Pelembagaan Uang Mudik

Pelembagaan dana mudik (Lebaran) atau dana hasil kiriman uang dari luar (remitensi) tampaknya masih jarang dilakukan di desa. Padahal, potensi kiriman uang yang berasal dari luar daerah bahkan luar negeri cukup besar dan sering kali mengalir deras ke desa. Dalam situasi demikian, menjadi menarik dan sekaligus tantangan bagi pemerintah desa untuk bisa menjadikan aset berupa dana mudik ini sebagai salah satu sumber pendapatan desa. Lantas, mungkinkah dana mudik ini diubah menjadi salah satu sumber keuangan desa?

Pasal 72 (1) UU Desa menyebutkan bahwa pendapatan desa bisa berasal dari hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga. Artinya, uang yang dibawa para perantau, termasuk para pemudik pada musim Lebaran, selain ditujukan bagi sanak saudara atau keluarga intinya, bisa disumbangkan kepada desa menjadi salah satu sumber pendapatan desa. Hal ini tentu menjadi peluang bagi pemerintah desa untuk memperoleh tambahan pendapatan. Bagaimana caranya?

Yang utama tentu saja desa harus memiliki data soal warganya yang menjadi perantau atau pemudik. Setelah data tersedia, pemerintah desa bisa memanfaatkan momen kepulangan para perantau dengan menggelar forum silaturahmi yang mempertemukan para perantau, pemerintah desa, Badan Permusyawaratan Desa, hingga tokoh masyarakat. Dalam forum tersebut, pemerintah desa bisa mempresentasikan visi-misi desa hingga program atau kegiatan yang hendak dilakukan dan membutuhkan dukungan dari semua pihak, terutama para perantau.

Pada awalnya tentu tidak semudah membalik telapak tangan. Kesediaan para perantau atau pemudik untuk menyumbangkan uang ke desa tentu harus diawali dengan manajemen pemerintah desa dalam mengelola anggaran desa. Jika pemerintah desa dikenal tidak transparan dan bertanggung jawab dalam mengelola uang desa, jangan harap para perantau atau pemudik tersebut bersedia menyumbangkan uangnya ke desa.

Sebaliknya, apabila pemerintah desa memiliki spirit dan komitmen yang jujur dan terbuka dalam mengelola uang desa, kepercayaan warga akan tumbuh dan secara sukarela akan bersedia menyumbangkan uangnya untuk kepentingan dan kebutuhan desa. Kejelasan penggunaan uang desa akan memberi keyakinan dan jaminan kepada para perantau bahwa uang yang disumbangkan ke desa tidak akan dikorupsi, melainkan akan dimanfaatkan untuk membiayai program atau kegiatan skala lokal desa. Pelembagaan uang mudik ke dalam skema anggaran desa diharapkan bisa membiayai program atau kegiatan yang sesuai dengan persoalan yang ada di desa. Manfaatnya juga meluas kepada publik di desa.

Tentu saja, pelembagaan ini bisa terus berlanjut jika uang sumbangan dari para perantau atau pemudik betul-betul dikelola dan dimanfaatkan untuk menjawab persoalan di desa. Jika pada 2015, misalnya, desa A baru memulai program pelembagaan uang mudik dan hasilnya didokumentasikan dan bisa dilihat secara nyata oleh para penyumbang yang notabene adalah para perantau, pada tahun mendatang potensi penerimanaan uang sumbangan dari para pemudik niscaya akan semakin meningkat.

Tulisan ini pernah dimuat di Koran TEMPO, 22 Juli 2015