ASI Dan Kecerdasan Anak

Oleh: Triningsih
(Pustakawan Muda UIN RM Said Surakarta)

Miris. Kata itu menggambarkan suasana hati ketika melihat berita yang lalu lalang di stasiun televisi maupun media sosial lainnya. Banyak orang tua yang tega membuang bayinya entah itu karena malu sebab hasil hubungan gelap dengan sang pacar, mereka kesulitan ekonomi, tidak mampu memberi makanan yang bergizi, maupun alasan lainnya. Mereka tidak sadar jika ada bayi yang membutuhkan air susu ibu (ASI) serta kasih sayang orang tuanya.

Di Indonesia, permasalahan gizi buruk (kurangnya kalori dan protein) sampai sekarang belum bisa teratasi. Salah satu penyebabnya ialah tidak diberikannya ASI  pada anak secara maksimal. Padahal, ASI sangat memberi pengaruh  menentukan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi.

Masalah Gizi

Malnutrisi atau gizi buruk yaitu kondisi ketika tubuh kekurangan gizi dari nutrisi makanan yang dikonsumsi sehingga perkembangan anak terhambat dan dapat menimbulkan berbagai penyakit. Beberapa penyebabnya antara lain pola makan yang salah, kesenjangan ekonomi karena bahan pokok terbatas, dan gizi yang tidak seimbang. Tidak jarang termasuk karena anak tidak memperoleh ASI.

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan 2018 menunjukkan 17,7 bayi usia dibawah 5 tahun (balita) masih mengalami masalah gizi. Angka tersebut terdiri atas balita yang mengalami gizi buruk sebesar 3,9% dan yang menderita gizi kurang sebesar 13,8%. Padahal, masa depan Bangsa ini terletak pada sumber daya manusia yang saat ini generasinya masih berstatus sebagai anak. Menyiapkan anak menjadi generasi penerus harus dilakukan sedini mungkin, terlebih kepada generasi yang masih bayi. Itulah mengapa begitu pentingnya pemberian ASI.

Dahsyatnya pengaruh emosional  yang  luar biasa terhadap hubungan ibu dan anak dimana hal itu berpengaruh terhadap jiwa anak ada pada saat pemberian ASI. Saat ibu gelisah, stress maka anak yang masih menyusu akan terpengaruh. Mungkin menjadi demam, rewel dan lainnya. Namun ketika menyusui dengan gembira akan memberi dampak positif bagi anak. Juga mengandung zat pelindung yang dapat menghindari bayi dari berbagai infeksi.

ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam anorganik yang disekresi oleh kelenjar mamae ibu yang berguna sebagai makanan bagi bayi. Dan ASI dirancang sempurna untuk memenuhi kebutuhan bayi. ASI mengandung prebiotik oligosakarida, zat yang memberi makanan bakteri baik yang ada diperut. Bakteri ini bekerja melawan virus, sehingga melindungi bayi dari kemungkinan infeksi yang masuk lewat saluran pencernaan. ASI yang mengandung asam lemak penting dalam membantu perkembangan kecerdasan bayi ibu. (Hastuti, 2010:169).

Ikatan Cinta

Dari aspek psikologi, kita bisa melihat ikatan cinta yang kuat antara ibu dan bayi. Hal tersebut timbul karena berbagai rangsangan sentuhan kulit diantara keduanya. Kehangatan tubuh ibu serta suara jantungnya ibu yang dikenal bayi sejak dalam kandungan akan semakin dirasakan oleh bayi ketika menyusui. Bayi akan merasakan kenyamanan.

Pamela K. Wiggins pernah berujar “Breastfeeding is a mother’s gift to herself, her baby, and the earth”, (menyusui adalah hadiah untuk diri ibu, bayinya, dan kepada bumi). BJ Habibie mengatakan, menyusui itu peradaban “ASI diberikan Allah kepada manusia, manfaatkan itu sebaik-baiknya. Berikan energi kepada ibu rumah tangga, agar ketika anaknya lahir dia bisa merasakan kasih sayang.’’

Selamat memperingati Hari ASI Sedunia 1 Agustus. Seminggu kedepan kita merayakan Pekan ASI Sedunia (World Breastfeeding Week) 1-7 Agustus. Semoga generasi penerus kita menjadi generasi yang cerdas dan sehat, karena ibu memberikan ASI nya.

*Artikel Opini ini telah dimuat di SKH Kedaulatan Rakyat Yogyakarta, edisi Senin Kliwon 2 Agustus 2021 Hal. 11