PROGRAM STUDI KE-ISLAM-AN DI PERGURUAN TINGGI UMUM DAN PERGURUAN TINGGI KEAGAMAAN ISLAM : SEBUAH TELAAH

Oleh: Dr. H. Muhammad Munadi, M.Pd
(Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum, Perencanaan dan Keuangan)

Ketika membuka beberapa website perguruan tinggi di bawah Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) ada banyak pertanyaan muncul sebenarnya, diantaranya bagaimana arah pengembangan keilmuan perguruan tinggi di Indonesia? Semua perguruan tinggi walau beda pembinanya (Kemenristekdikti, Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, maupun Lembaga/Kementerian lain) mengadakan (atau lebih tepatnya) membuka program studi yang hampir sama dan mirip bahkan kembar identik.  Munadi (2018) memberikan gambaran data perguruan tinggi sesuai penyelenggaranya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1. Jumlah Perguruan Tinggi di Indonesia

No Kementerian/Lembaga Negeri Swasta
1 Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat 0 0
2 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi 123 3205
3 Kementerian Agama 98 1081
4 Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika 1 0
5 Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional 1 0
6 Badan Tenaga Nuklir Nasional 1 0
7 Badan Pusat Statistik 1 0
8 Kementerian Dalam Negeri 65 0
9 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral 2 0
10 Kementerian Hukum dan HAM 2 0
11 Kementerian Informasi dan Komunikasi 1 0
12 Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 7 0
13 Kementerian Kelautan dan Perikanan 7 0
14 Kementerian Kesehatan 38 0
15 Kementerian Keuangan 1 0
16 Kementerian Perhubungan 13 0
17 Kementerian Perindustrian 18 0
18 Kementerian Pertanian 12 0
19 Kementerian Sosial 1 0
20 Lembaga Sandi Negara RI 1 0
21 Kementerian Pertahanan 8 0
22 Kepolisian 2 0
23 Lembaga Administrasi Negara 3 0
24 Kementerian Perdagangan 1 0
25 Badan Intelijen Negara 1 0
Jumlah 408 4286

 (Sumber Data dari Forlapdikti dengan modifikasi)

Tabel tersebut menunjukkan bahwa jumlah perguruan tinggi sangat banyak baik negeri maupun swasta  apalagi dilihat dari jenis program studinya.

Jika dilihat dari program studi di 2 Kementerian yaitu Kemenag dan Kemenristekdikti akan relatif terlihat kesamaannya dari sisi nama dan semestinya keilmuannya. Tabel yang bisa dibuat sebagai berikut:  

Tabel 2. Kesamaan Program Studi Diploma dan Sarjana Berkait Kajian Islam

 No Prodi Kemenristekdikti Prodi Kemenag
1. S-1 Sastra Arab S-1 Bahasa dan Sastra Arab
2. S-1 Pendidikan Bahasa Arab S-1 Pendidikan Bahasa Arab
3. S-1 Ilmu Pendidikan Agama Islam S-1 Pendidikan Agama Islam
4. S-1 Pendidikan Keagamaan Islam S-1 Pendidikan Agama Islam
5. S-1 Ilmu Agama Islam
6. S-1 Ilmu Ekonomi Islam S-1 Eknomi Syariah
7. D-IV Perbankan Syariah S-1 Perbankan Syariah
8. D-IV Akuntansi Keuangan Syariah S-1 Akuntansi Syariah
9. D-IV Keuangan Syariah
10. D-III Perbankan Syariah
11. S-1 Keuangan Perbankan Syariah
12. S-1 Manajemen Keuangan dan Perbankan Syariah S-1 Manajemen Keuangan Syariah

Program Diploma sampai Sarjana yang berkaitan dengan kajian Ke-Islam-an terlihat sama secara nomenklatur. Ada yang dimiliki PT di bawah Kemenag dan tidak dimiliki oleh PT di bawah Kemenrsitekdikti ataupun sebaliknya. Kesamaan ini ternyata baru sebatas nama tetapi belum berimplikasi pada kesamaan kurikulum. Di titik tertentu menurut penelitian Munadi (2017) kurikulum pada PTN di bawah Kemenristekdikti ada keunggulan disbanding PTKI. Hal ini juga terjadi pada Program Magister dan Doktor, berikut gambarannya:

Tabel 3. Kesamaan Program Studi Magister dan Doktor Berkait Kajian Islam

 No Prodi Kemenristekdikti Prodi Kemenag
1. S-2 Sains Ekonomi Islam S-2 Eknomi Syariah
2. S-2 Keuangan dan Perbankan Syariah S-2 Perbankan Syariah
3. S-3 Keuangan dan Perbankan Syariah  
4. S3 Agama dan Lintas Budaya,  Minat Studi Ekonomi Islam dan Industri Halal S-3 Dirasah Islamiyah Konsentrasi Ekonomi Islam

Sama dan sebangun keilmuan berkait dengan kajian ke-Islam-an baik di jenjang Diploma sampai dengan Doktor. Ada hal yang menggelitik dengan kesamaan ini dari sisi pengembangan ilmu secara normatif termasuk dari sisi ijin secara administratif.

Sisi pengembangan ilmu ini akan menambah penguatan semua PT yang memiliki kedekatan keilmuan sehingga bisa mempercepat tumbuhnya Islam sebagai bahan kajian normatif maupun dalam dataran empiris-praksis. Kajian normatif dalam bentuk gagasan, maupun penelitian normative semakin menambah perspektif. Begitupula kajian empiris  praksis dari  hasil pembelajaran/Pendidikan, penelitian maupun pengabdian kepada masyarakat akan bisa mendekatkan dengan sisi kajian normative.

Justru yang akan menjadi “ramai” dari sisi adminsitratif yaitu berkaitan dengan ijin pendirian program studi baru.   Jika ditelaah dari perijinan awalnya kalau Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN BH) bisa dimaklumi sesuai dengan Permenristekdikti No.15 Tahun 2017 tentang Penamaan Program Studi pada Perguruan Tinggi Pasal 8 menyebutkan, “Penambahan dan/atau perubahan nama program studi pada perguruan tinggi negeri badan hukum dilaporkan kepada Menteri”. Ini berarti PT yang bersatatus PTN BH bisa menambah program studi kapanpun sesuai kemampuan lembaga yang penting dilaporkan kepada Menteri. Fleksibilitas ini bisa saja berakibat semua program studi yang ada di PT di bawah Kemenag terutama yang “laku” bisa dibuka di PTN BH.  Resikonya PT di bawah Kemenag akan terpacu untuk peningkatan mutunya dan bisa segera berevolusi menjadi PTN BH minimal PTN Badan Layanan Umum (BLU). Namun apakah PT hanya sekedar merespon pasar tanpa pernah berfikir lebih dari sekedar memenuhi kebutuhan pasar yaitu sisi kemanusiaan.  Ini pertanyaan besar agar apapun yang dihasilkan oleh PT tidak hanya sebatas menara gading atau ivory tower. Menara gading menurut Care dan Kim (2018) merujuk ….to concerns disconnected from everyday life and the fact that many universities focus on publishing scholarly and incomprehensible academic articles that will be read only by a select few. Julukan “menara gading”, digunakan untuk merujuk pada Perguruan Tinggi (PT) sering terputus dari kehidupan sehari-hari masyarakatnya karena banyak PT hanya berfokus pada penerbitan artikel kesarjanaan yang akademis dan tidak dapat dipahami serta hanya akan dibaca oleh segelintir orang terpilih. Sementara perguruan tinggi memiliki empat tujuan utama dan mendasar seperti yang diidentifikasi Dewan Eropa tentang tanggung jawab publik atas pendidikan dan penelitian tinggi:

  1. Persiapan untuk pasar tenaga kerja;
  2. Persiapan untuk hidup sebagai warga negara yang aktif dalam masyarakat demokratis;
  3. Pengembangan pribadi;
  4. Pengembangan dan pemeliharaan basis pengetahuan yang luas dan maju (CDESR, 2007:6)

Kedua pendapat di atas menunjukkan bahwa PT harus lebih berfokus pada poin 2 – 4 tanpa melupakan poin pertama. Merujuk pada pernyataan di atas juga, siapapun yang memberikan ijin pembukaan prodi baru sebenarnya tidak ada masalah – mau Kemenristekdikti saja, Kemenristekdikti dengan rekomendasi Kementerian terkait ataupun Kementerian terkait saja tidak ada masalah dan harus ada keseragaman. Yang terpenting  bahwa prodi baru tersebut bisa menyelesaikan permasalahan berbangsa dan bernegara.  

PT di bawah Kemenristekdikti tertutama yang berstatus PTN BLU dan PTN satker PNBP dalam membuka program studi baru berkaitan dengan kajian Ke-Islam-an ternyata tidak mesti harus mendapatkan ijin dari Kemenag tetapi cukup ijin dari Kemenrsitekdikti. Atau minimal diberi ijin dari kedua kementerian. Atau setidaknya ada rekomendasi dari Kemenag walaupun kemudian yang mengeluarkan ijin adalah Kemenristekdikti. Seperti yang terjadi dalam pendirian Program Diploma IV Program Studi Keuangan dan Perbankan Syariah mendasarkan pada surat ijin Dikti. Inipun bisa dimaklumi kalau bicaranya pada sisi Pendidikan vokasi diperkenankan ijin hanya dari Kemenristekdikti. Akan berbeda ketika pembukaan prodi baru berkait dengan Pendidikan Islam semestinya ijin yang mengeluarkan Kemenag bukan Kemenrsitekdikti. Tetapi yang terjadi ijin pembukaan prodi baru justru yang mengeluarkan Kemeristekdikti.

Fakta empiris ini memang bisa dianggap sebagai sebuah bentuk diskriminasi bagi PTKI baik Negeri maupun Swasta. Ketika PTKI mau mendirikan program studi baru non kajian ke-Islam-an harus mendapatkan dari Kemenrsitekdkti. Sementara ketika PTN di bawah Kemenristekdikti membuka prodi baru berkait kajian ke-Islam-an tidak perlu ijin dari Kemang. Disinilah mutlak pentingnya segera disyahkannya Peraturan Pemerintah tentang Pendidikan Tinggi Keagamaan sebagai tindaklanjut dari pasal 30 UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Semoga.    

Daftar Pustaka

Care, Esther and Kim, Helyn. (2018). From ivory towers to the classroom: How can we make academic research useful in the real world?. January 30, 2018. https://www.brookings.edu/blog/education-plus-development/2018/01/30/from-ivory-towers-to-the-classroom-how-can-we-make-academic-research-useful-in-the-real-world/

CDESR. (2007). The University Between Humanism And Market. https://rm.coe.int/the-university-between-humanism-and-market-steering-committee-for-high/1680779c78

Munadi, Muhammad. (2018). Produktivitas Publikasi Ilmiah : Ikhtiar Mengurai Problem. 25 Oktober 2018. http://www.iain-surakarta.ac.id/?p=14839

Munadi, Muhammad. (2017). Pendidikan Guru Agama Islam Di Perguruan Tinggi Umum Negeri (Studi Komparatif Antara Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dengan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung). Jurnal Cendekia Volume 15 No. 1 Tahun 2017. http://jurnal.iainponorogo.ac.id/index.php/cendekia/article/view/446