PUSKOHIS UIN RM Said Kaji Hasil Ijtima’ Ulama

SINAR-Senin, (20/12), Pusat Studi Konstitusi dan Hukum Islam (PUSKOHIS) UIN Raden Mas Said Surakarta mengadakan Seminar Nasional dengan tema: Bedah Fatwa MUI Hasil Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se Indonesia VII Tahun 2021, turut hadir 228 peserta yakni para Advokat, Notaris, Akademisi dan masyarakat umum melalui zoom virtual.

Dimoderatori oleh Ekonom Muhamad Azwan Anas kegiatan diawali dengan pembukaan dan dilanjutkan dengan opening speech oleh Direktur Puskohis, R. Ahmad Muhamad Mustain Nasoha, SH, M.H., M.A. Dosen yang fokus dalam keahlian Hukum Tata Negara dan Fiqih Perbandingan Madzhab Fiqih ini mengatakan PUSKOHIS UIN R.M. Said Surakarta memiliki visi dan misi untuk senantiasa hadir dimasyarakat memberikan pencerahan dan penjelasan dalam semua urusan hukum, konstitusi dan syariat Islam. Salah satu yang perlu dijelaskan dan disosialisasikan adalah Hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa se Indonesia VII Tahun 2021.

Masyarakat terkhusus yang beragama Islam hendaknya mengetahui dan faham secara komprehensif apa yang menjadi fatwa ulamanya, seorang pakar dari Belanda Van Den Berg pernah mencetuskan sebuah teori ‘receptio in complexu’ yang Intinya, hukum agama (Islam) harus diterima secara keseluruhan oleh masyarakat sekitar yang memeluk agama Islam artinya hukum adat mengikuti hukum agama yang dipeluk oleh masyarakat adat itu, tambahnya.

Maka dengan adanya Seminar Nasional ini ada harapan besar dari kami Pengurus PUSKOHIS bahwa masyarakat Indonesia yang beragama islam mengetahui isi Ijtima’ Ulama dan bisa melaksakana sebagai pedoman hidup sehari-hari. Prof. Sutandyo mengatakan: “Hukum yang baik itu tidak hanya law in the book tapi juga law in the action” artinya hukum itu yang baik itu adalah hokum yang tidak hany tertulis tapi juga dilaksanakan dengan baik, pungkasnya.

Dr. KH. Riyal Fuadi, S.Ag, M.Ag, selaku Keynote Speaker dan Penasehat PUSKOHIS serta Dosen Hukum Islam ini memaparkan bahwa Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi telah merambah ke seluruh aspek kehidupan umat manusia dimana kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan banyak kemudahan sehingga merasa lebih bahagia dan senang. Tetapi disisi lain kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi juga memunculkan sejumlah persoalan yang harus diselesaikan termasuk munculnya peristiwa-peristiwa baru yang belum ada sebelumnya dimana kepastian hukumnya sangat dibutuhkan oleh masyarakat saat ini.

Hukum Islam menurut KH. Riyal Fuadi hadir untuk memberikan sebuah kemaslahatan dan menghilangkan kemadharatan yang dikenal dengan Maqashid Syariah. “Hukum Islam (dalam hal ini Fatwa Ulama) mengandung dan memberikan semua kemaslahatan bagi manusia baik itu kemaslahatan dunia maupun akhirat, kemaslahatan individu maupun kelompok. Terdapat tiga sifat dalam fatwa, diantaranya: fatwa baru terhadap peristiwa lalu yang belum terdapat fatwanya; fatwa baru atas peristira baru; dan review fatwa atau peninjauan ulang fatwa yang sudah ada. Beberapa pola ijtihad yang dilakukan oleh para ulama, yaitu ijtihad tarjihi; ijtihad insya’i; dan ijtihad jama’i atau kolektif. Dalam ijtihad insya’i terdapat dua penalaran, pertama penalaran ta’lili dan kedua penalaran istihlahi.” jelasnya.

Selanjutnya, Asep Maulana Rohimat, M.S.I., Dosen Ilmu Fiqih R.M. Said UIN Surakarta menyampaikan materi Komisi Asasiyah Wathaniyyah (Masalah Strategis Kebangsaan) , “Asasiyah Wathaniyyah (Masalah Strategis Kebangsaan) meliputi 5 aspek, diantaranya: Fungsionalisme Tanah; Dlawabit dan Kriteria Penodaan Agama; Jihad dan Khilafah; Panduan Pemilu dan Pemilukada; serta Tinjauan Perpajakan.”.

Pada dasarnya sistem kepemimpinan dan kebangsaan dalam Islam bersifat dinamis sesuai dengan kesepakatan dan pertimbangan kemaslahatan yang ditujukan untuk kepentingan hirasati al-din (kepentingan menjaga keluruhan agama) wasiyasati al-dunya (mengatur urusan dunia). Dalam sejarah peradaban Islam, terdapat banyak model atau sistem pemerintahan dan mekanisme suksesi kepemimpinan yang semuanya sah secara syar’i. Sistem Khilafah merupakan salah satu model atau atau sistem pemerintahan yang diakui dan dipraktekkan dalam Islam tetapi bukan merupakan satu-satunya model. Dalam dunia Islam juga terdapat model atau sistem pemerintahan seperti monarki (kerajaan), keemiratan, kesultanan, dan republik.” terangnya.

Sementara itu pemateri kedua, Viror Ghufron Assaifi, Lc., S.Pd, Al Hafidz memaparkan tentang Fiqih Mu’ashirah. Ada 7 materi yang dikupas olehnya yaitu Hukum cryptocurrency (mata uang virtual), Hukum pernikahan online, Hukum Pinjaman Online, Hukum Transplantasi Rahim, Penyaluran Zakat dalam Bentuk Qardhul Hasan, Hukum Zakat Perusahaan dan Hukum Zakat Saham”.

Salah satu hal menarik yang ia sampaikan adalah “Mejelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa bahwa hukum menikah secara online atau virtual adalah tidak sah. Akad nikah secara online hukumnya tidak sah jika tidak memenuhi salah satu syarat ijab kabul, yakni dilaksanakan secara ittihadul majlis (berada dalam satu majelis), dengan lafadz yang sharih (jelas) dan ittishal (bersambung antara ijab dan kabul secara langsung). Dalam hal calon mempelai pria dan wali tidak bisa berada dalam satu tempat secara fisik maka ijab kabul pernikahan dapat dilakukan dengan cara tawkil (mewakilkan). Apabila pihak pria dan tidak mau mewakilkan maka pelaksanaan akad nikah secara online dapat dilakukan dengan syarat adanya itthadu majelis, lafadz yang sharih dan ittishal.” Papar Ulama Muda jebolan Hadramaut, Yaman ini.

Lebih lanjut, Habib Hasan bin Ja’far Baabud, Lc., menjelaskan tentang Komisi Qonuniyah (Masalah Peraturan Perundang-Undangan). Dalam hal ini Habib Hasan membahas Tinjauan Peraturan Tata Kelola Sertifikasi Halal, Tinjauan Rancangan Undang-Undang Tentang Minuman Beralkohol, Pancasila Lima Asas Pondasi dan RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.”

“Dalam syariat Islam segala tindak pidana telah diatur jika pelanggaran yang dilakukan telah memenuhi syarat untuk mendapat hukum pidana seperti mencuri dihukum potong tangan dengan ketentuan yang telah ditetapkan, kemudian membunuh orang dihukumi qishash dengan syarat-syarat yang ada”. “Pancasila dengan lima asasnya dari sila pertama sampai sila kelima tidak menyimpang dari agama. Pancasila dengan Al-Qur’an tidak ada pertentangan, justru Pancasila diambil dari Al-Qur’an dan Hadits.” ungkapnya.

Rektor UIN RM Said, Prof. Dr. H. Mudofir mengapresiasi acara solutif ini, Pakar Pengkajian Islam ini berharap PUSKOHIS selalu aktif dalam membahas persoalan-persoalan kebangsaan demi memberikan manfaat dan kontrubisi maksimal untuk institisu, negara dan masyarakat. (Gus/Humas Publikasi)

Sumber: PUSKOHIS UIN RM Said