Perempuan dan Politik

Oleh: Alimmatul Ghoriyah

(Mahasiswa Fakultas Syariah IAIN Surakarta Prodi Hukum Ekonomi Syariah)

Keterlibatan kaum wanita dalam wilayah politik merupakan sebuah wacana yang sudah tidak asing dan masih menjadi isu utama diberbagai belahan dunia. Coba kita tengok lingkungan sekitar kita, apa persepsi mereka tentang peran dan kedudukan perempuan? Perempuan sampai saat ini masih termarginalisasi oleh mainstream pemikiran bahwa “perempuan itu harus dirumah, dan segala urusan luar rumah adalah urusan laki-laki" terkesan bahwa seorang perempuan itu hanya terdesak di wilayah pinggiran yang hanya mengurusi segala urusan rumah tangga, dan segala sesuatu yang berada diluar rumah adalah urusan laki-laki, apalagi dalam hal kepemimpinan.
Kodrat perempuan sering dijadikan alasan untuk mereduksi berbagai peran perempuan di dalam keluarga maupun masyarakat, kaum laki-laki sering dianggap lebih dominan dalam memainkan berbagai peran, sementara perempuan memperoleh peran yang terbatas. Pada hakekatnya kedudukan dan peranan seorang perempuan dibedakan dalam dua hal. Pertama kedudukan perempuan sebagai seorang isteri dan ibu rumah tangga dalam suatu keluarga. Kedudukan yang demikian disebut sebagai fungsi intern yang mempunyai arti bahwa hak dan kewajiban seorang perempuan terbatas dalam lingkungan internnya. Kedua kedudukan seorang perempuan sebagai warga negara dan anggota masyarakat yang melingkupi seluruh kegiatan sosial ekonomi, politik, dan budaya.

Perlindungan hak wanita atas kesamaan di depan hukum, diakui dalam konstitusi tertulis Indonesia, yaitu Undang-undang Dasar 1945 Pasal 28 D menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan  kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.” dalam pasal ini, istilah “setiap orang” yang berarti bahwa perlakuan yang sama di hadapan hukum berlaku bagi setiap orang, pria dan wanita, tanpa pembedaan jenis kelamin.
Selain itu, dalam pasal 27 ayat (1) juga dinyatakan bahwa “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Dalam pasal 27 ayat (1) juga menggunakan istilah “segala warga negara”, yang berarti kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan tidak mengenal pembedaan jenis kelamin dan gender.
Berbicara terkait dengan politik, Politik adalah sebuah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional. Coba kita lihat bahwa sekarang dalam dunia politik, wanita sudah berada dalam masa modern karena kita tau bahwa sekarang partisipasi wanita dalam politik jauh lebih banyak dibanding dulu saat masa tradisional yang mana peran wanita cenderung pasif dan tidak mau tau. Namun sekarang semakin terlihat bahwa dalam dunia politik, wanita sudah mau meninggalkan masa medern dan akan beralih kepada masa post-modern, hal itu terlihat dari semakin dominannya peran wanita itu sendiri. Peran wanita dalam politik di Indonesia terlihat semakin kuat, dibuktikan dengan keberadaan beberapa mentri perempuan di Indonesai. Menurut catatan PBB, Indonesia tercatat ada 34 menteri. Ada pun menteri wanita di Kabinet Kerja adalah Menko PMK Puan Maharani, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pujiastuti, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Menteri BUMN Rini Soemarno, Menteri Kesehatan Nila F Moeloek, dan Menteri Pemberdayaan Perempuan Yohana Yembise. Sebelumnya ada Khofifah Indar Parawansa di posisi Menteri Sosial, namun mengundurkan diri dari kabinet untuk mengikuti ajang Pilkada Jawa Timur 2018.
Ini adalah bukti bahwah bahwa perempuan masih memiliki peluang menduduki posisi strategis pada struktural kepemerintahan. Sejatinya, perempuan dianggap lebih cocok mengurus wilayah domestik (privat), sementara laki-laki wilayah publik, namun faktanya perempuan telah banyak menduduki posisi-posisi penting. Alasan ini tentu jika ditelusuri secara mendalam, perempuan memang memiliki kelebihan, sehingga mengapa ia mampu berada setara dengan laki-laki dalam kehidupan sosialnya. Meskipun peran perempuan dan kepemimpinan masih terdapat banyak perdebatan, tidak dapat dipungkiri wanita juga merupakan makhluk sosial, sama seperti laki-laki. Keduanya diberi potensi yang sama dari sisi insaniahnya, yakni berupa potensi akal dan potensi hidup (naluri dan kebutuhan jasmani). Potensi-potensi inilah yang akan mendorong manusia untuk terjun dalam kancah kehidupan.