Seminar Pengembangan Kerjasama Perguruan Tinggi dan Pondok Pesantren

SINAR-Selasa (2/11), UIN Raden Mas Said Menyelenggarakan seminar bertemakan “Peran pesantren dalam penguatan Islamic Studies” yang bertempat di Aula Rektorat UIN Raden Mas Said Surakarta.

Rektor UIN Raden Mas Said Surakarta yang dalam hal ini diwakili oleh Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama, Prof. Dr. K.H Syamsul Bakri, S.Ag., M.Ag., sekaligus bertindak sebagai Pemimpin Pondok Pesantren Darul Afkar Klaten dan pengasuh Ma’had Al-Jami’ah UIN Raden Mas Said Surakarta menyampaikan bahwa, “Islam berkembang seperti air jernih yang mengalir pada pipa, Jika mengalir pada pipa yang kotor maka air itu kotor, jika mengalir pada air yang berlumut maka air itu akan mengandung lumut, jika mengalir pada pipa yang bersih maka air akan bersih. Air yang mengalir melewati pipa apapun tidak akan merubah esensial air itu sendiri, begitu juga dengan Islam, esensi dari Islam tetap dan tidak akan berubah walaupun melelewati berbagai peradaban dan budaya.

Lembaga asli nusantara adalah pondok pesantren klasikal, pondok pesantren memiliki ciri khas khusus dan Pesantren memiliki peranan penting di Indonesia, mulai dari basis perjuangan Kemerdekaan saat melawan penjajahan, sebagai agen keislaman dan rujukan hukum Agama, lembaga keilmuan, lembaga penelitian, lembaga pelatihan, dan lembaga pengembangan masyarakat sekaligus menjadi simpul budaya. Pentingnya ada mahad di perguruan tinggi adalah sebagai penguatan islamic studies dan filter dari radikalisme dan ekstrimisme, tambahnya.

Seminar dilaksanakan secara daring dan luring, dihadiri oleh Instruktur, musyrif-musyrifah, santri-santri Ma’had Al-Jami’ah dan santri dari Pesma Fakultas-fakultas di UIN Raden Mas Said Surakarta.

Bertindak sebagai pemateri yakni Gus Rijal Mumazziq Zionis, M.H.I., Rektor INAIFAS Kencong Jember dan pemimpin Pondok Pesantren Mabdaul Ma’arif Jombang Jember, dan dipandu oleh moderator Dinar Bela Ayu Naj’ma, S. Pd. (Musyrifah Ma’had Al-Jamiah). Adapun materi yang disampaikan yaitu terkait tentang Pesantren sebagai basis penguatan Islamic Studies.

“Kearifan Islam pada budaya Indonesia sangat variatif, sehingga tidak akan ditemukan di negara-negara lain, islam yang menyatu dengan budaya nusantara”, sebutnya

Islam bukan dilihat dari pakaian yang dikenakan, karena pakaian adalah budaya, sehingga membanding-bandingkan bentuk dan cara peribadatan, pakaian keislaman yang dikenakan bukan cerminan dari budaya keislaman di jawa.  Islam yang telah ada pada lingkungan kita sejak zaman nenek moyang kita adalah islam yang rahmatan lil alamin, islam yang santun dan damai, tidak menyalahkan cara beribadah orang lain jika berbeda. Perlunya pengenalan budaya islam nusantara yang telah disebarkan oleh para wali sangat dianjurkan, sebagai filter dalam menangkal radikalisme beragama, pungkasnya. (Gus/Humas Publikasi)