QURBAN, POTENSI EKONOMI DAN PEMERATAAN KESEJAHTERAAN

Oleh: Dr.H.Muhammad Munadi, M.Pd – Wakil Rektor II Bidang ADUM-PK IAIN Surakarta

Kesenjangan antara kaya dan miskin sangat diperhatikan untuk dikurangi dalam konsep Islam. Kesenjangan ini terjadi di semua belahan dunia, termasuk Indonesia. Menurut catatan Bank Dunia (Firdaus Baderi, 2018) pertumbuhan ekonomi dalam satu dekade terakhir hanya menguntungkan 20% orang paling kaya di Indonesia. Itu berarti masih ada sebagian besar orang Indonesia tidak menikmati hasil pertumbuhan ekonomi yang sering dijadikan indikator keberhasilan pemerintah. Laporan tahunan “Global Wealth Report 2016” dari Credit Suisse menyebutkan ketidakmerataan ekonomi Indonesia mencapai 49,3 persen. Itu artinya hampir setengah aset negara dikuasai satu persen kelompok terkaya nasional.  Bahkan disebut dalam laporan ini, Indonesia disebut sebagai negara dengan kesenjangan ekonomi keempat tertinggi dunia (Indopres, 2016).  Secara global menurut laporan Oxfam (Republika, 2019) bahwa kekayaan miliarder meningkat sebesar 12 persen dibanding dengan tahun lalu atau 2,5 miliar dolar AS per hari. Sedangkan, 3,8 miliar orang yang tergolong dalam kategori miskin mengalami penurunan kekayaan hingga 11 persen.  Kondisi seperti ini tidak bisa diterus-teruskan apalagi terjadi di Indonesia karena melanggar salah satu sila dari Pancasila, yaitu: Keadilan Sosial. Sila ini yang menjadikan  dan  membuat sila pertama, kedua, ketiga dan keempat dari Pancasila bisa berjalan (Anis Rasyid Baswedan, 2019). Keadilan ini tidak hanya disuarakan manusia tetapi juga disuarakan Tuhan dalam Kitab Suci yang diturunkan kepada para Nabi-Nya.   Begitu pula Islam diantaranya mendoktrinkan keadilan pendapatan yang sangat kuat terutama dalam Al Qurán.  Hal tersebut termaktud dalam Surat Al Hasyr ayat 7:

مَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ وَمَا ءَاتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Apa saja harta rampasan (fay’) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan; supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya di antara kalian saja. Apa saja yang Rasul berikan kepada kalian, terimalah. Apa saja yang Dia larang atas kalian, tinggalkanlah. Bertakwalah kalian kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. (QS al-Hasyr [59] 7).

Titik tekan dari ayat di atas pada pernyataan كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ yang bermakna bahwa ……. supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya di antara kalian saja. Spirit ayat ini terlihat sekali ajaran Sosialisme Islam. Ayat tersebut menunjukkan kepada ummat Islam bahwa harta harus didistribusikan dan tersitribusikan secara merata pada semua lapisan masyarakat.

Bentuknya bisa saja seperti yang dinyatakan Allah dalam  Surat An Nahl ayat 71 berikut :

وَاللَّهُ فَضَّلَ بَعْضَكُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ فِي الرِّزْقِ ۚ فَمَا الَّذِينَ فُضِّلُوا بِرَادِّي رِزْقِهِمْ عَلَىٰ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَهُمْ فِيهِ سَوَاءٌ ۚ أَفَبِنِعْمَةِ اللَّهِ يَجْحَدُونَ

Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezeki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezekinya itu) tidak mau memberikan rezeki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezeki itu. Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah?

Semangat dari 2 ayat ini bahwa kekayaan tidak boleh hanya berputar pada orang-orang kaya saja, sehingga ada kewajiban untuk shadaqah wajib maupun sunnah serta termasuk kewajiban berkurban. Walaupun kewajiban kurban bukan merupakan salah satu dari Rukun Islam, akan tetapi Umat Islam lebih semarak dalam merayakan Kurban dibandingkan kewajiban ber-zakat. Hal ini dikarenakan Ibadah Kurban menurut (M. Quraish Shihab, 2008: 38- 40) merupakan ibadah yang sempurna sepanjang hayat manusia, serta ajaran tertua sepanjang sejarah kehidupan manusia yang terus berlangsung hingga saat ini. Perintah berkurban diungkap dalam al-Qur’an tercantum surat Al-Kautsar, 108: 2; surat Al-Hajj, 22: 34-35 dan ayat 36; serta surat Ash-Shaffat, 37: 102-107. Ayat-ayat tersebut menunjukkan bahwa Ajaran kurban memiliki dua sisi yang tidak bisa dipisahkan – sisi transendental dan sisi social atau dengan bahasa lain kurban adalah ibadah dua arah, yakni ibadah hablu minallah sekaligus hablu minannas. Ada sisi transendental dalam hubungan manusia dengan penciptanya (hablu minallah), juga bisa sisi sosial dalam kaitan manusia dalam hubungannya dengan sesame (hablu minannas).

Fenomena berkurban menurut Amelia Fauzia (Republika, 2016) kadang tidak terkait langsung dengan tingkat kesejahteraan, jadi ini fenomena akan terus meningkat, bahkan di saat ekonomi yang tidak baik seperti krisis ekonomi,” Beberapa pernyataan di atas menjadi wajar jika respon Umat Islam sangat besar dalam melaksanakan ajaran kurban, sehingga dari tahun ke tahun kebutuhan hewan kurban selalu naik dengan rata-rata kenaikan 5% secara nasional. Meskipun demikian menurut catatan Kompas (2018) Hari Raya Idul Adha pada tahun 2018 memerlukan kurang lebih 1.504.588 ekor binatang ternak. Adapun rincian kebutuhan hewan kurban tersebut adalah sapi sebanyak 462.399 ekor, kerbau sejumlah 10.344 ekor, kambing 793.052 ekor, dan domba sebanyak 238.853 ekor. Besarnya jumlah binatang ternak yang dijadikan kurban ini, kalau dirupiahkan sangat besar secara ekonomi. Gambarannya seperti dalam tabel berikut:

Tabel 1. Potensi Ekonomi Kurban

(Sumber modifikasi dari Kompas, 2018)

Besarnya rupiah yang dikeluarkan umat Islam ini (Rp. 8 Trilyun-an) sebenarnya bisa menjadi alat ukur potensi zakat mal (harta benda) Umat Islam kurang lebih sama dengan besaran rupiah yang dikeluarkan untuk kegiatan ibadah kurban. Kalau besaran rupiah ini dikelola oleh umat Islam dari hulu sampai hilir, maka bisa meningkatkan ekonomi Umat Islam. Hulu yang dimaksud adalah penyedia hewan kurban oleh peternak (diharapakan sesama muslim). Peluang ini akan, sedang, dan sudah mulai digarap oleh peternak secara mandiri maupun yang diinisiasi oleh beberapa lembaga zakat. Lembaga-lembaga zakat inilah yang mengembangkan satu rantai lingkaran distribusi hewan kurban (menggarap pemberdayaan peternak muslim, penerima dana kurban dari para shohibulqurban, dana kurban dibelanjakan oleh Lembaga zakat dengan membeli hewan kurban dari peternak yang diberdayakan, serta distribusi hewan kurban). Namun persoalannya umat Islam dalam kegiatan kurban berada pada posisi ekonomi yang mana? Ini perlu jawaban dari penelitian yang serius. Posisi umat Islam yang selama ini hanya sebagai pembeli hewan kurban, sudah mulai coba diurai oleh beberapa Lembaga seperti Dompet Dhuafa memiliki program Tebar Hewan Kurban (THK) maupun Aksi Cepat Tanggap (ACT) memiliki program Global Qurban. Dua Lembaga ini berupaya bagaimana kurban berdampak pada dari, oleh dan untuk ummat Islam, sehingga kurban bisa berdampak secara ekonomi pada peternak muslim  dan termasuk para pemilik alat transportasi untuk pengiriman hewan ternak kurban ke lokasi para shohibul qurban maupun daerah distribusinya. Pada Dompet Dhuafa melalui Program Tebar Hewan Kurban mengupayakan pengembangannya dalam 5 aspek, yaitu: Distribusi Ke Wilayah Membutuhkan (Wilayah Miskin, Tertinggal, dan Pedalaman. Belum Pernah Menikmati Daging Hewan Kurban. Wilayah Bencana / Rentan Konflik, bahkan luar negeri, seperti : Filipina, Kamboja dan Palestina), Hewan Kurban Berkualitas (Hewan kurban sudah layak untuk dikurbankan menurut syariat Islam, dan melalui proses Quality Control yang amanah), Laporan Kurban Transparan (Pekurban akan mendapatkan laporan kurban secara lengkap, dan akan selalu diberikan update ketika pemotongan), Ketahanan Pangan (Kurban di distribusikan ke Berbagai Wilayah yang Belum Pernah Menikmati Daging Hewan Kurban), Berdayakan Peternak (Kurban bisa Berdayakan Peternak Lokal binaan Dompet Dhuafa untuk Mandiri dan Membentang Kebaikan). Program ini sudah berlangsung sejak tahun 1994. Global Qurban dimulai tahun 2005 di bawah Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT). Mulai menjadi unit khusus yang profesional, Global Qurban mulai dilaksanakan pada tahun 2011. Pada tahun 2017, ACT memperluas jangkauan Global Qurban hingga ke 34 propinsi dan 42 negara, seperti negara Palestina, Suriah, Yordania, Mesir, Somalia, Afrika Tengah, Kamerun, Uganda, Sri Lanka, Bangladesh, Myanmar, Filipina, Laos, Vietnam, Thailand, Kamboja, Timor Leste, Bosnia, dan yang lainnya. Dalam Program Qurban memiliki inovasi yang sangat kuat diantaranya “Qurban Progresif” (calon pekurban untuk bertransaksi dengan harga terjangkau, sedini mungkin), “Qurban Intensif” (calon pekurban dapat membayar kurban mereka selama lima hingga sepuluh tahun ke depan dengan sekali transaksi saja. Nama yang dicantumkan untuk kurban setiap tahunnya pun bisa berbeda), “Tabungan Qurban” (calon pekurban bisa memutuskan sendiri jumlah tabungan kurban per bulan, waktu pelunasan, dan cara pembayaran), “Qurban Reguler” (calon pekurban dapat bertransaksi melalui berbagai kanal mitra Global Qurban, seperti korporat retail, komunitas, masjid, perusahaan, bank, sekolah, dan mitra lainnya), “Sedekah Qurban” (pekurban bisa menamai orang lain yang bukan keluarga sebagai pekurban), “Wakaf Ternak” (calon wakif berwakaf ternak, maka indukan ternak yang diwakafkan dan menjadi pokok wakaf. Indukan ternak akan dikembangbiakkan di Lumbung Ternak Masyarakat (LTM) binaan Aksi Cepat Tanggap, dan anaknya kelak bisa dikurbankan untuk semua orang, termasuk disedekahkan pada mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan) (Global Qurban, 2018). Inisiasi dua Lembaga ini menunjukkan bahwa perlu ada upaya sistemik dalam pemberdayaan hulu sampai hilir dalam pengelolaan kurban untuk meningkatkan nilai ekonominya bagi seluruh ummat Islam. Sebenarnya masih banyak Lembaga (baik Lembaga Amil Zakat, Badan Amil Zakat maupun Lembaga lain) yang melakukan inovasi dalam distribusi kurban, namun hal ini akan dibahas dalam kesempatan yang lain.

Masalah Qurban : Beberapa Pemetaan

Selain masalah yang dipaparkan di atas, ada juga masalah yang sebenarnya sudah  lama terjadi dalam kegiatan Kurban. Masalah yang sering muncul adalah adanya gejala overstock daging kurban di beberapa tempat (masjid) sementara yang lainnya sangat sedikit stock daging kurban pada masjid yang lainnya. Disamping itu belum adanya Peta Data Shahibul Qurban dan Peta Distribusi Penerima Kurban serta peta Lembaga Yang Menangani Distribusi Kurban. Keempat masalah ini belum ada yang membuat data base secara terpadu. Disinilah diperlukan peran PTKI (Perguruan Tinggi Keagamaan Islam) dengan dana penelitian dan pengabdian kepada masyarakat untuk memecahkan persoalan ini.    

Dengan demikian dimungkinkan dengan adanya Idul Qurban semestinya ekonomi akan terangkat dengan pengembangan dimensi dari, oleh untuk dan bersama Ummat. Semoga

 
Referensi

Firdaus Baderi. (2018). Kesenjangan Ekonomi Indonesia. Harian Ekonomi Neraca 31 Oktober 2018. http://www.neraca.co.id/article/108315/kesenjangan-ekonomi-ri
Global Qurban. (2018). Indonesia Berqurban; Bangsa & Dunia Menikmatinya. https://www.globalqurban.com/id/news/articles/5/indonesia-berqurban-bangsa-and-dunia-menikmatinya
Indopres. (2016). Kesenjangan Ekonomi di Indonesia No 4 Tertinggi Dunia. https://www.indopress.id/article/ekonomi/kesenjangan-ekonomi-di-indonesia-no-4-tertinggi-dunia
Kompas. (2018). Kebutuhan Hewan Kurban Tembus 1,5 Juta Ekor. Kompas.com – 03/08/2018, https://ekonomi.kompas.com/read/2018/08/03/192800826/kebutuhan-hewan-kurban-tembus-1-5-juta-ekor. 
Shihab, M. Quraish. (2008). Tafsir Al Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al Quran. Jakarta: Lentera Hati.
Republika. (2019). Kesenjangan Orang Kaya dan Miskin Dunia Semakin Melebar. Republika, 23 Januari 2019. https://republika.co.id/berita/ekonomi/keuangan/19/01/23/pls5z9349-kesenjangan-orang-kaya-dan-miskin-dunia-semakin-melebar
Republika. (2016). Fenomena Kurban tak Terkait Tingkat Kesejahteraan. Republika, 06 September 2016, https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/16/09/06/od2kkg313-fenomena-kurban-tak-terkait-tingkat-kesejahteraan
https://www.globalqurban.com/id
https://www.globalqurban.com/id/news/articles/5/indonesia-berqurban-bangsa-and-dunia-menikmatinya