Prof. Mudofir, Guru Besar Ke-5 Yang Kini Menajdi Rektor IAIN Surakarta

SINAR- Kamis (27/6), Prof. Dr. H. Mudofir, S.Ag., M.Pd resmi dikukuhkan menjadi Guru Besar Ke-5 yang dilahirkan oleh IAIN Surakarta. Selain menjadi alumni pertama dari IAIN Surakarta (Dulu kelas jauh dari IAIN Walisongo), Prof. Mudofir kini menjabat sebagai Rektor IAIN Surakarta. Alumni pertama ini kini menduduki jabatan tertinggi akademik dan jabatan tertinggi Pimpinan IAIN Surakarta tempat dimana ia dulu menimba ilmu.

Sedari dulu, Mudofir muda memang tertarik dengan isu-isu tentang relasi akrab antara Tuhan, alam semesta dan manusia, tiga tema kunci yang banyak dibahas di dalam al-Qur’an yang menjadi perhatiannya hingga dituliskannya sebagai disertasi.

Masalah konservasi lingkungan ditatap dalam kerangka teologi dan filsafat. Dalam konteks konservasi lingkungan, ekoteologi dan ekosofi dibutuhkan untuk menopang argumen-argumen etis, teologis dan filosofis sehingga diskursus-diskursus mengenai konservasi lingkungan memiliki kaitan rapat dengan Allah (al-Khaliq). Aspek-aspek teologi dan filsafat dalam bahasan ini dipakai sebagai landasan teologis dan filosofis bagi pentingnya konservasi lingkungan.

Ekoteologi merupakan bentuk teologi konstruktif yang membahas interelasi antara agama dan alam, terutama dalam menatap masalah-masalah lingkungan. Ekoteologi berangkat dari suatu premis bahwa ia ada karena adanya hubungan antara pandangan dunia keagamaan manusia dan degradasi lingkungan, interaksi antara nilai-nilai ekologi dan dominasi manusia atas alam.

Meskipun teologi pada dasarnya merupakan disiplin yang menyajikan masalah keimanan pada Tuhan dengan proposisi-proposisi yang kohern, namun ia terikat oleh konteks lingkungan (kosmos) dan manusia. Masyarakat modern memerlukan ekoteologi bukan hanya sebagai cara atau tool untuk mempertahankan peradaban, tetapi sebagai tool untuk menyembuhkan akar-akar krisis ekologi yang tidak lagi terletak pada teknologi tetapi  pada keimanan dan struktur nilai manusia yang mengendalikan teknologi. Teologi menyediakan seperangkat nilai kepada manusia untuk menempatkan moral dalam relasinya dengan alam atau lingkungan

Ekosofi berangkat dari titik tilik filsafat yang mengkaji akar-akar filsafat dalam hubungannya dengan masalah lingkungan. Khazanah ekosofi ternyata sangat kaya dan memiliki perhatian besar pada masalah lingkungan. Ekosofi menawarkan nilai-nilai kebajikan universal memperkaya perspektif-perspektif manusia modern di dalam upaya melindungi bumi yang tidak cukup hanya dengan hokum dan undang-undang sekuler. Seruan agamawan, filosof, fisikawan, dan orang-orang bijak yang terangkum dalam bingkai ideologi atau pandangan hidup positif terhadap lingkungan menjadi masa depan yang menjanjikan

Lebih lanjut Prof. Mudofir menjelaskan dalam pidato pengukuhannya, ada perbedaan antara nilai-nilai di dalam ekoteolgi dan ekosofi. Bila yang pertama secara tegas mengaitkan nilai-nilai dari ajaran agama yang wahyuwi, maka yang disebut kedua tidak dan hanya mengaitkan pada nilai-nilai universal manusiawi. jika yang pertama mewakili pandangan tradisi peradaban timur (the Oriental), maka yang disebut kedua mewakili tradisi pemikiran barat (the Occidental).

Ada yang mengharukan kala Prof. Mudofir mengucapkan terima kasih, Beliau sempat meneteskan air mata saat mempersembahkan ucapan terima kasihnya kepada kedua orang tua yang saai ini sudah tak bisa menghadiri pengukuhannya karena telah tiada. Begitulah sosok guru besar yang berperawakan kecil ini. Beliau adalah sosok yang sangat menyayangi keluarga dan sanak familinya, sangat lembut hatinya dan kasih sayang terhadap sesama. (Zat/ Humas Publikasi) #banggaIAINSurakarta

Editor: Nug
Foto: Zae