PENGEMBANGAN PROGRAM STUDI NON KAJIAN KE-ISLAM-AN PADA PERGURUAN TINGGI KEAGAMAAN ISLAM NEGERI

Oleh: Muhammad Munadi
(Wakil Rektor II Bidang Administrasi Umum, Perencanaan dan Keuangan)

Pergerakan transformasi perguruan tinggi keagamaan Islam saat ini sangat meggembirakan ditilik dari perubahan bentuk kelembagaannya. Awalnya berbentuk sekolah tinggi menjadi institut dan institut berubah menjadi universitas. Transformasi IAIN menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) memerlukan keseriusan luar biasa dari sisi pendirian program studi baru yang berbeda dengan sebelumnya serta harus memiliki pembeda yang jelas antara program studi (prodi) baru dengan prodi yang eksisting di perguruan tinggi di bawah  Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). Hal ini yang menjadikan Lembaga UIN harus memiliki landasan filosofis yang kuat dalam pengembangan prodi umum. Semua UIN sudah memiliki konsep paradigma filosofis integrasi Islam dan Ilmu yang berbeda-beda serta memiliki keunikan (baik istilah yang dipakai dan visualisasi) masing-masing. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta memiliki konsep integrasi-interkoneksi spider web (jaring laba-laba), UIN Maulana Malik Ibrahim memiliki konsep integrasi ”Pohon Ilmu”, UIN Sunan Ampel Surabaya dengan konsep integrated twin towers, UIN Sunan Gunung Jati Bandung dengan model integrasi ”Roda Ilmu”, serta UIN Walisongo Semarang dengan konsep Wahdah al-Ulum (Unity  of  Sciences) melalui  Panca Kamil (berbudi  pekerti  luhur,  berwawasan  kesatuan ilmu  pengetahuan,  berprestasi  dalam  akademik,  berkarir  secara   profesional dan berkhidmah kepada masyarakat). Konsep secara filosofis sudah selesai di kelembagaan UIN akan tetapi tidak mudah diimplementasikan pada tingkatan institutional (visi, misi, value dan tujuan – kelembagaan perguruan tinggi, fakultas, dan program studi), operasional (kurikulum, mata kuliah dan pembelajaran di kelas), serta arsitektural (bangunan dan sarana prasarana). Jika  4 kekuatan integrasi Islam dan Ilmu yang meliputi filosofis, institutional, operasional, serta arsitektural terdokumentasikan secara lengkap, sangat operasional serta mudah dibaca dan dipahami bisa menjadikan tindaklanjutnya akan mudah walaupun ada pergantian kepemimpinan perguruan tinggi.  Selama ini sepertinya yang terjadi pada beberapa Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) ketika ada pergantian kepemimpinan menjadikan ada kemandekan dalam implementasi kebijakan integrasi ilmu dan Islam.

Disamping itu dalam menerapkan integrasi Islam dan Ilmu harus melihat perkembangan keilmuan kompetitor di perguruan tinggi milik Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). Jika melihat dari sisi program sarjana terlihat data sebagai berikut:

Tabel 1. Kajian Ilmu Perguruan Tinggi

Program Kajian Jumlah
Pendidikan Agama Sosial Ekonomi Humaniora MIPA Teknik Pertanian Kesehatan Seni
Sarjana
PTKIN 702 340 667 168 97 49 32 7 10 0 2072
PTN 856 63 324 197 171 276 506 428 134 87 2955
Jumlah 1558 403 991 365 268 325 538 435 144 87 5027

Sumber: PDDIKTI Tahun 2018

Tabel di atas menunjukkan bahwa pengembangan program sarjana yang diperlukan di PTKIN adalah kajian ilmu kesehatan, pertanian, Teknik, dan MIPA. Tidak begitu berbeda dalam pengembangan program magister-pun semestinya mendasarkan pada tabel berikut:

Tabel 2. Kajian Ilmu Program Magister Perguruan Tinggi

Program Kajian Jumlah
Pendidikan Agama Sosial Ekonomi Humaniora MIPA Teknik Pertanian Kesehatan Seni
Magister
PTKIN 178 66 106 51 12 3 1 1 0 0 418
PTN 350 41 227 140 47 116 159 203 89 11 1372
Jumlah 528 107 333 191 59 119 160 204 89 11 1790

Sumber: PDDIKTI Tahun 2018

Sajian tabel di atas memperlihatkan bahwa program magister yang sudah jenuh adalah Pendidikan, Agama, Sosial dan Ekonomi. Akan tetapi yang masih terbuka adalah seni dan kesehatan di PTKIN. Begitu pula tidak berbeda dalam pengembangan program doktor-pun selayaknya mendasarkan pada tabel berikut:

Tabel 3. Kajian Ilmu Program Doktor Perguruan Tinggi

Program Kajian Jumlah
Pendidikan Agama Sosial Ekonomi Humaniora MIPA Teknik Pertanian Kesehatan Seni
Doktor
PTKIN 38 19 17 4 0 0 0 0 0 0 78
PTN 88 4 92 53 17 48 75 75 28 5 480
Jumlah 126 23 109 57 17 48 75 75 28 5 558

Sumber: PDDIKTI Tahun 2018

Gambaran di atas didasarkan pada tingkat kompetisinya menunjukkan bahwa pengembangan program doktor yang diperlukan PTKIN adalah kajian ilmu ekonomi, humaniora, kesehatan, pertanian, Teknik, MIPA, serta Seni.

Melihat kompetisi di atas memang menjadikan tidak  mudah mendirikan program studi umum  di PTKIN. Hal ini dikarenakan akan menghadapi kendala yang luar biasa dari sisi marketing, sumber daya dosen dan tenaga kependidikan, pembiayaan, sarana dan prasarana serta yang tidak kalah penting penyusunan kurikulum berkaitan dengan integrasi Islam dan Ilmu.

Jika PTKIN bermain pada ceruk pasar dan program studi yang sudah banyak jumlahnya  maka diperlukan distingsi yang tegas dan kuat dibandingkan dengan perguruan tinggi di bahwa Kemenrsitekdikti dari input – proses – output serta outcome. Jika tidak ada perbedaan akan menjadikan yang dihasilkannya menambah jumlah pengangguran terdidik dan ini akan sangat berbahaya.

Berbicara tentang input di PTKIN seperti yang disampaikan Yudian Wahyudi (Republika, 21 Februari 2018) bahwa komposisi input mahasiswa baru PTKIN didominasi oleh alumni SLTA umum, bukan dari madrasah. Ada sisi kemajuan, namun di sisi lain akan timbul persoalan baru yang harus diselesaikan. Pernyataan ini juga tidak sepenuhnya benar. Artinya bahwa input alumni SLTA Umum dan Madrasah sebenarnya sama karena sesuai UU No. 20 tahun 2003 pada pasal 17 ayat 2 dan Pasal 18 ayat 3 bahwa MI setara dengan SD, SMP setara dengan MTs, SMA setara dengan MA dan SMK setara dengan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK). Kesetaraan ini menjadikan madrasah yang disebutkan ini tidak lagi menjadi bagian madrasah/sekolah keagamaan akan tetapi sekolah umum yang berciri khas Islam di bawah Kementerian Agama. Ini bisa bermakna bisa saja alumni madrasah (Ibtidaiyah – Aliyah) dalam membaca dan memahami al Qurán tidak berbeda kualitasnya dengan alumni sekolah. Ini justru menjadi pekerjaan luar biasa pada PTKIN dalam memperbaiki kualitas mahasiswa baru dalam membaca dan memahami al Qurán maupun penguasaan Bahasa Arab.

Al Qurán dan Ilmu Alam : Sebuah Perspektif Implementasi

Dalam beberapa perkuliahan yang pernah dipraktekkan pada mata kuliah non ke-Islam-an, mahasiswa diminta membawa Kitab Fathurrahman dan Mushaf Al Qurán dan Terjemahnya. Kitab Fathur Rahman karya Imam Faidlullah bin Musa al-Hasani ini dipakai mahasiswa untuk  pencarian ayat-ayat suci al-Quran dengan penguasaan dasar-dasar Bahasa Arab. Mahasiswa diminta mencari tema tentang biji-bijian dalam al Qurán. Mahasiswa mencari dalam Kamus Bahasa Arab tentang biji-bijian. Tema ini diantaranya berkaitan  dengan dua hal, yaitu berkaitan balasan orang yang berbuat baik meskipun perbuatan kecil dan sederhana serta biji-bijian yang berkaitan dengan ilmu alam. Ayat berkaitan biji-bijian dalam konteks ilmu alam terdapat di 6 Surat, yaitu: Surat Al Anám ayat 95, Yaasin ayat 33, Qaf ayat 9, Ar Rahman ayat 11 – 12, An Naba’ ayat 14 -15 serta Surat Ábasa ayat 27 – 28. Beberapa ayat berkaitan dengan ilmu alam sebagai berikut:

Surat Al Anám ayat  95:

إِنَّ اللَّهَ فَالِقُ الْحَبِّ وَالنَّوَىٰ ۖ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَمُخْرِجُ الْمَيِّتِ مِنَ الْحَيِّ ۚ ذَٰلِكُمُ اللَّهُ ۖ فَأَنَّىٰ تُؤْفَكُونَ

“Sesungguhnya Allah menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan. Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup. (Yang memiliki sifat-sifat) demikian ialah Allah, maka mengapa kamu masih berpaling?”

Surat Yasin ayat 33:

وَآيَةٌ لَهُمُ الْأَرْضُ الْمَيْتَةُ أَحْيَيْنَاهَا وَأَخْرَجْنَا مِنْهَا حَبًّا فَمِنْهُ يَأْكُلُونَ

“Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan dari padanya biji-bijian, maka daripadanya mereka makan.”

Surat Qaf ayat  9

وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً مُبَارَكًا فَأَنْبَتْنَا بِهِ جَنَّاتٍ وَحَبَّ الْحَصِيدِ

“Dan Kami turunkan dari langit air yang banyak manfaatnya lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam,”

Surat Ar Rahman ayat 11 -12

فِيهَا فَاكِهَةٌ وَالنَّخْلُ ذَاتُ الْأَكْمَامِ

وَالْحَبُّ ذُو الْعَصْفِ وَالرَّيْحَانُ

“Di bumi itu ada buah-buahan dan pohon kurma yang mempunyai kelopak mayang.

Dan biji-bijian yang berkulit dan bunga-bunga yang harum baunya.”

Surat An Naba’ ayat 14 -15

وَأَنْزَلْنَا مِنَ الْمُعْصِرَاتِ مَاءً ثَجَّاجًا

لِنُخْرِجَ بِهِ حَبًّا وَنَبَاتًا

 

“dan Kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah,

supaya Kami tumbuhkan dengan air itu biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan,”

Surat Ábasa  ayat  27 – 28

فَأَنْبَتْنَا فِيهَا حَبًّا

وَعِنَبًا وَقَضْبًا

وَزَيْتُونًا وَنَخْلًا

وَحَدَائِقَ غُلْبًا

“lalu Kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu,

anggur dan sayur-sayuran,

Zaitun dan Kurma

dan buah-buahan serta rumput-rumputan,”

 

Ayat-ayat di atas menggambarkan bahwa satu ilmu berkaitan dengan ilmu lain, kalau dianalisa dapat dipaparkan sebagai berikut:

  1. Tauhid: Allah berperan dalam menumbuhkan biji-bijian dan memproses hujan sehingga bermanfaat bagi makhluk.
  2. Ilmu Alam : proses hujan (Surat An Nur (24):43), Al A’raf :57, dan Ar Rum (30):48)
  3. Ilmu Alam : ragam fungsi hujan (menumbuhkan tanaman (An Nahl:11, Air hujan yang sama tetapi menghasilkan beraneka buah (Fatir:27, Az Zumar:21), Az Zukhruf:11, Al Mu’minun:11, Al Anám:99), minuman (An Nahl:10), kebersihan (Furqan:48, Al Anfal:11).
  4. Ilmu Alam : hujan dan biji-bijian (Al Anám:95)
  5. Ilmu Alam : hujan dan ragam tanaman (rumput, buah, anggur, sayuran)

Kelima hal tersebut  bisa ditegaskan bahwa Tauhid mendasari semua ilmu dan ilmu harus mengarahkan seseorang menjadi kuat Tauhidnya.

Persyaratan untuk mencapai hal tersebut tidak bisa dikaji hanya satu illmu saja secara terpisah tetapi akan bisa menangkap pesan Allah jika dikaji secara multidisplin, interdisplin, dan transdisiplin. Pendekatan Pendidikan, pengajaran, pembelajaran, perkuliahan,  riset  serta  pengabdian  kepada  masyarakat  yang  lebih  bercorak  multi displiner,  inter displiner dan  transdisipliner mernurut Muhammad Amin Abdullah (2018) memastikan permasalahan dapat didekati secara komprehensif sehingga dapat ditemukan solusi lebih cerdas, jitu  dan  handal.

Prentice yang dikutip Sudikan (2015:4) menjelaskan bahwa Interdisipliner (interdisciplinary) adalah interaksi intensif antarsatu atau lebih disiplin, baik yang langsung berhubungan maupun yang tidak, melalui program-program penelitian, dengan tujuan melakukan integrasi konsep, metode, dan analisis. Multidisipliner (multidisciplinary) adalah penggabungan beberapa disiplin untuk bersama-sama mengatasi masalah tertentu. Transdisipliner (transdisciplinarity) adalah upaya mengembangkan sebuah teori atau aksioma baru dengan membangun kaitan dan keterhubungan antarberbagai disiplin. Pengertian yang hampir sama dalam konteks penelitian dinyatakan Stock, dan Burton (2011:1095-1098) bahwa multidisipliner dianggap yang paling integratif karena menampilkan beberapa disiplin akademis dalam investigasi berbasis tematik dengan banyak tujuan. Sedangkan interdisipliner dapat dianggap sebagai langkah maju dari multidisipliner. Studi interdisipliner fokus pada mengatasi masalah sistem ‘dunia nyata’ tertentu dan, sebagai hasilnya, proses penelitian memaksa peserta (dari berbagai disiplin ilmu yang tidak terkait) untuk melintasi batas-batas untuk menciptakan pengetahuan baru. Adapun transdisipliner mungkin merupakan bentuk penelitian terpadu yang paling diinginkan dan sulit diperoleh.

Dalam memudahkan pengertian tersebut ada gambaran menarik yang dinyatakan Widyo Nugroho Sulasdi (2015) sebagai berikut:

Gambar 1. Multidisplin, Interdisiplin dan transdisiplin

Gambar di atas dapat dibuat matrik sebagai berikut:

Tabel 4. Multidisiplin, Interdisiplin ndan Transdisiplin

No Ilmu Integrasi Hasil Akhir Sifat Disiplin
1 Disiplin A Tanpa diintegrasikan Multi
2 Disiplin B Tanpa diintegrasikan Multi
3 Disiplin C Tanpa diintegrasikan Multi
4 Disiplin A, B, C Diintegrasikan Memecahkan persoalan Inter
5 Disiplin A, B, C Diintegrasikan Menciptakan pemahaman baru Trans

Tabel di atas menunjukkan bahwa ilmu yang bisa memiliki hasil memecahkan persoalan dan menciptakan pemahaman baru haruslah saling berinegrasi satu dengan yang lainnya. Tanpa adanya integrasi maka kemanfaatan ilmu masih dipertanyakan.

Pekerjaan luar biasa dihadapi oleh semua PTKIN ketika akan dan sedang mengembangkan ilmu-ilmu non ke-Islam-an. Berangkatnya memang harus berada pada koridor belajar Al Qurán dulu baru mendapatkan ilmu lain dan bukan sebaliknya.  Karena sejatinya al Qurán bicara tentang sesuatu diyakini akan terintegrasi antara satu permaslahan satu dengan permasalahan lainnya. Hal ini memang tidak hanya dibebankan pada PTKIN saja tetapi harus berlangsung pada Pendidikan keluarga dulu baru kemudian merambah ke jalur Pendidikan lainnya. Wallahu a’lam bi-al shawab.

Daftar Pustaka

Muhammad Amin Abdullah. (2018). Multidisiplin, Interdisiplin, dan Transdisiplin Ilmu Pengetahuan dan Riset pada Pendidikan Tinggi Masa Depan. Prosiding Konferensi Internasional Integrasi Interkoneksi Islam dan Sains. Volume 1, September 2018. sunankalijaga.org/prosiding/index.php/kiiis/article/view/34/2

Republika (2018). UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Perkuat Integrasi Keilmuan. Republika, 21 Feb 2018. https://www.republika.co.id/berita/pendidikan/dunia-kampus/18/02/21/p4hqer399-uin-sunan-kalijaga-yogyakarta-perkuat-integrasi-keilmuan

Sudikan, Setya Yuwana. (2015). Pendekatan Interdisipliner, Multidisipliner, Dan Transdisipliner Dalam Studi Sastra. Paramasastra. Vol 2, No 1 (2015). ejournal.fbs.unesa.ac.id/index.php/Paramasastra/article/…/21/26

Stock, Paul, and Burton, Rob J.F. (2011). Defining Terms for Integrated (Multi-Inter-Trans-Disciplinary) Sustainability Research. Sustainability 2011, 3. https://pdfs.semanticscholar.org/a356/a7d8086b5d85e7804b7d25d421520562309d.pdf

Widyo Nugroho Sulasdi. (2015). Sistem Pembangunan Wilayah Pesisir dan Laut Secara Terpadu. Rangkuman Mata Kuliah. http://www.uruqulnadhif.com/2015/05/multidisiplin-interdisiplin-dan.html