HMPS HKI Kaji Kitab Tentang Hukum Keluarga Islam

SINAR-Dalam rangka memperdalam ilmu tentang Hukum Keluarga Islam, Himpunan Mahasiswa Program Studi Hukum Keluarga Islam UIN Raden Mas Said Surakarta menyelenggarakan Ngaji Kitab Qurrotul ‘Uyun dengan tema “Pilar-pilar Hukum Keluarga Islam dalam kajian Kitab Qurrotul ‘Uyun”. Bertindak selaku narasumber yakni Direktur Pusat Konstitusi & Hukum Islam (Puskohis) UIN Raden Mas Said Surakarta, A.M. Mustain Nasoha S.H., M.H.

Untuk diketahui bahwa kitab Qurrotul ‘Uyun sering dipelajari dikalangan pondok pesantren, yang mana pembahasannya mengenai ruang lingkup keluarga yang sesuai tuntunan agama Islam, mulai dari rukun dan syarat nikah sampai dengan permasalahan-permasalahan yang terjadi didalam hubungan pernikahan. Hal ini tentu menjadi penting sekali untuk dikuasai oleh para mahasiswa Fakultas Syariah terutama mahasiswa Hukum Keluarga Islam yang notabene menggeluti dibidang Hukum Keluarga.

Dalam paparan materinya Direktur Puskohis yang akrab dipanggil Gus Nasoha menukil hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra.: “Barang siapa mempunyai istri dua dan dia berlaku tidak adil di antara keduanya, maka dia akan datang pada hari kiamat dengan pecah tubuhnya dan jatuh. Riwayat lain mengatakan: pecah dan bungkuk/miring tubuhnya”. Ujarnya dalam penyampaian kajian kitab Qurrotul ‘Uyun.

Kemudian ketika ada pertanyaan, “Lebih penting ibadah atau nikah terlebih dahulu? Nah, di dalam kitab Qurrotul ‘Uyun ini dijelaskan bahwasanya keduanya harus seimbang, tetap melaksanakan ibadah dan juga melaksanakan pernikahan”. Gus Nasoha juga menyampaikan kiat-kiat dalam menjalin hubungan suami istri, mulai dari status hukumnya sampai dengan tata cara melaksanakannya. Di pengujung acara, Ia berpesan kepada seluruh jamaah yang hadir, agar selalu menundukan pandangan terhadap lawan jenis dan selalu berusaha untuk senantiasa menutup aurat.

Harapan dari penyelenggara terhadap kegiatan ini semoga dengan dilaksanakannya Ngaji Kitab Qurrotul ‘Uyun ini dapat membawakan ilmu yang bermanfaat dan barokah bagi seluruh jamaah maupun panitia, untuk menjadi bekal dalam menjalani kehidupan berkeluarga kelak. (Gus/Humas)

Sumber: Ahmad Makruf/Divisi Keilmuan/Ed:afz

Berbagi Inspirasi Di Bulan Suci, UKM T-Maps Gelar Safari Mendongeng

SINAR- Selasa, (19/04), Unit Kegiatan Mahasiswa Training for Motivation and Public Speaking (T-MAPS) telah melaksanakan hari ke-3 KISEMAR (Kisah Semarak Ramadhan). Rangkaian agenda KISEMAR ini dilaksanakan pada tanggal 15, 17, 19 April 2022, di 3 TPA berbeda sekitar Kabupaten Sukoharjo.

 Sebagai Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang bergerak di bidang public speaking dan motivasi, UKM T-MAPS tak pernah lelah untuk selalu memberikan inspirasi kepada orang-orang di sekelilingnya. Di bulan Ramadhan tahun ini, UKM T-MAPS mencoba berbagi inspirasi kepada anak-anak TPA di sekitar Sukoharjo dengan melaksanakan safari mendongeng. Safari mendongeng ini dimulai pada tanggal 15 April 2022 yang telah dilaksanakan di TPA Ahmad Dahlan, Sidomulyo, Makam Haji. Kemudian dilanjutkan pada tanggal 17 Apil 2022 di TPA Al-Falakh, Kertonatan, Kartasura, dan pada tanggal 19 April 2022 di TPA Al-Huda, Tlobong, Langenharjo, Grogol, Sukoharjo.

Agenda ini merupakan upaya dari UKM T-MAPS untuk mengabdi kepada masyarakat dengan kemampuan yang dimilikinya, yaitu public speaking. Dalam kesempatan kali ini, teman-teman dari UKM T-MAPS menunjukkan keahliannya dalam bidang mendongeng kepada anak-anak TPA. Cerita yang disajikan para pendongeng adalah cerita-cerita dan kisah mengenai sejarah Islam, sejarah nabi-nabi, kisah inspiratif dari para sahabat nabi, serta cerita anak-anak yang berkaitan dengan berbakti kepada orang tua, semangat menuntut ilmu, dan lain sebagainya. Harapannya, dengan diadakannya agenda ini, anak-anak lebih semangat dalam belajar, dan beribadah khususnya di bulan Ramadhan. Selain itu, dengan diadakannya kegiatan mendongeng, diharapkan dapat menjadi salah satu referensi media pembelajaran yang menarik untuk anak-anak. Yang tak kalah menarik adalah, bahwa agenda KISEMAR setiap harinya ditutup dengan kegiatan buka bersama dengan anak-anak TPA, dan warga sekitar. Adanya hal tersebut diharapkan dapat menambah kedekatan para pengurus UKM T-MAPS yang notabene sebagai mahasiwa UIN Raden Mas Said Surakarta dengan masyarakat setempat. (Nughy/ Humas Publikasi)

Baca Buku Ini, Ingin Saleh Boleh-Merasa Saleh Jangan

SINAR- Ingin Saleh Boleh, Merasa Saleh Jangan merupakan buku bunga rampai yang ditulis keroyokan oleh lima Dosen UIN Raden Mas Said dari berbagai latar belakang keilmuan dan konsentrasi bidang berbeda-beda.

Ada Abdul Halim dengan konsentrasi keilmuan Kajian Alquran dan Hadis, Nur Rohman dengan konsentrasi Ilmu Tafsir, Abraham Zakky Zulhazmi dengan konsentrasi ilmu komunikasi dan kajian media, Nur Tanfidiyah dengan konsentrasi Tafsir Alquran, sampai Alfin Miftakhul Khairi dengan konsentrasi Konseling.

Secara garis besar buku ini merupakan kumpulan respons terhadap masifnya gerakan-gerakan takfiri atau eksklusif yang mengalienasi kelompok berbeda. Kelompok yang dalam kurun dekade terakhir ini mulai muncul di segala lini. Baik secara offline; melalui pengajian-pengajian, maupun yang secara online; melalui postingan-postingan media sosial.

Kehadiran kelompok Islam eksklusif ini dianggap berisiko memberikan pemahaman Islam dengan cara yang kaku dan keras. Apalagi sampai membuat agama bisa dipolitisasi, dimaknai dengan tafsir tunggal absolute, sampai dengan menciptakan embrio ketegangan di tengah-tengah masyarakat.

Ada banyak esai yang menggilitik dalam buku Ingin Saleh Boleh, Merasa Saleh Jangan ini. Salah satunya seperti esai Abraham Zakky Zulhazmi dengan judul “Dokter, Kiai, dan Cara Belajar Agama Zaman Digital”.

Di esai tersebut, Zakky menjelaskan bagaimana pentingnya melakukan seleksi untuk menentukan sosok yang bisa jadi rujukan. Seleksi yang menjadi komponen penting agar kita tidak hanya terpatok hanya pada popularitas, tapi juga soal kepakaran.

Esai ini pada mulanya diawali dari cerita di kelas. Zakky menganalogikan suatu situasi, “Andai kan saja kalian sakit keras, sampai harus operasi, apakah kalian mengizinkan saya mengoperasi kalian?”

Uniknya, semua mahasiswa di dalam kelas menjawab tidak mau. Alasannya sederhana; si dosen dianggap tidak punya kompentensi untuk melakukan operasi. Mahasiswa tidak peduli meski si dosen adalah orang terkenal, punya followers banyak, diikuti pandangannya oleh banyak orang, pendapatnya selalu gampang viral dan dibicarakan banyak orang.

Bagi mahasiswa, urusan kesehatan dan keselamatan nyawa harus benar-benar diserahkan pada ahlinya. Dalam hal ini tentu yang dimaksud “ahli” adalah dokter, bukan orang yang terkenal.

Hal inilah yang kemudian—menurut Zakky—perlu untuk diterapkan juga untuk memilih pakar di bidang agama. Entah dalam wujud ustaz, kiai, atau ulama, perlu kiranya untuk menentukannya melalui kepakaran, bukan semata-mata kepopuleran.

Di esai yang lain, yang menjadi judul sekaligus tema besar dari buku ini, “Ingin Saleh Boleh, Merasa Saleh Jangan”, yang ditulis oleh Abdul Halim, turut serta menjelaskan tentang fenomena hijrah yang dibarengi dengan laku eksklusif. Merasa diri lebih saleh, merasa lebih saleh, dan orang yang tidak ikut fenomena tersebut (baca: hijrah) akan dianggap belum menemukan pencerahan.

Di akhir tulisannya, Abdul Halim bahkan mengutip Gus Mus ketika ketika bercerita bahwa, “Saya lebih orang salat kesiangan tapi merasa bersalah di hadapan Allah, ketimbang beribadah semalam suntuk tapi lantas merasa mulia dan sombong.”

Sebuah pesan yang sama persis dengan judul bunga rampai ini, dan menjadi pamungkas yang ditulis oleh Abdul Halim. Pesan sederhana yang bisa menjadi refleksi bagi umat Islam di mana saja: “Ingin saleh itu boleh-boleh saja—harus bahkan, tapi kalau merasa (paling) saleh, ya jangan.” (Nughy/ Humas Publikasi)

Sumber: Safa

Sufi Healing: Integrasi Tasawuf dan Psikologi dalam penyembuhan Psikis dan Fisik

SINAR- Buku ini secara garis besar menjelaskan tentang konsep tasawuf dan bagaimana dinamika tasawuf dalam kehidupan sehari-hari. Buku ini menarik keterkaitan tasawuf dengan ilmu psikologi serta berusaha untuk memperkenalkan tasawuf sebagai psikoterapi. Dalam buku ini memfokuskan pada nilai nilai tasawuf sebagai media terapi untuk penyembuhan dan kesehatan. Teknik penyembuhan ini mengacu pada spiritualitas dapat menjadi teknik pengobatan segala jenis penyakit baik mental ataupun psikis. ‘

Buku setebal 202 halaman hasil karya dari Prof. Dr. KH. Syamsul Bakri, M.Ag (Dosen Tasawuf) dan Ahmad Saifuddin (Dosen Psikologi) yang diterbitkan oleh Rajawali Press, 2019, Depok, Cetakan Pertama dapat menjadi bahan bacaan bagi cendekiawan maupun para mahasiswa yang ingin mengetahui konsep tasawuf yang diimplementasikan dalam ilmu psikologi. Manfaat tasawuf dan psikologi dalam penyembuhan penyakit psikis maupun fisik juga dapat dirasakan dengan memadukan keduanya.

Tasawuf secara terminologis adalah perilaku orang-orang yang hidup dalam kesederhanaan yang mengupayakan kesucian jiwa, menekan nafsu dan berjuang di jalan Allah SWT dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Target utama dari ajaran tasawuf adalah berusaha mencapai status penghambaan yang mulia sehingga memperoleh kesadaran baru dalam kehadiran Tuhan. Dalam pandangan tasawuf sebagai ilmu pengetahuan dapat dibagi menjadi empat yaitu syariat, tarekat, hakikat, dan makrifat. Syariat berarti jalan yang sudah digariskan Tuhan untuk mencapai kehidupan pribadi yaitu berupa undang-undang dan konstitusi agama. Tarekat adalah praktik dari tasawuf yaitu jalan batin yang merupakan anak jalan dari jalan utama (syariat) yang menjadi tempat berpijak seluruh muslim. Selanjutnya yaitu hakikat yang berfokus kepada kebenaran sejati dari sholat. Hakikat ini berarti kita dapat menikmati pelaksanaan sholat sebagai ibadah. Makrifat berarti mengenal Allah dengan sebenar-benarnya. Makrifat merupakan pengenalan hakikat ketuhanan.

Sufi healing sebagai psikoterapi kejiwaan berarti meningkatkan ketrampilan seseorang dalam mengatasi gangguan dalam kehidupan sehari-hari yang mengacu pada sifat sufistik. Lebih lanjut, sufi healing sebagai modalitas yaitu ketika individu telah mencapai sifat-sifat sufistik maka hal tersebut dapat menjadi modal bagi dirinya menghindarkan gangguan yang pernah ada. Pendekatan sufi healing dapat dilakukan dengan banyak cara seperti zuhud sebagai psikoterapi, kanaah sebagai psikoterapi, puasa sebagai psikoterapi, sholat sebagai psikoterapi dan dzikir sebagai psikoterapi.

Tantangan implementasi dari praktik sufi healing di masyarakat adalah kurangnya implementasi prinsip kedalaman masalah dalam psikoterapi. Dalam praktik sufi healing juga perlu diterapkan standardisasi yang tepat. Psikoterapis perlu membangun kualitas diri dan meningkatkan ketrampilan seputar sufi healing. Psikoterapis juga diharapkan dapat mengkolaborasikan pemahaman sufi dengan ilmu pengetahuan psikologi modern. (Nughy/ Humas Publikasi)

Sumber: Safa

“Wacana Keagamaan di Indonesia Pasca Reformasi (2021)”, Sebuah Buku Berbasis Penelitian yang Ungkap Fakta Masyarakat

SINAR- Buku baru dengan judul “Wacana Keagamaan di Indonesia Pasca Reformasi (2021)” karya Abd. Halim dkk adalah buku garapan para dosen (progresif) IAIN Surakarta. Buku itu diterbitkan oleh IAIN Surakarta Press dengan dukungan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LP2M) UIN Raden Mas Said Surakarta.

Buku ini merupakan kumpulan esai berbasis laporan penelitian dan pengabdian masyarakat yang diinisiasi oleh LP2M UIN Surakarta. Penerbitan buku ini adalah upaya agar laporan penelitian dan laporan pengabdian kepada masyarakat dosen-dosen UIN Surakarta dapat lebih banyak menjumpai pembaca. Esai yang berkarekter “ringan”, pendek, dengan bahasa yang lugas diharapkan bisa dibaca kalangan luas, tidak hanya kalangan akademik belaka.

Setiap tulisan memiliki segmen tersendiri. Jika artikel ilmiah yang biasanya dipublikasikan di jurnal menyasar komunitas akademik di perguruan tinggi, maka esai populer sebagaimana tersaji dalam buku ini hendak menyasar masyarakat yang lebih luas. Tidak hanya di perguruan tinggi, namun ikhitiar penyajian hasil penelitian dengan bahasa populer juga berharap bisa menyasar kalangan birokrat yang biasanya ingin membaca hasil penelitian secara cepat saji.

Beragam tema tersaji di buku ini. Mulai dari tema pendidikan, ekonomi, dakwah, politik, gender hingga tafsir. Keberagaman tema dapat dibaca sebagai kekayaan sekaligus kekuatan buku ini. Beberapa esai juga mengangkat tema-tema aktual, seperti tentang efek pandemi, fenomena komunitas hijrah dan moderasi beragama di perguruan tinggi.

Selain itu, buku yang diberi judul “Wacana Keagamaan di Indonesia Pascareformasi” ini menjadi sangat relevan karena buku antologi yang membahas agama, budaya, spiritualitas, politik, ekonomi, moral, dan rasionalitas. Buku ini ditulis oleh para dosen UIN Surakarta merupakan salah satu upaya konstruktif membangun struktur masyarakat Muslim yang matang, inklusif, dan terbuka terhadap perbedaan serta perubahan —setidak-tidaknya— di masa depan. (Nughy/ Humas Publikasi)

Sumber: Safa

Memahami Hukum Secara Komprehensif dengan Buku: Wawasan Hukum di Indonesia

SINAR- Buku ini berisi tentang perjalanan sejarah hukum di Indonesia, tata cara beracara di pengadilan di Indonesia, hingga model advokasi yang tepat di negara hukum Indonesia.

Pada BAB Pertama buku ini menjelaskan mengenai banyaknya perbedaan pemahaman masyarakat terhadap hukum. Penulis menganggap bahwa masih banyak masyarakat yang melihat hukum hanya sebagai fungsi. Penglihatan itu lantas memunculkan opini yang kadang keliru terhadap penegakan hukum di Indonesia. Hukum, dalam suatu pemerintahan, adalah bagian dari sistem. Hukum sebagai sebuah sistem memiliki substansi, struktur, prosedur, dan kultur yang pembuatan dan pelaksanaan penegekannya diatur sedemikian rupa agar memenuhi rasa keadilan, kepastian, dan kemanfaatan bagi masyakarat.

Di BAB Kedua penulis menjelaskan mekanisme pembuatan hukum di negara hukum, khususnya di negara yang menganut sistem trias politika. Pembuatan hukum itu sendiri diawali dengan pengumpulan bahan hukum. Bahan hukum kemudian dipilih yang terbaik menurut harapan masyarakat. Langkah selanjutnya adalah pembahasan bahan hukum itu di legislatif sebelum kemudian disahkan dan diundangkan. Undang-undang yang berlaku itulah yang disebut sebagai hukum. Di luar itu maka masih bersifat cita-cita atau bersifat ius constituendum.

Di BAB Ketiga, atau BAB mengenai Hakim, penulis mencoba mengurai posisi hakim dan keterkaitannya dengan tradisi hukum suatu negara. Hakim bagaimanapun adalah bagian dari sistem hukum. Pilihan tradisi hukum akan mempengaruhi juga bagimana hakim itu bertindak dan memutuskan suatu perkara. BAB ini penting penulis tuliskan agar masyarakat memahami bahwa ada prosedur yang harus dilakukan hakim ketika hendak memutuskan. Dan prosedur itu tidak bisa dibangun melalui asumsi dan tuntutan masyarakat an sinch tetapi harus melalui pembuktian yang ketat.

Di BAB Keempat penulis lebih memberikan pemahaman mengenai perbedaan hukum acara di tiga jenis hukum, yakni di bidang hukum acara pidana, hukum acara perdata, dan hukum acara tata usaha negara. Ketiga proses hukum ini penulis nilai paling sering ditemui oleh masyarakat. Penulis berharap dengan membaca BAB ini masyarakat akan mampu memahami bagaimana mereka menyelesaikan perkara yang hadir kepadanya.

BAB terakhir, atau BAB Kelima tentang advokasi, penulis fokuskan kepada pegiat dan aktivis dalam hal melakukan pendampingan hukum kepada masyarakat. Penulis masukan beberapa stimulus tentang hukum yang nantinya bisa menjadi arah gerakan para pegiat dan aktivis dalam membantu masyarakat menemukan keadilannya. Penulis menilai para pegiat dan aktivis sering mengalami kesulitan untuk menembus dinding hukum ketika persoalan yang mereka hadapi pada kenyataannya harus berhadapan dengan hukum. (Nughy/ Humas Publikasi)

“Tantangan Islam di Dunia Yang Berubah”, Buku Karya Prof. Mudofir Yang Mampu Menjadi Panduan Bagi Cendekiawan Muslim Dalam Menhadapai Perubahan Dunia

SINAR- Dilihat dari judulnya, buku ini sedikit banyak berisi tentang hal-hal baru yang harus dijawab oleh Islam baik sebagai agama maupun sebagai inspirasi kehidupan sosial. Hal-hal baru tersebut, berdasarkan urain judul, adalah seputar Open Society, Digital, Sains, Teknologi, dan Perubahan Iklim. Prof. Dr. H. Mudofir Abdullah selaku penulis mengajak pembaca untuk memahami gagasannya melalui lima bab yang kesemuanya memuat hal-hal penting.

Pada bagian pertama penulis menguraikan fenomena terkini dalam dunia Islam secara internal. Pembahasannya diawali posisi Islam di dunia yang berubah dan dinamika arab spring. Kemudian penulis menalaah prediksi-prediksi masa depan dengan data kredibel dari berbagai penulis kenamaan seperti Huntington, Farrukh Saleem, hingga sejarawan milenial Yuval Noah Harari.

Bagian selanjutnya penulis mulai memasuki kajian yang lebih kompleks lagi, yakni kajian seputar masyarakat terbuka (open society) dan perdebatannya. Penulis juga mencoba menganalisa keterhubungan masyarakat terbuka dalam konteks masyarakat muslim. Beberapa hal yang diulas dari bab ini adalah analisa sosial atas negara-negara yang punya kesan “tertutup” dengan model kepemimpinan macam Hitler, teori kritis Marx, hingga keterbukaan masyarakat yang mulai masuk ke era demokrasi digital. Yang menarik dari bab dua ini adalah penulis memberikan pertanyaan menggelitik seputar sebenarnya “Apakah Teologi Masyarakat Terbuka?”.

Bagian-bagian akhir, atau bagian tiga, empat, dan lima, yang saling memiliki keterhubungan, secara berurutan penulis membawa pembaca semakin masuk ke dalam untuk membahas Islam dan tantangan masyarakat digital. Penulis mengharapkan hal-hal yang baru secara teknologi itu bisa diseleraskan dengan nilai-nilai Islam dengan bahasa teologisasi digital beserta umatnya. Sebelum kemudian, masuk ke bagian keempat, penulis mulai mengkritisi penyebab munculnya benturan-benturan peradaban yang telah dibahas tadi dengan pisau analisis the Clash of Civilization milik Huntington.

Di akhir bagian buku ini, buku yang berisi 180 halaman, penulis lantas menawarkan gagasan-gagasannya. Tidak seperti kebanyakan buku lain yang menaruh kesimpulan di bagian akhirnya, buku ini justru menawarkan gagasan besarnya di akhir. Gagasan yang paling penting dari penulis adalah gagasan untuk melakukan transformasi terhadap cara hidup dan berpikir masyarakat muslim. Gagasan itu muncul dari analisa penulis terhadap sains dan dugaan adanya kemunduran Islam akibat berkembang pesatnya kebangkitan barat. Mengingat betapa menarik, kaya akan pengetahuan, dan transformatifnya isi buku ini maka semoga buku ini dapat menjadi panduan bagi cendekiawan muslim dalam memahami tantangan-tantangan yang harus dijawab Islam dalam menghadapi dunia yang berubah. (Nughy/ Humas Publikasi)

Sumber: Atika Zulfa