Perguruan Tinggi dan Tantangan Ke Depan[1]

Oleh: Muhammad Munadi[2]
(Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah IAIN Surakarta)

Pengantar

Perguruan tinggi di Indonesia berjumlah sangat besar. Jumlah tersebut dimiliki oleh pemerintah maupun masyarakat dengan beragam bentuk, yaitu:  Universitas, Institut, Sekolah Tinggi, Akademi, Politeknik, Sekolah Vokasi, Akademi Komunitas, dan yang terakhir adalah Ma’had Aly. Jumlah di luar Ma’had Aly dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Jumlah Perguruan Tinggi di Indonesia

No Kementerian/Lembaga Negeri Swasta
1 Kementerian Pendidikan  dan Kebudayaan 123 3205
2 Kementerian Agama 98 1081
3 Non Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama 187 0
Jumlah 408 4286

 (Munadi, 2020)

Jumlah tersebut, jika dikalikan mahasiswa per-perguruan tinggi rata-rata ada 500 orang tiap angakatan maka berjumlah 2.347.000 mahasiwa. Belum lagi kalau dikalikan ragam angkatannya, maka akan semakin besar jumlahnya. Akankah mereka menjadi barisan sumber daya manusia yang unggul yang mandiri, menjadi barisan yang menunggu pekerjaan dari orang lain, menjadi wirausaha atau bahkan menjadi pengangguran? Yang paling berbahaya, ketika mereka menjadi pengangguran. Sementara menurut catatan BPS (BPS, 2020) tingkat pengangguran terbuka (TPT), lulusan Diploma I hingga III 8,08 persen, strata I 7,35 persen, SMK sebesar 13,55 persen, SMA 9,86 persen, SMP 6,46 persen, dan lulusan SD 3,61 persen. Pengangguran jenjang sarjana semakin hari semakin bertambah banyak dibandingkan jenjang pendidikan lain (Kelly, 2019). Kalau tidak berhati-hati, dikhawatirkan mereka akan menjadi trouble maker. Tingkat pengangguran lulusan perguruan tinggi merupakan salah satu isu sensitive dan riskan yang sedang dibahas oleh para sarjana perguruan tinggi (Hwang, 2017). Perguruan tinggi harus bertindak cepat untuk membantu mahasiswa dan alumninya dengan cara membekali cara untuk menavigasi karir mereka di pasar kerja yang semakin kompetitif  (Kelly, 2019).

Perguruan Tinggi dan Beberapa Tantangan

Perguruan Tinggi ke depan, menurut  Østergaard dan Nordlund (Østergaard & Nordlund, 2019) memiliki 4 tantangan  besar, yaitu: pertama, peningkatan kebutuhan akan pembelajaran seumur hidup di dunia yang tidak linier. Kedua, perkembangan kebutuhan dan ekspektasi dari “konsumen – siswa/mahasiswa”. Ketiga, perkembangan model teknologi dan bisnis. Keempat, Menuju model “skill over degree”. 

Peningkatan kebutuhan akan pembelajaran seumur hidup di dunia non-linier

Mengapa harus belajar terus menerus? Hal ini dikarenakan menurut (Manyika, et al., 2017) bahwa ketika  otomatisasi terjadi di semua sektor, maka akan terjadi job changed, Job gained dan job loss. Predikisnya tahun 2030, 57 juta pekerjaan – akan hilang (Dautovic, 2020) (Ping, 2019), Kami memperkirakan bahwa antara 400 juta dan 800 juta orang dapat digantikan oleh otomatisasi dan kebutuhan untuk mencari pekerjaan baru pada tahun 2030 di seluruh dunia  (Manyika, et al., 2017),  dan prediksi lain tujuh puluh lima juta hingga 375 juta mungkin perlu beralih kategori pekerjaan dan mempelajari keterampilan (Manyika, et al., 2017). Namun demikian, mekanisasi akan menciptakan 58 juta lebih banyak pekerjaan daripada yang digantikannya (Shaban, 2018).

Siapapun yang mengalaminya harus terus belajar untuk memperbarui keterampilan agar selalu tetap relevan dengan perubahan. Keterampilan yang berkembang berbasis pengetahuan dan berinteraksi secara substansial dengan teknologi. Disinilah pekerjaan seumur hidup tidak lagi berlaku. ‘Allimu auladakum fainnahum makhluqun lizamanin ghairi zamanikum. Artinya: Didiklah anak-anakmu karena sesungguhnya mereka akan hidup di zaman yang tidak sama dengan zamanmu Ini selaras dengan maqalah lain:

اطْلُبُوْا الْعِلْمَ مِنَ الْمَهْدِ إِلَى اللَّحْد

“Tuntutlah ilmu sejak dari buaian hingga liang kubur.

Perguruan tinggipun harus menyedikan ragam pendidikan dan keterampilan  lanjutan dan baru yang sesuai kebutuhan masyarakat.

Perkembangan kebutuhan dan ekspektasi dari “konsumen – siswa/mahasiswa”

Pendidikan harus menyesuaikan dengan ragam kebutuhan konsumen (siswa/mahasiswa), sehingga tidak berlaku lagi one-size-fits-all atau one-fits-for-all.  Hal ini bisa mengacu pada diferensiasi kurikulum dan pembelajaran. Tidak ada siswa/mahasiswa yang bodoh, yang ada siswa/mahasiswa memiliki minimal 1 dari 8 kecerdasan yang dikonsep Gardner. Kecerdasan  tersebut sebagai berikut:

  1. Kecerdasan linguistik: kepekaan terhadap arti dan urutan kata.
  2. Kecerdasan logis-matematis: kemampuan dalam matematika dan sistem logika kompleks lainnya.
  3. Kecerdasan musik: kemampuan untuk memahami dan menciptakan musik. Musisi, komposer dan penari menunjukkan kecerdasan musik yang tinggi.
  4. Kecerdasan spasial: kemampuan untuk “berpikir dalam gambar,” untuk memahami dunia visual secara akurat, dan menciptakan kembali (atau mengubahnya) dalam pikiran atau di atas kertas. Kecerdasan spasial sangat berkembang pada seniman, arsitek, perancang dan pematung.
  5. Kecerdasan kinestetik-jasmani: kemampuan menggunakan tubuh dengan cara yang terampil, untuk ekspresi diri atau menuju tujuan. Pantomim, penari, pemain bola basket, dan aktor termasuk di antara mereka yang menunjukkan kecerdasan kinestetik-tubuh.
  6. Kecerdasan interpersonal: kemampuan untuk memahami dan memahami individu lain – suasana hati, keinginan, dan motivasi mereka. Para pemimpin politik dan agama, orang tua dan guru yang terampil, dan terapis menggunakan kecerdasan ini.
  7. Kecerdasan intrapersonal: pemahaman tentang emosi diri sendiri. Beberapa novelis dan atau konselor menggunakan pengalaman mereka sendiri untuk membimbing orang lain.
  8. Kecerdasan naturalistik adalah kemampuan untuk mengidentifikasi, mengklasifikasikan dan memanipulasi elemen lingkungan, benda, hewan atau tumbuhan (Gardner, 2011) (Gardner, 1999)

Perguruan tinggi dan Sekolah/Madrasah harus melayani optimalisasi minimal 1 dari 8 kecerdasan yang dimiliki siswa/mahasiswa. Dengan bahasa lain, perguruan tinggi/sekolah/madrasah bisa menerapkan special curriculum for special student atau special treatment for special student

Perkembangan model teknologi dan bisnis

Teknologi dan bisnis saat ini sudah tidak lagi memerlukan lapak berbentuk bangunan. Semuanya bisa dilayani secara online yang terintegrasi dan saling kerjasama. Bukan lagi competition tetapi cooperation. Bisa dilihat fenomena jual beli online ada pemilik situs (contoh: bukalapak, tokopedia, dll) yang menghubungkan produsen, distributor, pembeli, serta internet banking atau yang sejenis baik dalam dan luar negeri. Semuanya ada sinergi dan kerjasama yang saling menguntungkan. Realitas yang terbangun adalah munculnya “deterritorialisation”. Fenomena lain yang menarik adalah munculnya gopay dan sejenis sebenarnya memunculkan lembaga simpanan syari’ah walaupun tidak menamakan dirinya lembaga syari’ah. Banyak orang menyimpan uangnya yang tidak pernah berfikir adanya bunga. Dana ini merupakan dana segar yang besar dan bisa mengalahkan perbankan bentuk apapun.

Menuju model “skill over degree

Lembaga kerja tidak hanya memerlukan tenaga kerja yang memiliki gelar pendidikan, tetapi juga yang memiliki keterampilan dan pola pikir yang tepat serta memiliki kemauan untuk belajar seumur hidup untuk mendapatkan keterampilan yang selalu relevan. Disinilah Perguruan Tinggi harus mengembangkan keterampilan mahasiswa melalui kegiatan intrakurikuler, kokurikuler dan ekstrakurikuler. Hal ini merujuk pernyataan Anies Rasyid Baswedan (2016) bahwa IP yang tinggi hanya mengantar akan anda ke panggilan wawancara, tetapi kepemimpinan yang didapatkan selama kuliah akan meraih kecemerlangan di masa depan. Hal itu dikarenakan seorang mahasiswa ketika belajar bisa memiliki peran yang banyak dan multi tasking maka akan bisa menjadikan kesuksesan setelah lulus sekolah/kuliah. Seseorang tidak hanya aktif  belajar di kelas tetapi juga aktif di kegiatan kemahasiswaan. Dengan demikian mahasiswa bisa mengembangkan keunggulan komparatif, keunggulan kompetitif, dan keunggulan alternatif. Disinilah perguruan tinggi harus menyediakan ragam yang banyak baik kegiatan intrakurikuler, kokurikuler dan ekstrakurikuler.

Perguruan Tinggi Harus Bagaimana?

Pekerjaan lembaga pendidikan tinggi harus direstrukturisasi menyesuaikan tantangan yang ada sehingga relevan dari sisi tanggung jawab sosial dan transfer – pengetahuan dan ketrampilan. Pembelajaran dan pendidikan, pengabdian kepada masyrakat serta peneltiian yang dilakukan disesuaikan dengan harapan dari masyarakat. Jika ini dilakukan akan terjadi mekanisme transfer pengetahuan yang sesuai dengan perkembangan yang ada (Granados, 2018).

Semua kegiatan  yang diselenggarakan perguruan tinggi harus terkomunikasikan melalui website dan media sosial. Platform media sosial adalah saluran paling penting untuk mempromosikan kampanye iklan dan berkomunikasi dengan para siswa saat ini dan yang prospektif (Salem, 2020). Menurut sebuah studi oleh EAB yang dikutip Haley Marx (Marx, 2020), sekitar 30% dari 9.500 siswa yang disurvei telah membuka situs web universitas melalui saluran media sosial sekolah.

Kesemuanya harus didukung oleh anggaran perguruan tinggi. Kalau hanya mengandalkan dana dari mahasiswa sangat kurang, maka diperlukan dana di luar kebiasaan. Hal ini mengingat dana sumbangan masyarakat sangat banyak dan besar seperti yang dinyatakan Munadi (Munadi, 2020) Potensi zakat di Jawa Tengah mencapai Rp14 triliun per tahun, namun baru sebagian kecil yang bisa dihimpun oleh sejumlah lembaga yaitu sebesar Rp. 150 milyar yang dihimpun 30 lembaga penyalur zakat. Belum lagi potensi lainnya, seperti infaq, shadaqah, hibah, apalagi wakaf.  Potensi wakaf bisa lebih besar seperti yang diintrodusir oleh Makdisi (Makdisi, 1990) termasuk Munadi (Munadi, 2017) (Munadi, 2020). Dengan demikian, diyakini civitas akademika Perguruan Tinggi bisa menghadapi tantangan tersebut.

Daftar Pustaka

Anies Baswedan alumni UGM yang berani masuk UI – INSPIRATALK (2016). [Motion Picture]. Retrieved August 28, 2020, from https://www.youtube.com/watch?v=4oEROujLVnI

BPS. (2020, Nopember 5). Agustus 2020: Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 7,07 persen. BPS Press Release. Retrieved Desember 17, 2020, from https://www.bps.go.id/pressrelease/2020/11/05/1673/agustus-2020–tingkat-pengangguran-terbuka–tpt–sebesar-7-07-persen.html

Dautovic, G. (2020, June 30). Automation and Job Loss Statistics in 2020 – The Robots Are Coming. Fortunly. Retrieved December 17, 2020, from https://fortunly.com/statistics/automation-job-loss-statistics#gref

Gardner, H. (1999). Intelligence reframed : multiple intelligences for the 21st century. New York: Basic Books.

Gardner, H. (2011). The unschooled mind: how children think and how schools should. New York: Basic Books. Retrieved December 15, 2020

Granados, J. (2018, May 30). The Challenges of Higher Education in the 21st Century. Global University Network fo Innovation. Retrieved December 15, 2020, from http://www.guninetwork.org/articles/challenges-higher-education-21st-century

Humas Jateng. (2019). Zakat Jateng jadi Solusi Pengentasan Kemiskinan. Humas Provinsi Jawa Tengah. Retrieved September 10, 2020, from https://humas.jatengprov.go.id/detail_berita_gubernur?id=3471

Hwang, Y. (2017, August 1). What Is the Cause of Graduates’ Unemployment? Focus on Individual Concerns and Perspectives. Journal of Educational Issues, 3(2). doi:10.5296/jei.v3i2.11378

Kelly, J. (2019, November 14). Recent College Graduates Have The Highest Unemployment Rate In Decades—Here’s Why Universities Are To Blame. Forbes. Retrieved December 21, 2020, from https://www.forbes.com/sites/jackkelly/2019/11/14/recent-college-graduates-have-the-highest-unemployment-rate-in-decadesheres-why-universities-are-to-blame/?sh=400c91fc320b

Makdisi, G. (1990). THE RISE OF HUMANISM IN CLASSICAL ISLAM AND THE CHRISTIAN WEST. Edinburgh U niversity Press.

Manyika, J., Lund, S., Chui, M., Bughin, J., Woetzel, J., Batra, P., . . . Sanghvi, S. (2017, November 28). Jobs lost, jobs gained: What the future of work will mean for jobs, skills, and wages. Retrieved December 17, 2020, from https://www.mckinsey.com/featured-insights/future-of-work/jobs-lost-jobs-gained-what-the-future-of-work-will-mean-for-jobs-skills-and-wages

Manyika, J., Lund, S., Chui, M., Bughin, J., Woetzel, J., Batra, P., . . . Sanghvi, S. (2017, November 28). Jobs lost, jobs gained: Workforce transitions in a time of automation. McKinsey Global Institute. Retrieved December 15, 2020, from https://www.mckinsey.com/featured-insights/future-of-work/jobs-lost-jobs-gained-what-the-future-of-work-will-mean-for-jobs-skills-and-wages

Marx, H. (2020, April 20). University branding: How to build your school’s brand on social media. Retrieved from https://sproutsocial.com/insights/university-branding-on-social-media/

Munadi, M. (2017, Desember). Pengelolaan Endowment Fund di Perguruan Tinggi Malaysia: Studi Kasus di Universitas Teknologi Malaysia. Al Ulum, 17(2), 306-331. doi:10.30603/au.v17i2.199

Munadi, M. (2020, September 18). FENOMENA KEPEDULIAN DAN BERBAGI DI PTKIN. FIT IAIN Surakarta Website. Retrieved from https://fit.iain-surakarta.ac.id/fenomena-kepedulian-dan-berbagi-di-ptkin/

Munadi, M. (2020). Manajemen Pendidikan Tinggi di Era Revolusi Industri 4.0. Jakarta: Kencana Prenada Media. Retrieved December 14, 2020, from https://books.google.co.id/books?redir_esc=y&hl=id&id=1pLyDwAAQBAJ&q=kampus+hijau#v=snippet&q=kampus%20hijau&f=false

Østergaard, S. F., & Nordlund, A. G. (2019, December 20). The 4 biggest challenges to our higher education model – and what to do about them. World Economic Forum. Retrieved December 15, 2020, from https://www.weforum.org/agenda/2019/12/fourth-industrial-revolution-higher-education-challenges/

Ping, C. K. (2019, June 26). Robots to wipe out 20 million jobs around the world by 2030: Study. The Straits Times. Retrieved December 17, 2020, from https://www.straitstimes.com/tech/robots-to-wipe-out-20-million-jobs-around-the-world-by-2030-study

Salem, O. (2020). Social Media Marketing in Higher Education Institutions. SEA – Practical Application of Science, VIII(23 – 2).

Shaban, H. (2018, September 19). Machines will create 58 million more jobs than they displace by 2022, World Economic Forum says. The Washington Post. Retrieved December 17, 2020, from https://www.washingtonpost.com/technology/2018/09/18/machines-will-create-million-more-jobs-than-they-displace-by-world-economic-forum-says/

Sindonews. (2019). Potensi Zakat di Jateng Capai Rp14 Triliun, Baru Terhimpun Rp150 Miliar. Retrieved September 10, 2020, from https://daerah.sindonews.com/berita/1398748/174/potensi-zakat-di-jateng-capai-rp14-triliun-baru-terhimpun-rp150-miliar#:~:text=Potensi%20Zakat%20di%20Jateng%20Capai%20Rp14%20Triliun%2C%20Baru%20Terhimpun%20Rp150%20Miliar&text=SEMARANG%20%2D%20Potensi%20za


[1] Bahan dengan perbaikan setelah dipaparkan dalam acara Orasi Ilmiah Wisuda Sarjana Angkatan ke III  PTKIS di Surakarta, 19 Nopember 2020

[2] Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah IAIN Surakarta