Seminar Nasional Filantropi Islam Kontemporer, Upaya Melahirkan Paradigma Zakat Yang Bersifat Konstruktif Menjadi Produktif

SINAR – Bersamaan dengan Launching Jurusan Manajemen Zakat dan Wakaf, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta menggelar Seminar Nasional Filantropi Islam Kontemporer: Potensi, Organisasi, Manajemen, dan Pengembangan SDM Zakat-Wakaf Profesional, Rabu (31/8).

Dr. Mudofir, Rektor IAIN Surakarta dalam sambutannya menyatakan bahwa seminar ini digelar dalam rangka melahirkan konsep-konsep utama tentang paradigma zakat dari yang bersifat konstruktif ke produktif sehingga dana-dana zakat tidak hanya untuk kepentingan subsisten. “Kita harus mengambil peran civil society, misalnya dengan dana zakat kita bangun rumah sakit atau fasilitas umum lainnya,” terangnya.

Pada seminar nasional menghadirkan tiga narasumber yang mumpuni dan sangat berpengalaman di bidang zakat dan wakaf. Pertama, Ketua Baznas, Prof. Bambang Sudibyo, MBA, CA. Beliau menyajikan materi tentang Strategi Zakat Nasional 2015-2020 dan berfokus pada tema Kebangkitan Zakat. Menurutnya, potensi zakat nasional itu luar biasa besar hingga mencapai Rp 286 trilyun pada tahun 2015. Hal-hal tersebut dikarenakan beberapa faktor yang sangat potensial bahkan melampui pertumbuhan ekonomi. Sebab tersebut diantaranya meningkatnya semangat membayar ZIS ketika terjadi bencana besar seperti tsunami Aceh dan gempa Yogyakarta, meningkatnya kesadaran masyarakat untuk membar ZIS melalui badan amil zakat resmi yang dibentuk dan atau diakui oleh pemerintah, membaiknya sistem pelaporan ZIS secara nasional dan meningkatnya kemampuan masyarakat untuk berzakat seiring sengan membaiknya kesejahteraan dan cepatnya pertumbuhan kelas menengah di Indonesia.

Sedangkan pembicara kedua, Hilman Latief, Ph.D, Ketua Badan Pengurus LAZISMU Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang lebih berfokus pada tema filantropi Islam dan kemiskinan multidimensi. Terkait dengan filantropi Islam, Hilman menyatakan bahwa “budaya ikhlas” yang menjadi bagian dari praktik donasi dan pengelolaan perlu diimbangi  dengan “budaya akuntabilitas” agar lembaga filantropi Islam mampu membuat laporan yang memadai dan standar. Hilman juga memaparkan tentang kemiskinan multidimensi yang meliputi kesehatan yang buruk, pendidikan yang rendah, standar hidup yang tidak layak, tersisihkand an tak terberdayakan, pekerjaan yang tidak berkualitas, dan kurangnya rasa aman dari tindakan kekerasan. Kemiskinan multidimensi salah satu pemecahannya adalah dengan membangun tradisi baru filantropi Islam di Indonesia. “Kita bisa benahi kemiskinan multidimensi dengan membuat jaringan kelembagaan, manajemen sumber daya manusia, membuat proyeksi dan prioritas program serta merumuskan roadmap capaian,” paparnya.

Selanjutnya, Muh. Zumar Aminuddin, dosen Fakultas Syariah, dalam makalahnya menyampaikan bahwa zakat dan wakaf memiliki peran yang luar biasa bagi perkembangan Islam dan kemanusiaan pada umumnya. Saking pentingnya zakat dan wakaf untuk kemaslahatan umat, maka sumber daya yang profesional di bidang zakat dan wakaf sangat dibutuhkan untuk mengoptimalkan yang sudah tergali dan menggali potensi yang terpendam. Peran perguruan tinggi sebagai lembaga pendidikan adalah menyiapkan sumber daya insani melalui jalur pendidikan formal. Sesuai dengan struktur di perguruan tinggi, wujud peran itu adalah dengan membuka program studi, yang dalam hal ini adalah Jurusan Manajemen Zakat dan Wakaf. Di jurusan inilah mahasiswa akan digodok untuk menjadi profesional di bidang zakat dan wakaf yang ready to use. (Yin/ Humas Publikasi) #BanggaIAINSurakarta