Oleh: Dr. Muhammad Munadi, M.Pd
(Wakil Rektor II, Bidang Administrasi Umum, Perencanaan dan Keuangan)
Ada hal yang menarik ketika akan memasuki pintu gerbang di Bandara Internasional Adi Sumarmo Surakarta. Di tempat itu ada baliho besar terpampang advertising salah satu Perguruan Tinggi Australia. Ternyata perguruan tinggi asing sudah menawarkan jasanya di luar negeri bahkan di kota selain kota besar Indonesia. Sementara Perguruan tinggi di daerah Solo hampir tidak ada yang memasang papan iklan di dekat bandara. Iklan ini menunjukkan bahwa ada potensi besar calon mahasiswa perguruan tinggi Australia berasal dari Solo dan tidak begitu saja mengandalkan promosi melalui internet. Pertanyannya menjadi dua hal apakah masyarakat Solo masih belum mengandalkan sesuatu melalui internet atau masih menguatnya anggapan bahwa orang solo belum begitu akrab dengan promosi perguruan tinggi melalui internet. Dua pertanyaan ini memang belum ada penelitian sehingga sifatnya masih asumsi. Sementara menurut penelitian Kristian Starck dan Shahriyar Hossein Zadeh (2013) menunjukkan bahwa lembaga-lembaga pendidikan tinggi di Thailand untuk menarik mahasiswa asing melalui pemasaran online dilakukan melalui web page, teknologi informasi, dan kehadiran fisik di beberapa event, open house dan kegiatan sosial. Dengan demikian reputasi dan citra perguruan tinggi terangkat. Temuan ini berbeda dengan kenyataan bahwa salah satu perguruan tinggi di Australia masih memanfaatkan baliho yang terpasang di arah pintu masuk bandara di Solo. Sementara Glorija Sarkane dan Biruta Sloka (2015) menyatakan bahwa persaingan perguruan tinggi di seluruh dunia menjadikannya mencari cara yang paling efisien untuk menarik calon mahasiswa. Dua kenyataan tersebut menunjukkan bahwa persaingan yang keras dan terbuka di lembaga pendidikan menjadikannya harus berfikir ulang cara mempromosikan lembaga bisa secara lisan, cetak, elektronik, serta dunia maya. Kesemuanya efektif dan efisien tergantung ceruk pasar yang dibidik.
Melihat baliho besar tersebut perguruan tinggi di sekitar Solo harus segera tanggap terhadap model promosi dan beriklan baik di dalam maupun luar negeri. Dilihat dari ceruk pasar memang ada perbedaan antara perguruan tinggi dalam negeri dengan luar negeri. Akan tetapi perlu juga dipikirkan bahwa perguruan tinggi dalam negeri terutama di Solo Raya harus belajar marketing dengan perguruan tinggi luar negeri. Perguruan tinggi luar negeri berupaya merebut pasar Indonesia yang sangat luas dikarenakan dari jumlah potensi pasar usia lulus sekolah menengah atas/kejuruan sangat besar akan tetapi yang melanjutkan ke perguruan tinggi sangat kecil. Fasli Jalal (2008) memberikan gambaran sebagai berikut:
Tabel 1 APK Perguruan Tinggi
Component | 2007 Male : Female | |
19 – 24 cohort | 25.350.900 | 0,95 |
Public HEI | 978.739 | 0,87 |
Private HEI | 2.373.223 | 0,81 |
In Service TE | 47.253 | 0,81 |
Islamic HEIs | 506.247 | 1,01 |
Open University | 450.849 | 1,63 |
Total Students | 4.375.505 | 0,94 |
GER | 17,26% |
Potensi pasar yang belum masuk perguruan tinggi sebesar hampir 20 juta orang. Hal ini sangat menggiurkan bagi semua perguruan tinggi baik negeri maupun swasta di dalam dan luar negeri. Pangsa pasar yang luar biasa besar menjadikan maklum kalau ada perguruan tinggi luar negeri mempromosikan jasanya ke masyarakat Solo Raya. Perguruan tinggi Australia ini pasti sudah melihar peta kompetisi di Solo Raya yang memiliki perguruan tinggi yang banyak seperti dalam tabel berikut:
Tabel 2. Perguruan Tinggi di Solo Raya
No | Jenis | Status | Jumlah | |
Negeri | Swasta | |||
1. | Politeknik | 1 | 5 | 6 |
2. | Akademi | 0 | 28 | 28 |
3. | Sekolah Tinggi | 0 | 13 | 13 |
4. | Institut | 2 | 0 | 2 |
5. | Universitas | 1 | 10 | 11 |
Tabel tersebut menunjukkan kompetisi di Solo Raya sangat ketat ditambah pesaing dari luar negeri. Melihat kenyataan tersebut Perguruan Tinggi di Solo Raya perlu mempertimbangkan pendapat Rexford Owusu Okyireh. (2016) dari hasil penelitian pemasaran perguruan tinggi di Ghana. Perguruan tinggi harus menawarkan superior value pada calon. Selain itu perlu dipikirkan bagi perguruan tinggi terutama berkaitan harga, reputasi, lokasi dan program studi yang ditawarkan.
Pemasaran Perguruan Tinggi
Marketing pendidikan merupakan marketing bidang jasa yang sangat berbeda dengan marketing barang. Perguruan tinggi semestinya sudah tidak kaku lagi kaitannya dengan pangsa pasarnya yang terbatas pada konsumen fanatik, tetapi harus meluas pada konsumen potensial. Cakupannya juga tidak hanya di dalam negeri tetapi harus meluas ke seluruh negara yang ada di peta dunia. Disinilah diperlukan pemahaman atas bauran marketing (marketing mix), meliputi: Premium, Programme, Prospectus, Price, Prominence, People, dan Promotion. Bauran pemasaran pendidikan menurut Jonathan Ivy (2008) digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1. Business School 7P Marketing Mix
Gambaran tersebut kalau dibuat matriks sebagai berikut:
Tabel 3. Bauran Pemasaran dan Ruang Lingkupnya
No | Bauran Pemasaran | Ruang Lingkup |
1 | Premiums | Accomodation, modules, exchange programmes, computer facilities, residential requirements, class sizes |
2 | Programme | Range of electives, range of majors |
3 | Prospectus | Hardcopy of the prospectus, direct mail |
4 | Price | Payment arrangement, tuition fees, flexible tuition approaches, programme duration |
5 | Prominence | Academic staff reputation, league table, on-line information |
6 | People | Face to face tuition, personal contact, open days |
7 | Promotion | Press advertising, Publicity, Electronic marketing |
Tabel dan gambar di atas menunjukkan bahwa ada banyak hal yang harus digarap oleh Perguruan Tinggi berkaitan dengan perbaikan mutu ruang lingkup bauran pemasarannya. Semakin bermutu ruang lingkup yang ada menjadikan memudahkan mendapatkan tambahan calon mahasiswa yang banyak sekaligus memudahkan seleksi dari para pendaftar yang bermutu juga. Bauran tersebut jika disandingkan dengan sumber daya dalam manajemen, maka marketing lembaga pendidikan meliputi :
Tabel 4. Sandingan antara Sumber Daya Manajemen dan Marketin Mix
Sumber Daya | Bauran Pemasaran |
Man | People, Prominence |
Money | Price |
Material | Premiums |
Method | Prospectus |
Machine | – |
Market | Prospectus, Promotion |
Minute | – |
Knowledge | Programme |
Persandingan tersebut menunjukkan bahwa ketika bauran pemasaran digarap semakin bermutu menjadikan peningkatan mutu sumber daya dalam manajemen. Wallahu a’lam.
Daftar Pustaka
Buchari Alma. 2003. Pemasaran Strategik Jasa Pendidikan. Bandung: Alfabeta
Glorija Sarkane, and Biruta Sloka. (2015). Factors Influencing the Choice of Higher Education Establishment for Marketing Strategies of Higher Education. Economics and Business 2015/27. https://www.degruyter.com/downloadpdf/j/eb.2015.27.issue-1/eb-2015-0012/eb-2015-0012.xml
Jonathan Ivy. (2008). A New Higher Education Marketing Mix: The 7Ps For MBA Marketing. International Journal of Educational Management Vol. 22 No. 4, 2008 pp. 288-299 q Emerald Group Publishing Limited 0951-354X DOI 10.1108/09513540810875635.
Kristian Starck and Shahriyar Hossein Zadeh. (2013). Marketing within higher education institutions – A case study of two private Thai universities. http://www.diva-portal.org/smash/get/diva2:625908/fulltext02
Lupiyoadi, Rambat. (2001). Manajemen Pemasaran Jasa Teori dan Praktek. Jakarta :Salemba Empat.
Management Sudy Guide. (2017). The 7 P’s of Services Marketing. http://www.managementstudyguide.com/seven-p-of-services-marketing.htm
Rexford Owusu Okyireh. (2016). Marketing Of Higher Education In Ghana. Proceedings of INCEDI 2016 Conference 29th-31st August 2016, Accra, Ghana. http://www.incedi.org/wp-content/uploads/2016/11/MARKETING-OF-HIGHER-EDUCATION-IN-GHANA-OKYIREH-R.O..pdf