Oleh: Prof. Drs. H. Rohmat,M.Pd., Ph.D.
(Direktur Pascasarjana IAIN Surakarta)
Disampaikan pada:
ORASI ILMIAH WISUDA KE-34 IAIN SURAKARTA
8 April 2017
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahirabbil’alamiin …
- Yth, Ketua, sekretaris dan angta senat IAIN Surakarta
- Rektor IAIN Surakarta dan jajarannya
- YM Para undangan yang tidak dapat disebutkan satu persatu
- YBBH Para orangtua dan keluarga wisudawan wisudawati
- YDBGN Para wisudawan wisudawati
Selamat kepada Para wisudawan wisudawati.
Saya ingat berkiprah wisuda pertama, jumlah wisudawan sekitar enem puluhan. Kini enam ratusan wisudawan dalam kebhinnekaan.
Hadirin yang berbahagia,
A. Pendahuluan
Dekade ini, Indonesia menekankan kepada empat (4) pilar bangsa sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Keempat itu meliputi;
- Pancasila
- Undang – Undang Dasar 1945
- Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
- Bhineka Tunggal Ika
Pancasila sebagai pilar pertama, lahir bukan datang serta merta tetapi melalui kajian ilmiah yang dicetuskan oleh Ir. Soekarno, menjelang Indonesia berdiri pada proklamasi 17 agustus 1945. Pancasila sebagai dasar RI. Pancasila merupakan filosofi kepribadian setiap warganegara Indonesia. Untuk itu, sila pertama sampai dengan sila kelima perlu dijabarkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kelima sila itu memuat nilai-nilai mendasar yang menuntut setiap warganegara berperilaku dalam kehidupan nyata di masyarakat. Dengan demikian, Pancasila merupakan bangunan pondasi yang kokoh, kukuh menyangga multi dimensi nilai-nilai kehidupan (living values), dengan apresiasi kecakapan hidup (life skiill) dalam berbangsa dan bernegara Indonesia. Multi nilai-nilai itu, melandasi seluruh aspek kehidupan berwarganegara Indonesia. Sehubungan dengan hal tersebut, maka sangat perlu bagi membangun manusia Indonesia yang paripurna memahami eksistensi dan menjaga Pancasila.
Undang–Undang Dasar 1945, sebagai pilar kedua, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia. Dalam rangka memahami dan mendalami UUD 1945, diperlukan pemahaman lebih dulu tentang makna undang-undang dasar bagi kehidupan berbangsa dan bernegara serta prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945. Pemahaman prinsip yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 sangat diperluka. Hal ini mustahil melakukan evaluasi terstruktur terhadap pasal-pasal yang dimiliki dalam batang tubuh serta barbagai undang-undang.
Pilar Negara Kesatuan Republik Indonesia. NKRI mulai dari Sabang sampai Merauke berjajar belasan ribu pulau itulah Indonesia. Tidak boleh kurang sekalipun sejengkal. Jika mungkin terpaksa terjadi, maka jawabanya tetes darah penghabisan. NKRI dihuni oleh ratusan juta anak bangsa Indonesia. NKRI sebagai ladang ibadah semua umat manusia. Manusia berkiprah dari berbagai latarbelakang kehidupannya. Pemahaman sangat diperlukan mengenai bentuk NKRI.
Bhinneka Tunggal Ika merupakan pilar keempat. Bahasa jawa, “sesanti” (semboyan) Bhinneka Tunggal Ika diungkapkan pertama kali oleh mPu Tantular, seorang pujangga agung kerajaan Majapahit, berkiprah dalam masa pemerintahan Raja Hayamwuruk, sekitar pada abad ke tigabelas (1350-1389). Semboyan titu diekspresi dalam karyanya, Sutasoma berbunyi “Bhinna ika tunggal ika, tan hana dharma mangrwa, ” maknanya “Berbeda-beda itu, satu (1) itu, tidak ada pengabdian yang mendua. “
Semboyan itu, kemudian dijadikan sebagai prinsip dalam kehidupan pemerintahan kerajaan Majapahit. Hal ini untuk mengantisipasi adanya keaneka-ragaman petunjuk yang diikuti oleh kaum Majapahit pada waktu itu. Walaupun berbeda petunjuk tetapi tetap satu (1) dalam pengabdian.
Keempat pilar tersebut, telah menjadi kesepakatan bersama, dipahami sebagian besar rakyat Indonesia. Namun demikian, terkesan masih ada yang beranggapan bahwa empat pilar itu hanya sekedar ungkapan sebagai slogan-slogan, suatu retorika menarik, kurang esensi dalam zaman global. Selain itu, ada juga mungkin beranggapan hanya sebagai kemenarikan berkenaan dengan politik. Era ini memerlukan pijakan nyata bisa berdaya saing dalam kebhinnekaan.
Empat pilar dimaksud untuk dimanfaatkan sebagai landasan perjuangan dalam menyusun program kerja dan dalam melaksanakan kegiatannya. Hal ini diungkapkan lagi oleh Presiden RI ke enam pada kesempatan berbuka puasa dengan para pejuang kemerdekaan pada tanggal 13 Agustus 2010 di istana Negara.
Selanjutnya, empat pilar kebangsaan tersebut, sangat perlu dipahami untuk dikonkritkan dalam program garapan pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Hadirin, Yth.
B. Kebhinnekaan
Secara historis dengan perspektifnya, Indonesia merupakan negara berkepulauan dalam kebhinnekaan. Kebhinnekaan merupakan super power of values. Kondisi Indonesia yang pluralistik ini menunjukkan tingginya nilai-nilai universal kehidupan berbangsa dan bernegara, bahkan menjadi pengawal nilai-nilai kehidupan bagi negara-nagara di dunia.
Indonesia terdiri dari belasan ribu pulau, dalam 33 propinsi. Pemerintah Indonesia terus melakukan penertiban pulau yang ada di seluruh daerah dan membakukan jumlah pulau secara detil. Pada tahun 2016, pulau yang berhasil ditertibkan dan diverifikasi jumlahnya mencapai 14.572 pulau. Seluruhnya kemudian dibakukan sebagai wilayah kepulauan Indonesia. Jumlah pulau tersebut yang sudah ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) sebanyak 13.466 pulau (Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (PRL) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Bryahmantya Satyamurti Poerwadi).
Selain itu, Indonesia termasuk memiliki 10 pulau terbesar di dunia, pulau Irian, Kalimantan dan Sumatera. Indonesia juga termasuk dalam 7 keajaiban dunia, yakni candi borobusur terletak di pulau Jawa.
Indonesia sebagai negeri yang kaya “gemah ripah loh jinawi”. Kekayaan itu tidak sebatas pada hasil alam saja, melainkan juga pada ragam suku, bahasa, budaya, tradisi/adat istiadat, warna kulit, agama, kepercayaan, dan mungkin faham pula. Contonya, untuk kekayaan suku bangsa, Indonesia memiliki ratusan nama suku bahkan ribuan jika dirinci hingga subsukunya. Dalam tahun 2016 yang lal;u tercatat sekitar 1340 jenis suku di Indonesia. Angka tersebut semakin memantapkan posisi pertama Indonesia sebagai jumlah suku bangsa terbanyak di Dunia (Wikipidia, 2016:5). Data itu, nampaknya perlu pencermatan lagi, Hal ini, Wahyu aji (2016:2) mengungkapkan bahwa data sensus penduduk yang terakhir dilakukan oleh badan pusat statistik atau BPS Republik Indonesia, maka dapat mengetahui suku bangsa berjumlah 1.128 suku bangsa. Topografi Indonesia yang sangat strategis perlu mendapatkan perhatian serius bagi institusi berperan untuk melakukan kajian mengenai how to keep on the unity diversity.
Kajian tentang kebhinnekaan dengan penegasan “Mengawal Indonesia, Memelihara Kebhinekaan”, menjadikan suburnya “unity” mengenai Bhinneka Tunggal Ika sebagai kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam rangka memelihara nilai-nilai Pancasila merupakan pendukung tumbuh kembangnya wawasan kebangsaan. Bahwasanya Pancasila bila ditinjau dalam konteks historis, maka eksistensinya melandasi tegaknya kelahiran Indonesia, dan menjadi dasar serta filosophi kepribadian bangsa dalam NKRI. Tidak sedikit terjadi rongrongan/merongrong dasar negara RI Pancasila, diantaranya, PKI, DI/TII, RMS dan mungkin yang masih dalam bentuk lain.
Selain itu, ada mungkin pandangan mengenai Ideologi yang mengganggu Pancasila. Misalnya, Ideologi kanan (haluan agama, radikalisme), ideologi kiri (haluan komunis/atheis), Untuk itu, perlunya memelihara, mengawal dan menjaga keutuhan NKRI, dengan stabilitas, toleran, kedamaian serta kerja keras yang harmonis dalam kehidupan Bhinneka Tunggal Ika. Sehubungan dengan hal tersebut, maka sangat perlu memelihara Nilai-Nilai Kebhinnekaan dalam bermasyarakat berbangsa Indonesia.
Dengan demikian, terasa betapa pentingnya pengawasan peristiwa; perilaku radikalisme ke arah tendensi tertentu golongan berdalih keterbukaan menyampaikan pikiran atau pendapat, bahkan mungkin berkedok menguangkapkan aspirasi rakyat dan lainnya. “Untuk itu, perlu dibuat sistim dengan mekanisme pengawasan, sesuai peraturan yang berlaku, di wilayah RI. Dalam konteks ini, kebijakan umum pemerintah membina ideologi dan urgensi persatuan dan kesatuan dalam mengawal/menjaga dan memlihara kebhinnekaan dalam NKRI.
Hadirin Yth,
C. Peran IAIN Surakarta Dalam Memelihara Nilai-Nilai Kebhinnekaan
UUD 1945, pada alenia ke empat berbunyi:
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, maka disusun Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 Bab II Pasal 6 Tentang Pendidikan Tinggi (PT), poin b mengenai penyelenggaraan PT disebutkan bahwa demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai agama, nilai budaya, kemajemukan, persatuan, dan kesatuan bangsa.
Demikian halnya Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2015, Tentang Penerimaan Mahasiswa Baru Program Sarjana Pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri Bab III mengenai Penerimaan Mahasiswa Baru Pasal 4 poin a menyebutkan bahwa: Adil; tidak membedakan agama, suku, ras, jenis kelamin, umur, kedudukan sosial, kondisi fisik, dan tingkat kemampuan ekonomi calon mahasiswa, dengan tetap memperhatikan potensi dan prestasi akademik calon mahasiswa dan kekhususan program studi di perguruan tinggi yang bersangkutan.
PTKIN bukan sebagai menara gading, juga tidak seperti kerucut, tetapi bagaikan kawahcandradimuka generasi anak bangsa usia muda. Ir. Soekarno presiden RI pertama menegaskan sesuatu mengenai pemuda yang nampak realitasnya yakni “ Beri aku sepuluh pemuda, niscaya ku guncang dunia”. Dalam pada itu, Marzuki Wahid (2016) menulis bahwa ungkapan heroik itu, menunjukkan bahwa pemuda menempati bagian strategis, sekaligus menumbuhkan semangat bagi pemuda hingga saat ini. Demikin halnya para alumni dan para wisudawan termasuk usia muda telah mentas atau melewati dari penggodokan kawahcondrodimuko.
Untuk itu, potensi pemuda perlu dicermati dua nilai yakni: melakukan segala sesuatu yang produktif, konstruktif, dan transformatif secara disiplin serta kejujuran. Sebaliknya, perlu dihindari nilai dari destruktif, anarkis, arogansi, perbuatan melempar batu sembunyi tangan, persekongkelan, blackcampaign, memperumit hubungan kerja, memaki, menyalahkan orang lain, egoistik dan mungkin bahkan teroris (Adaptasi, Marzuki Wahid, Blakasuta, 2016). Anak bangsa generasi pada usia ini juga memiliki idealisme yang kuat, cara pandang bertumpu keilmuan, pengembangan potensi diri, berdaya saing dan mempunyai sikap berbangsa dan bernegara dalam kebhinnekaan. Keanekaragaman suku bangsa dan budaya Indonesia merupakan realitas historis dan sekaligus realitas sosio-kultural, dan kehadirannya atas takdir Allah SWT. (Agus SB, 2016,). Keragaman Indonesia sebagai kekayaan yang tidak ada dan tidak terjadi di negara lain. Kebhinnekaan merupakan kekayaan yang tidak ternilai. LVRI (2017:1) berharap kepada semua anak bangsa tetap melakukan pengawalan terhadap keutuhan NKRI yang terdiri dari berbagai suku, golongan dan agama ini.
Kedua nilai tersebut, bagi PTKIN termasuk IAIN Surakarta mempunyai peran strategis akademis dalam kebhinnekaan. Kebhinekaan merupakan kenyataan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk itu, IAIN Surakarta yang di dalamnya sudah nampak keanekaragaman, sangat perlu memperhatikan semua aktivitas mengarah kepada pentingnya menumbuhkembangkan secara terus menerus dalam wawasan kebangsaan Indonesia
Kebhinekaan merupakan embrio pluralistik. Keghinnekaan umat manusia bukan hal baru, tetapi telah lama mempunyai wadah yang khas dalam Islam. Islamlah yang menegaskun keanekaragamaan manusia. Ini nampak diisyaratkan secara gamblang tentang suku bangsa, bahasa, kedudukan sosial dan keyakinan. sebagaimana Allah SWT. berfirman:
Artinya, Hai manusia, sungguh Kami telah menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan serta menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kalian saling mengenal. Sungguh orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kalian. Sungguh Allah Maha Tahu lagi Maha Mengenal (QS al-Hujurat [49]: 13).
Seterusnya, Imam Ibnu Jarir ath-Thabari menjelaskan bahwa lafal li ta’ârafû bermakna: agar sebagian kalian saling mengenal sebagian yang lain dalam nasab. Allah SWT berpesan, “Sungguh Kami menjadikan bangsa-bangsa dan suku-suku ini untuk kalian, wahai manusia, agar kalian saling mengenal satu sama lain dalam ikatan kekerabatan, bukan untuk keunggulan bagi kalian, tetapi kekerabatan yang mendekatkan kalian kepada Allah. Justru yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling takwa kepada Allah.”
Ada pandangan dari yang berkompeten bahwa, wilayah kekuasaan kaum Muslim sejak rentangan zaman Nabi saw. sampai Kholifah Utsmaniyah meliputi Jazirah Arab, benua Afrika, Asia hingga Eropa. Ulama Islam terdiri dari beragam etnis. Imam al-Bukhari berasal dari kawasan Desa Bukhara di Uzbekistan, Rusia. Imam Ibn Hazm berasal dari Cordoba, Spanyol, Imam an-Nawawi berasal dari Damaskus, Syam. Ada juga Imam an-Nawawi al-Bantani yang berasal dari Serang, Banten.
Selain Imam an-Nawawi al-Bantani, ada juga Syaikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi yang juga asli Nusantara. Keduanya sama-sama pernah menjadi imam besar dan mufti di Masjidil Haram. Mereka memimpin shalat dan memberikan fatwa bagai ribuan jamaah yang berasal dari mancanegara, termasuk keturunan Arab dan suku Quraisy. Disamping perbedaan suku bangsa dan warna kulit, Islam juga menegaskan adanya perbedaan strata sosial-ekonomi sebagai anugerah dari Allah SWT. Hal demikian, tidak bisa dipungkiri, dengan iradah-Nya, manusia diciptakan memiliki perbedaan kekayaan, tingkat pendidikan dan profesi. Allah SWT telah menetapkan rezeki di antara manusia dan membagi kedudukan manusia karena rezeki yang telah Ia berikan. Allah SWT berfirman:
نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۚ
وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ
بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا ۗ
Artinya, Kami telah menentukan di antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia serta telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat agar sebagian mereka dapat memanfaatkan sebagian yang lain (QS az-Zukhruf [43]: 32).
Penjelasan dari yang berkompeten bahwa, Islam merupakan sistem kehidupan yang telah menjamin kebersamaan dan keadilan bagi semua manusia. Dengan demikian, tidak timbul bahkan tidak ada kesenjangan juga tidak ada arogansi warga mayoritas, juga kepada kaum minoritas. Islam mengayomi secara totalitas tentang keimanan masyarakat, tidak hanya untuk umat manusia muslim muslimah melainkan juga manusia yang tidak memeluk Islam. Islam memberikan tuntunan yang indah dalam bingkai kenyamanan kehidupan bagi umat muslim, agar tidak memaksa manusia yang bukan muslim supaya masuk agama Islam, kecuali muncul dari hati nurani dengan pemahaman dakwah yang terbuka. Allah SWT berfirman:
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ
Artinya, Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam). Sungguh telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat (QS al-Baqarah [2]: 256).
Lebih meneduhkan lagi bagi manusia bahwa umat muslim dilarang melakukan penghinaan aqidah juga berkenaan dengan simbol suatu agama. Sebagaimana Allah SWT. berfirman:
وَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا
اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ
Artimya, Janganlah kalian memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan (QS al-An’am [6]: 108).
Kehidupan kebhinnekaan, tidak hanya sekarang melainkan juga sudah berabat-abat yang lalu. Hal ini merupakan dokumen yang ditulis dengan tinta surga, memiliki makna dalam dan luas secara histories di dunia. Tidak ada kesenjangan, diskriminasi, pengkotak-kotakan, berperilaku untuk suatu kelompok tertentu mungkin dalam kelompoknya. Sebaliknya, justru keharmonisan kebersamaan dalam kehidupan kebhinnekaan.
Nilai-nilai kebhinnekaan sebagaimana dalam kajian di atas, maka IAIN Surakarta seyogyanya melakukan peningkatan penajaman wawasan kebangsaan Indonesia. Apa yang sudah dilakukan oleh IAIN Surakarta dalam kebhinnekaan Indonesia? Apa kesiapan IAIN Surakarta dalam melestarikan nilai-nilai kebhinnekaan?
IAIN Surakarta memiliki potensi yang kuat telah diapresiasi dalam kiprahnya secara akademik baik di NKRI maupun kancah global dalam kebhinnekaan. Eksistensi kampus ini secara topografis hitoris disinyalir dulunya wilayah lingkungan kerajaan Pajang dengan raja Sultan Hadiwijoyo murid Sunan Kalijogo memiliki perjuangan dakwah islamiyah dalam kebhinnnekaan. Sejalan dengan perkembangan era, saat ini IAIN Surakarta tidak hampa untuk olah pikir, olah roso, dan olah rogo berkiprah membangun peradaban dalam kebhinnekaan Indonesia. Hal ini nampak dari seluruh sivitas akademika secara harmoni menjalankan aktivitas dalam keberagaman.
Dalam sosialisasi pada rekrutmen calon mahasiswa dari Sabang sampai Merauke bahkan ke manca negara mengenal kebhinnekaan. Selanjtnya, proses pendidikan dan pengajaran bermuatan nilai-nilai kebhinnekaan ditumbuhkan secara kurikuler. Pengabdian kepada masyarakat juga dilakukan sinergi dengan keberagaman yang khas dan unik di masyarakat. Demikian pula penelitian dikerjakan atas fenomena yang terjadi dalam dinamika fokus persoalan di masyarakat yang penuh keanekaragaman. Begitu juga, para alaminya, termasuk para wisudawan wisudawati telah menunjukkan prestasi yang dibangun dengan nilai-nilai akademik, dinamik, kreatif, disiplin, kejujuran, kesantunan, kecakap dan berakhlak mulia dalam kebhinnekaan bangsa.
Seterusnya, IAIN Surakarta jangan terlalu lelap tidur, perlu bangkit, mempunyai greget, gembregah dan gembregut untuk bersua.
Sebagai wujud anak bangsa bakti nyata, Kami mengungkapkan bahwa, kami memiliki keanekaragaman bunga, kami mempunyai bunga mawar, kami berikan bunga mawar kepada bangsa, kami mempunyai bunga cempaka, kami berikan bunga cempaka kepada negara, kami mempunyai bunga mlati, kami berikan bunga mlati kepada ibu pertiwi, dan kami mempunyai bunga kambuja, kami berikan bunga kambuja dengan rela sekalipun di bawah pohon kambuja sebagai bakti anak bangsa kepada Indonesia dalam kebhinnekaan.
Demikian indahnya sivitas akademika IAIN Surakarta berkiprah membangun generasi ilmiah, penuh dengan kode etik, cakap, teduh, berbudaya, membumikan nilai-nilai Alqur’an dalam kehidupan berwawasan kebhinnekaan bangsa.
Sesudah IAIN Surakarta nampak kiprahnya dalam keberagaman, bukanlah selesai, tetapi perlu peningkatan penajaman untuk kesiapan dalam melestarikan nilai-nilai kebhinnekaan. Hal ini sangat relevan melakukan reorientasi mengenai perannya pada zaman global dalam kebhinnekaan ini. Misalnya; penataan semua komponen sistem akademik mulai dari kebijakan sampai dengan operasional teknis apapun direncanakan berwawasan nilai-nilai kebhinnekaan bangsa Indonesia. Selain itu, perlu merencanakan program tentang peran serta mengkomunikasokan kebijakan pemerintah dengan dunia akademis bagi pemahaman pembangunan bangsa di masyarakat dalam kebhinnekaan.
Dengan demikian, IAIN Surakarta tidak perlu diragukan perannya dalam melestarika nilai-nilai kebhinnekaan, walaupun mungkin terdapat keterbatasan. Itulah darma bakti kami yang tidak pernah padam untuk Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika. Berbeda-beda tetapi tetap satu NKRI.
D. Penutup
Penyelenggaraan Tridarma PT PTKIN, terutama IAIN Surakarta memiliki orientasi berwawasan kebhinnekaan. Peran IAIN Surakarta bukan hal baru barkiprah sehari-hari dalam memelihara nilai-nilai kebhinnekaan, termasuk para alumni dan para wisudawan wisudawati. Selamat dan sukses dalam keghinnekaan berbangsa dan bernegara Indonesia.
Sekian,
Terimakasih,
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Prof. Drs. H. Rohmat, M.Pd., Ph.D.