IAIN Surakarta Perlahan Tapi Pasti Melakukan Langkah-Langkah Internasionalisasi

artikel-photo

Elliyina, S.Pd
Alumni IAIN Surakarta, Koordinator Student Services-ISIO

#BanggaIAINSurakarta

 

ISIO merupakan kepanjangan dari IAIN Surakarta International Office yang berdiri pada 15 Juni 2016 berdasarkan SK Rektor IAIN Surakarta Nomor 276 Tahun 2016. Pada umumnya, di perguruan tinggi menamakannya dengan Kantor Urusan Internasional (KUI). ISIO lahir atas inisiasi Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama, Dr. Syamsul Bakri untuk membantu Wakil Rektor di bidang luar negeri.

Sebagaimana KUI pada umumnya, IAIN Surakarta ingin meningkatkan program kerjasama dengan lembaga internasional khususnya dalam bidang pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Tidak hanya sampai disini, IAIN Surakarta memiliki misi besar untuk mewujudkan diri menuju World Class University.

Setiap KUI memiliki divisi yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan dan sesuai dengan target-target yang akan dicapai. Sedangkan ISIO yang dikepalai oleh Dr. Aris Widodo memiliki empat divisi penting, yaitu Divisi Legal and Governance (2 orang), Divisi Banchmarking (1 orang), Divisi Partnership (2 orang), Divisi Staff Development (2 orang), dan Divisi Student Services (1 orang). 

Saya sendiri, selaku penulis yang kebetulan diamanahi menjadi koordinator di Divisi Student Services sangat mengapresiasi atas berdirinya ISIO. Saya yang pernah melakoni pertukaran pelajar saat duduk di bangku  kuliah merasakan bagaimana sebuah KUI seharusnya dikelola dengan profesional.  Saat itu saya lolos pertukaran mahasiswa selama dua bulan di Colorado State University (CSU) USA dalam Indonesian English Language Study Program (IELSP) cohort 8 tahun 2011. Meskipun hanya dua bulan namun “rasa internasional” nya tak mungkin terlupakan.

Setelah lolos mengalahkan 2000 pelamar, kami pun ber 72 grantee, dihubungi oleh pihak panitia agar menyiapkan paspor dan segala macam berkas. Kami tidak dilepas, kami benar-benar dipandu oleh panitia dari IELSP yang langsung berurusan langsung dengan pihak kedutaan Amerika dan sekaligus relasi kampus bagi yang akan live on campus dan relasi family host bagi yang live off campus dimana kami akan ditempatkan. Kami tidak memilih kampus, namun sudah ditentukan oleh pihak panitia.

Apakah hanya sampai disitu? Tentu tidak. Kami pun juga diberikan berbagai macam formulir untuk diisi terkait dengan pembuatan visa bahkan formulir tentang “teman kamar” seperti apa yang kami harapkan. Tak kalah penting, pihak panitia menyediakan Pre Departure Orientation (PDO), semacam “manasik” kalau orang akan berangkat haji. Dalam PDO kami dibekali banyak hal, mulai dari apa itu culture shock, apa yang harus kami lakukan dan tidak boleh kami lakukan, bagaimana budaya belajar ala Amerika karena mereka tidak mengenal apa itu terlambat dengan segala alasan, bahkan kami disediakan kesempatan untuk simulasi wawancara visa. Semua serba well-prepared mulai dari PDO, proses perjalanan yang memakan waktu hingga 52 jam include transit, dan pelaksanaan belajar di negara bagian masing-masing. Tak ada kendala yang berarti.

Saat di CSU, ada dua orang staff student services yang bertanggung jawab penuh atas kami ber 17 (khusus CSU). Namanya Lacey dan Megan. Selain sebagai guru, mereka juga menjadi pelayan kami. Mereka yang bertugas mengantarkan kami membuat rekening bank agar kami bisa menarik uang, membuatkan kartu mahasiswa, membelanjakan buku di bookstore, membelikan jatah detergen, memenuhi hari-hari kami disaat ada jadwal kunjungan berupa tour visit di sekolah bilingual, jalan-jalan ke museum, bahkan mengantarkan kami ke Wallmart (semacam Transmart jika di Indonesia) hanya sekedar untuk membeli kebutuhan harian kami. Mereka juga yang selalu mengingatkan kami akan hal-hal yang terlupakan dsb hingga mereka juga yang mengantarkan kami ke bandara untuk pulang ke Indonesia.

Di atas hanyalah gambaran dimana saya merasa peran KUI itu sangat vital bagi foreign students yang memang butuh guidance dalam banyak hal meskipun selaku international student juga dituntut untuk menjadi seorang yang mandiri.

Lalu apa yang telah dilakukan ISIO dan bagaimana ISIO seharusnya dikelola?

Menurut saya, ISIO telah melakukan langkah yang tepat. ISIO berguru pada seniornya sesegera mungkin setelah SK keluar. ISIO mengunjungi KUI Universitas Muhammadiyah  Surakarta (UMS) dan Universitas Negeri Surakarta (UNS), pada Kamis (15/9). Mereka yang berumur hampir 10 tahun telah memiliki pengalaman lebih dalam menjalin kerjasama dan mengurusi mahasiswa Luar Negeri (LN) yang memiliki berbagai macam karakter dan latar belakang yang berbeda.

Tak hanya itu, pihak ISIO pun juga telah melobi berbagai profesor dari berbagai kampus dengan bidang yang relevan untuk menjalin sebuah kerjasama dalam kegiatan joint international seminar, joint research dsb.

ISIO pun menanggapi surat dari Kementerian Sekretariat Negera RI tantang Demand Survey Pemanfaatan Program Tenaga Sukarela KOICA tahun 2016 dengan cepat. ISIO tak ingin kesempatan emas ini terlewat begitu saja. IAIN Surakarta butuh mengubah mindset lokal menjadi global terkait dengan internasionalisasi yang sedang digencarkan. Semoga tenaga sukarela KOICA mampu membantu mencapai apa yang ditargetkan oleh IAIN Surakarta, ISIO khususnya.

Selain itu ISIO juga akan menjadi peserta aktif dalam International Food and Cultural Festival (2016) di Universitas Diponegoro Semarang, Jumat mendatang (18/11). Hal ini menunjukkan IAIN Surakarta telah dipertimbangkan oleh kampus lain. Untuk mengikuti event ini ISIO dituntut menjadi lembaga yang solid dan kerja efektif dan efisien. ISIO pun juga telah merancang lunch gathering dengan pimpinan untuk mendekatkan para mahasiswa asing dengan stake holder di kampus sekaligus sebagai sosialisasi tentang fungsi dan peran ISIO bagi mereka dan lembaga.

Semua hal di atas telah menunjukkan langkah-langkah ISIO dalam menjalankan visi dan misinya. Tak cukup puas dengan apa yang telah dicapai, saya ingin memberikan beberapa saran untuk ISIO agar menjadi lebih profesional.

Pertama, kunjungan di kampus yang telah memiliki KUI yang mapan harus diperbanyak sehingga ISIO memiliki wacana yang lebih luas untuk menentukan langkah-langkah strategis selanjutnya. Kedua, jika berasumsi bahwa mahasiswa asing belum mampu berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia, maka ISIO harus segera membuat rancangan bagaimana mahasiswa asing kedepan mampu memenuhi target tersebut. Bisa dengan bekerjasama dengan Jurusan Tadris Bahasa Indonesia atau cara yang lainnya. Ketiga, jika berasumsi bahwa mahasiswa asing tidak hanya berasal dari ASEAN yang pada umumnya masih memiliki kesamaan budaya, maka sangat penting bagi ISIO merancang sebuah Post Departure Orientation untuk mengenalkan budaya di Indonesia dan IAIN Surakarta khususnya. Keempat, penting bagi ISIO untuk mengajak para civitas akademi yang lain yang ada di lingkungan IAIN Surakarta agar pelan-pelan mengubah mindset lokal menjadi mindset global untuk meningkatkan layanan. Sehingga kesadaran melayani dengan penuh keramahan dan keprofesionalpun dapat terwujud. Dengan demikian, tak hanya mahasiswa lokal, mahasiswa asing pun merasa nyaman dan homey.

Pada akhirnya, saya katakan bahwa ISIO patut diapresiasi dengan langkah-langkah yang telah ditempuh untuk men-internasionalisasi IAIN Surakarta. Disampung itu, ISIO juga harus melalukan booster untuk menjalin kerjasama dengan LN dan segera membenahi sistem dan segala prosedur internalnya demi kebaikan bersama.