilih 4 dari 16 SKS. Apa yang dikembangkan memang melebihi apa yang dikonsep oleh Kemendikbud. Konsep Kemendikbud memberi arahan mahasiswa memiliki kesempatan untuk 1 (satu) semester atau setara dengan 20 (dua puluh) sks menempuh pembelajaran di luar program studi pada Perguruan Tinggi yang sama; dan paling lama 2 (dua) semester atau setara dengan 40 (empat puluh) sks menempuh pembelajaran pada program studi yang sama di Perguruan Tinggi yang berbeda, pembelajaran pada program studi yang berbeda di Perguruan Tinggi yang berbeda; dan/atau pembelajaran di luar Perguruan Tinggi. Dalam merealisasikan konsep merdeka belajar perlu mempertimbangkan arah gambaran Kemendikbud berikut ini:

Dalam melaksanakan sesuai gambar di atas, diperlukan prasyarat sebagai berikut:

Tabel 2. Prasyarat Implementasi Kampus Merdeka dan Merdeka Belajar

Paparan di atas menunjukkan harus ada kesadaran serta komitmen yang kuat  dan berkelanjutan baik internal maupun eksternal perguruan tinggi dalam mengimplementasikan Kampus Merdeka dan Merdeka Belajar.


[1] Beberapa masukan untuk Redesain  Kurikulum FIT

Daftar Pustaka

Çetin Bektaşa, Gulzhanat Tayauova. (2014). A Model Suggestion for Improving the Efficiency of Higher Education: University–Industry Cooperation. 5th World Conference on Educational Sciences – WCES 2013. Procedia – Social and Behavioral Sciences 116 ( 2014 ) 2270 – 2274. doi: 10.1016/j.sbspro.2014.01.558  www.sciencedirect.com 

Carla MascarenhasJoão J FerreiraCarla Marques. (2018). University–industry cooperation: A systematic literature review and research agenda. Science and Public Policy, Volume 45, Issue 5, October 2018, Pages 708–718, https://doi.org/10.1093/scipol/scy003

David Gann, Fulvia Montresor, and Jaci Eisenberg. (2018). 3 ways to nurture collaboration between universities and industry. World Economic Forum, 23 Nov 2018. https://www.weforum.org/agenda/2018/11/3-ways-to-nurture-collaboration-between-universities-and-industry/

EisukeSaito, Harun Imansyah,  IsamuKubok  and SiumarHendayana. (2007). A study of the partnership between schools and universities to improve science and mathematics education in Indonesia. International Journal of Educational DevelopmentVolume 27, Issue 2, March 2007, Pages194-204. https://doi.org/10.1016/j.ijedudev.2006.07.012. https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0738059306000824

Ergun Demirel, Dinçer Bayer. (2015). Establishment Of Cooperation And Collaboration Platforms Between Universities And Industry To Improve Education Quality. The Online Journal of Quality in Higher Education July 2015 Volume 2, Issue 3. https://www.researchgate.net/publication/312190445

Robin Matross Helms (2015).  International Higher Education Partnerships: A Global Review of Standards and Practices. https://www.acenet.edu/Documents/CIGE-Insights-Intl-Higher-Ed-Partnerships.pdf

Henry Etzkowitz. (2003). Innovation in Innovation: The Triple Helix of University-Industry-Government Relations Social Science Information 2003 42: 293 DOI: 10.1177/05390184030423002 http://ssi.sagepub.com/content/42/3/293

Hongbo Zhang (2014). The Educational Cooperation between University of Nordland and Changchun University of Science and Technology.  Master Thesis of Master of Science in Business. Bodo Graduate School of Business University of Nordland. https://core.ac.uk/download/pdf/52095711.pdf

Le, Ngoc Xuan Hao. (2015). Practices in Cooperation between Universities and Businesses Case: Lahti University of Applied Sciences Lahti University Of Applied Sciences. Degree Programme in International Business Bachelor’s Thesis Spring 2015. https://pdfs.semanticscholar.org/5668/5c351ca6917a283ae1e28f947e8ae254acd3.pdf

Liu Jialong; Zhang Yuandong , Wang Yuanming. (2017). Cooperation between universities and primary & secondary schools –Investigation on Teachers’ Participation. International Conference on Innovations in Economic Management and Social Science (IEMSS 2017). Advances in Economics, Business and Management Research, volume 29 Copyright © 2017, the Authors. Published by Atlantis Press. This is an open access article under the CC BY-NC license (http://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0/). 

Manuela Epure (2017) University-business cooperation: adapting the curriculum and educational package to labor market requirements. Proceedings of the 11th International Conference on Business Excellence DOI: 10.1515/picbe-2017-0036, pp. 339-349, ISSN 2558-9652

Mateja Melink and Samo Pavlin. (2014). Emerging Modes of Cooperation between Private Enterprises and Universities – Insights of European Enterprises and Employers Organisations. Emcosu and Lifelong Learning Program EU

Milena Jovanović-Kranjec and Danijela Despotovic. (2018). Importance Of Cooperation Between Universities And Industry As A Factor Of Economic And Social Development Of The Republic Of Serbia. Scientific Review Article Ekonomika Vol. 64, january-march 2018, № 1doi:10.5937/ekonomika1801123J. https://scindeks-clanci.ceon.rs/data/pdf/0350-137X/2018/0350-137X1801123J.pdf

Munadi, M., Wahyuningsih, R., & Khuriyah, K. (2019). Desain Pengembangan Kerjasama Kelembagaan dalam Peningkatan Profesionalisme Civitas Akademika di Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan (FITK) IAIN Surakarta. Kelola: Jurnal Manajemen Pendidikan6(1), 34-43. https://doi.org/https://doi.org/10.24246/j.jk.2019.v6.i1.p34-43

Nizam. (2020). Kampus Merdeka. http://lldikti3.ristekdikti.go.id/v6/wp-content/uploads/2020/02/Kampus-Merdeka-oleh-Prof.-Dr.-Nizam-M.Sc_.pdf

Nuriye Çevik I˙s¸gören et al. (2009). The importance of cooperation between vocational schools and industry World Conference on Educational Sciences 2009. Procedia Social and Behavioral Sciences 1 (2009) 1313–1317. doi:10.1016/j.sbspro.2009.01.232

Satoshi Mizobata and Masahiko Yoshii. (2015). Restructuring Higher Education in Japan. In Josef C. Brada, Wojciech Bienkowski and Masaaki Kuboniwa. (2015). International Perspectives on Financing Higher Education. New York : Palgrave Macmillan

Thomas Deisinger. (2010). University-industry cooperation: Cooperation models, examples of good practice and lessons learned. ASEM Universities and Business/Industry Forum 25-26 March 2010 – Siam City Hotel, Bangkok, Thailand. https://www.asem-education.org/documents/initiatives-priority-themes/technology/asem-university-business-forum-1-2010/316-deissinger/file UNP. (2020). Sistem Informasi Kurikulum Universitas Negeri Padang. http://kurikulum.unp.ac.id/