Webinar Kemerdekaan, Pusat Studi Pancasila dan Kebangsaan IAIN Surakarta

SINAR- Pusat Studi Pancasila dan Kebangsaan Institut Agama Islam Negeri Surakarta laksanakan Webinar ke-5, Kamis (13/ 8). Bertajuk Webinar Kemerdekaan dalam rangka memperingati HUT Ke- 75 Republik Indonesia dengan mengusung Tema ”Membumikan Pancasila Untuk Kemajuan Bangsa”.

Webinar Kemerdekaan dibuka oleh rektor IAIN Surakarta Prof. Dr. H. Mudofir, S.Ag., M.Pd. Dalam sambutan, Rektor berpesan bahwa sebagai akademisi mempunyai tanggung jawab terhadap menyebarkan dan menyadarkan prinsip-prinsip pancasila di tengah-tengah masyarakat.

Keynote speaker yaitu Kepala BPIP RI Prof. Drs. KH. Yudian Wahyudi, BA., BA., MA., Ph.D. menyampaikan Indonesia memiliki sejarah Proklamasi di tengah perang dunia ke II dan dapat dilakukan tanpa darah (perang). Sejarah kemerdekaan Indonesia memiliki kesamaan dengan perjuangan Rosulullah melakukan revolusi tanpa darah ( Perang ) yaitu peristiwa Fathul Makkah atau disebut Yaumul Marhamah. Pancasila sebagai pemersatu dan pembebas kita, berasal dari Sumpah Pemuda. Pancasila sebagai Falsafah Negara memiliki arti yang berbeda dengan khilafah. Pancasila sebagai Konsensus atau ijma’ adalah Qur’ani dalam arti wujud kemasyarakatan.

Pembicara kedua yaitu Syaiful Arif, MH Sebagai Tenaga Ahli Unit Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI memberikan materi tentang Mensyukuri Pancasila: Membaca Dasar Negara dengan Tepat dengan pembagian pembacaan pancasila yang didasari oleh para pencetusnya dengan sebutan pancasila dengan pembacaan numerial merupakan isi dari pancasila yang final dan digunakan sebagai dasar negara, kemudian pancasila dengan pembacaan konseptual atau Trisila Pancasila yang disebutkan oleh Bung Karno berisi tentang Kebangsaan Humanistik, Demokrasi Berkeadilan Sosial, Ketuhanan Berkeadaban, kemudian pancasila dengan pembacaan metodologis oleh Eka Darma Putera dengan konsep Menerima dan Memberi, Cermin Kebijaksanaan, Realitas sebagai Totalitas. Mohammad Hatta pada tahun 1977 menyebutkan pancasila dengan pembacaan teologis “Di bawah bimbingan sila yang pertama, sila Ketuhanan Yang Maha Esa, kelima sila itu ikat-mengikat”. Mohammad Natsir, The Pakistan Institute of World Affairs, 1952 menyebutkan “Tidak diragukan lagi Pakistan adalah sebuah negeri Islam. Begitu juga Indonesia adalah sebuah negeri Islam karena fakta bahwa Islam diakui sebagai agama rakyat, sekalipun dalam konstitusi kami tidak dengan tegas dinyatakan sebagai agama negara. Namun Indonesia tidak mengeluarkan agama dari sistem kenegaraan. Bahkan ia telah menaruhkan kepercayaan tauhid (monotheistic belief) kepada Tuhan pada tempat teratas dari Pancasila: Lima Prinsip yang dipegang sebagai dasar etik, moral dan spiritual negara dan bangsa’.

Pemateri ketiga yaitu Dr. Rustam Ibrahim, M.S.I. sebagai Ketua Pusat Studi Pancasila dan Kebangsaan IAIN Surakarta menyampaikan materi tentang Bela Pancasila Sebagai Kewajiban Utama Bagi Setiap Warga Negara dengan memberikan urgensi dalam materi yang disampaikan yaitu Pancasila menghindarkan negara dari konflik dan disintegrasi bangsa, Umar berkata: seandainya tidak ada cinta tanah air, runtuhlah negara yang terpuruk. Dengan cinta tanah air, negara akan maju, Pesantren adalah entitas bangsa, yang menerima pancasila pertama kali sebagai asas tunggal”.  Tidak berhenti disini, bahwa pesantren, kiai, dan  santri tak pernah separuh hati mengabdikan diri agar Indonesia merengkuh kemerdekaannya, dan menjadi bangsa yang tak sekedar merdeka, namun lebih dari itu (maju). (RonnawanJ). Klik Simak untuk melihat video lengkapnya. (Gie/ Humas Publikasi)