Tepuk Massal 1001 Penari Ratoh Jaroe Menggema di Solo

SINAR- Garapan massal tarian Ratoh Jaroe yang dibawakan 1001 penari tampil memukau di Balai Kota Surakarta, Jawa Tengah, Minggu (2/2/2020). Festival bertajuk “Peusaboh Hate Wareh Syedara” ini melibatkan siswa SMA/SMK, mahasiswa se-Solo Raya, serta puluhan Polwan dari empat Polres di Surakarta.

Koreografer sekaligus Ketua Sanggar Aneuk Nanggroe Nusantara (SANSA) Hasanul Muttaqin selaku inisiator acara ini dan ia adalah mahasiswa IAIN Surakarta Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam mengungkapkan, kegiatan ini terlaksana atas kerjasama berbagai pihak, baik itu Pemerintah Kota Solo, Badan Penghubung Pemerintan Aceh (BPPA), dan para pemuda yang bergiat dalam komunitas tari di kota tersebut.

Ia menjelaskan, untuk dapat menampilkan tarian massal ini, para peserta telah berlatih sejak November 2019 lalu. Menariknya, nyaris 60 persen dari peserta mulanya sama sekali baru mengenal kesenian Aceh itu.

“Namun, teman-teman sangat antusias, dan inisiasi dari SANSA disambut baik oleh semua pemuda untuk ikut menampilkan tarian Aceh ini,” ujar Hasanul, Minggu (2/2/2020).

Sebagai sanggar seni yang berdiri sejak tahun 2016 silam di Solo, Hasanul mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah mempercayakan kegiatan ini dapat terlaksana dengan meriah, ia juga menggandeng para alumni IAIN Surakarta untuk dapat terlibat dalam Acra ini sebagai panitia dan menggandeng salah satu UKM di IAIN Surakarta untuk menjadi performer di Acara ini yaitu UKM Marching Band dan Colour Gard nya.

“Terutama teman-teman penari yang giat berlatih demi menampilkan yang terbaik, sehingga Festival hari ini diapresiasi oleh seluruh warga Solo,” kata putra kelahiran Banda Aceh ini.

Hingga kini, sanggar SANSA telah bekerjasama dengan 40 sekolah dan universitas termasuk IAIN Surakarta, dan 4 Polres di Solo Raya. Ia berharap, minat untuk saling berlatih seni tari di kota tersebut sebagai cara guna merekatkan harmonisasi antar dua budaya, Aceh dan Jawa.

“Apalagi peluang untuk memperkenalkan dan mengembangkan tarian Aceh disini, masih sangat terbuka lebar, ini juga dikarenakan Pemerintah serta masyarakat Solo yang sangat ramah dan terbuka untuk setiap keberagaman,” pungkas mahasiswa IAIN Surakarta itu.

Di sisi lain, Ketua BPPA, Almuniza Kamal dalam keterangan tertulisnya mengucapkan terimakasih atas partisipasi seluruh peserta di kegiatan tersebut. “Ucapan terimakasih juga kepada Pemkot Solo yang telah berkontribusi dan memfasilitasi kegiatan ini,” tulisnya.

Ia berharap, ke depan Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kota Solo dapat mengagendakan lagi kegiatan lainnya seperti seni, budaya, pariwisata, dan sebagainya.

Sementara Walikota Surakarta FX Hadi Rudiatmo, yang membuka langsung acara tarian massal itu, kata Almuniza, menitip salamnya kepada Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Aceh, Nova Iriansyah.

“Beliau akan mengundang bapak (Plt Gubernur Aceh) di bulan April nanti, dengan agenda penari kijang massal untuk menyambut hari Tari Sedunia,” tutup Almuniza.

Profil Sanggar SANSA

Sanggar Aneuk Nangroe Nusantara (SANSA) dirintis pada bulan Ramadhan 1437 H/2016 M oleh salah satu mahasiswa di IAIN Surakarta. Nama awal sanggar ini sebenarnya adalah Saman Aneuk Nanggroe Surakarta. Namun setahun kemudian, berubah menjadi Sanggar Aneuk Nanggroe Nusantara (SANSA),  dikarenakan peluang untuk mengembangkan seni-budaya tari Aceh di Solo Raya masih terbuka lebar.

Di awal pembentukannya, sanggar ini beranggotakan 20 orang Mahasiswa/i. Namun kini, sedikitnya 40 sekolah dan instansi ikut bekerjasama untuk mengembangkan Tarian Aceh. Termasuk Polres Boyolali, Polres Sragen, dan Polres Klaten.

Adapun visi dari sanggar tersebut yakni menjadi wadah utama pengembang dan penyalur seni-budaya Tari Aceh se-eks Karesidenan Surakarta yang berprestasi di kancah domestik dan internasional.

Sedangkan misi SANSA, yakni mencetak penari-penari yang berbakat, kreatif, berkarakter, dan berprestasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai keislaman. “Kita punya cita-cita ingin jadi pusat sanggar Tari Aceh di Solo Raya, semoga hal ini bisa terwujud dengan meningkatnya partisipasi pemuda di Solo. Bagaimanapun, interaksi antar budaya tetap kita butuhkan untuk menjaga harmonisasi dan keberagaman di Kota Solo,” tutup Hasanul Muttaqin. (Gus/ Humas Publikasi)