Dr. Muhammad Munadi, M.Pd
(Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum, Perencanaan dan Keuangan)
Diskusi tentang integrasi islam dan ilmu memang menarik. Akan tetapi menjadi tidak menarik karena seringkali kajiannya mengawang-awang karena lebih dominan memvisualisasi model integrasi Islam dan ilmu dalam bentuk gambar. Seperti yang terjadi di hampir semua UIN. Diskusinya pun kadang-kadang tidak menyentuh akar persoalan pendidikan, manusia (baik sebagai peserta didik maupun sebagai pendidik), maupun jenjang pendidikan (yang seringkali langsung menuju perguruan tinggi). Kalau hanya mengandalkan integrasi Islam dan ilmu dilakukan di jenjang pendidikan tinggi maka tidak bisa bermakna apa-apa. Semestinya integrasi Islam dan Ilmu dimulai sejak pendidikan di rumah, masyarakat dan baru kemudian menyentuh sekolah. Tanpa integrasi ketiga jalur pendidikan ini maka daya upayanya tidak akan menyentuh pada akar masalah utamanya.
Begitu pula kajian integrasi Islam dan Ilmu akan bersinggungan dengan kultur masyarakat dalam beragama. Kuntowijoyo (2001) menyatakan Islam ditampilkan seperti tabel berikut ini:
Tabel 1. Tampilan Islam
Dasar: Nilai-Nilai Islam | Mitos | Ideologi | Ilmu |
Cara Berfikir | Pra-Logis | Non-Logis | Logis |
Bentuk | Magis | Abstrak/apriori | Kongkrit/empiris |
Mendasarkan pada tabel tersebut, selama ini kajian dan praksis Islam masih sebatas pada mitos dan ideologis, sehingga Islam tidak menyentuh pada pemecahan problem keumatan maupun kemanusiaan. Sementara menurut M. Syafi’i Anwar (1995:129) menyatakan Islam harus berorientasi pada empirisme dan pemecahan problematika umat, memperkuat rakyat lewat praksis sosial dan politik serta tawar menawar dengan negara.
Integrasi Islam dan Ilmu : Pendidikan Keluarga
Pendidikan keluarga yang mengintegrasikan Islam dan Ilmu, terlihat ketika pendidikan anak dimulai dari penguasaan Al-Qur’an dulu. Kuasai dahulu Al-Qur’an baru kemudian penguasaan ilmu lain. Keluarga bisa menekankan hal ini sehingga anak terbiasa bahwa dalam Al-Qur’an tidak hanya membahas masalah ‘ubudiyah dengan Tuhan saja. Ilustrasi yang dapat digambarkan sebagai berikut: Perbandingan antara ayat muamalah (ibadah sosial) dengan ayat berkaitan ibadah ritual (ibadah vertikal dengan Allah) dalam Al-Qur’an adalah 100 berbanding. Sedangkan dalam Hadis dari sekitar 50 pokok bahasannya tidak lebih dari tiga atau empat yang berbicara tentang ibadah ritual, selainnya adalah berkaitan dengan mu’amalah (ibadah sosial)”. Dua pernyataan tersebut menunjukkan bahwa Islam (tercermin dalam Qur’an maupun Hadits) lebih banyak mengatur masalah manusia dan kemanusiaan.
Masalah tersebut bisa dipecahkan dengan multi disiplin dan inter disiplin ilmu.
Integrasi Islam dan Ilmu: Pendidikan Masyarakat
Pendidikan Masyarakat melalui tempat ibadah seringkali tidak tertata secara sistematis, sehingga kesannya diulang-ulang dan tidak pernah berubah temanya. Temanya berputar pada hal-hal yang kadang kurang “kompatibel’ dengan masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Kondisi semacam ini berakibat banyak Jama’ah Jum’at lebih banyak mengantuk daripada mendengarkan khutbah Jum’at. Begitu pula iklim Ramadhan isi materi dari kuliah tujuh menit (Kultum) sampai dengan kuliah shubuh berisi hal yang sama dari tahun ke tahun. Keadaan ini perlu ada pembenahan minimal oleh lembaga pendidikan keagamaan seperti Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) baik negeri maupun swasta. Lembaga perguruan tinggi ini harus memberikan tambahan asupan pada tiap masjid dengan materi yang sesuai dengan kebutuhan/ masalah yang dihadapi masyarakat kepada pengelola masjid/ mushola maupun majelis ta’lim.
Kalau kondisi umat masih seperti ini integrasi Islam dan Ilmu tidak bisa berjalan lebih cepat dan mulus terlebih lagi diperparah dengan banyaknya mentalitas umat seperti yang dikutip Muhammad Munadi (2012) dari novel Negeri 5 Menara tentang kondisi Umat Islam dan lembaga pendidikan.
……”Beberapa orang tua menyekolahkan anak ke sekolah agama karena tidak cukup uang. Ongkos untuk masuk madrasah lebih murah…” ……. Tapi lebih banyak lagi yang mengirim anak ke sekolah agama karena nilai anak-anak mereka tidak cukup untuk masuk SMP dan SMA…” Akibatnya, madrasah menjadi tempat murid warga kelas dua, sisa-sisa… coba wang bayangkan bagaimana kualitas pra buya, ustadz dan da’i tamatan madrasah kita nanti. Bagaimana mereka akan bisa memimpin umat yang semakin pandai dan kritis? Bagaimana nasib umat Islam nanti?” ……….. Amak ingin memberikan anak yang terbaik untuk kepentingan agama. Ini tugas mulia untuk akhirat.”
Tulisan ini semestinya menyadarkan semua kalangan umat Islam untuk menyadari bahwa akar persoalan mutu madrasah dan sekolah agama di Indonesia terletak pada mentalitas umat Islam sendiri. Hal tersebut menunjukkan realitas konkret yang terjadi di madrasah dan sekolah agama lainnya bahwa kalau ini akan terus berjalan terus berarti melemahkan upaya integrasi Islam dan Ilmu.
Integrasi Islam dan Ilmu: Pendidikan Sekolah/Madrasah
Integrasi Islam dan ilmu di lembaga pendidikan formal masih dominan wacana. Praksisnya ternyata sama rumitnya dengan wacana yang dikembangkan. Operasionalisasi dalam konteks kurikulum masih menyisakan persoalan yang banyak, sehingga kadang-kadang memunculkan skeptisisme di kalangan pelaku integtasi Islam dan Ilmu di berbagai Universitas Islam Negeri (UIN) khususnya.
Ketika eksperimen integrasi hanya terjadi di tingkat perguruan tinggi memang sangat terlambat karena peserta didiknya sudah mempunyai virus sekularitas di akal pemikirannya. Semestinya dimulai di tingkat pra sekolah, kemudian berlanjut ke jenjang berikutnya. Hal ini bisa memanfaatkan momentum yang ada dan terjadi di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) formal maupun non formal begitu pula diuntungkan dengan pemberlakuan Kurikulum 2013 di Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtida’iyah (SD/MI). Jenjang pendidikan tersebut menerapkan model pembelajaran tematik. Model ini memudahkan integrasi Islam dan Ilmu daripada jenjang pendidikan setelahnya. Kesempatan yang lebih baik lagi bisa digunakan ketika beberapa sekolah binaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Madrasah binaan Kementerian Agama yang masih menggunakan Kurikulum 2013 di mana SD dan MI menggunakan pembelajaran tematik. Tugas berat perguruan tinggi Islam untuk bisa bereksperimen pembelajaran tematik dengan menggunakan kaidah tafsir tematik dalam penyiapan calon guru maupun eksperimen di sekolah/madrasah. Pendidikan Guru Madrasah Ibtida’iyah dan Pendidikan Guru Raudlatul Athfal (PGMI dan PGRA) bisa memulai dengan pengembangan bahan ajar SD/MI yang selama ini memisahkan antara pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) dengan buku-buku tematik di SD/MI dengan merevisi total. Revisi awalnya melalui penguatan kajian yang ada diintegrasikan dengan Al-Qur’an dan Sunnah. Gambaran Buku tematik SD/MI kelas II memiliki tema berikut ini:
Tabel 2. Buku Tematik di SD/MI
Tema 1 | Al Qur’an | Al Hadits |
Hidup Rukun | Diintegrasikan dengan Hidup Rukun dalam konteks al Qur’an | Diintegrasikan dengan Hidup Rukun dalam konteks al Hadits |
Bermain di Lingkungan | ||
Tugasku Sehari-hari | Diintegrasikan dengan Tugas seseorang sehari-hari dalam konteks Qur’an | Diintegrasikan dengan Tugas seseorang sehari-hari dalam konteks Hadits |
Hidup Bersih dan Sehat | Diintegrasikan dengan Hidup Bersih dan Sehat dalam konteks Qur’an | Diintegrasikan dengan Hidup Bersih dan Sehat dalam konteks Hadits |
Air, Bumi dan Matahari | Diintegrasikan dengan Air, Bumi, dan Matahari dalam konteks Qur’an | Diintegrasikan dengan Air, Bumi, dan Matahari dalam Hadits |
Merawat Hewan dan Tumbuhan | Diintegrasikan dengan Merawat Hewan dan Tumbuhan dalam konteks Qur’an | Diintegrasikan dengan Merawat Hewan dan Tumbuhan dalam konteks Hadits |
Keselamatan di Rumah dan Perjalanan |
Merekonstruksi buku ini harus di tingkatan buku siswa sekaligus buku guru. Untuk buku guru harus sangat detail agar integrasi itu bermakna bagi guru yang bisa terimplementasi di tingkatan kelas.
INTEGRASI ISLAM DAN ILMU : PRAKSIS DUA SMA TRENSAIN
Upaya eksperimen dilakukan pada jenjang pendidikan menengah seperti yang terjadi di SMA Trensain Sragen di bawah Muhammadiyah dan SMA Trensain Tebu Ireng Jombang di bawah naungan Jam’iyah NU. Kedua lembaga ini lebih menekankan pada sains kealaman (natural science), bukan sains humaniora.
Secara umum kurikulum kedua lembaga ini terbagi menjadi tiga komponen pokok:
- materi Al-Quran (kurikulum Al-Quran)
- materi sains (kurikulum sains)
- materi bahasa (kurikulum bahasa)
ketiga materi ini masih diikat dengan pola interaksi semua pelaku kurikulum dalam aktifitas pesantren 24 jam. Gambaran konkret kurikulumnya sebagai berikut:
Tabel 3. Materi Mayor SMA Trensains Sragen
No. | Subject | Mata Pelajaran | Keterangan |
1. | Natural Sains | Matematika | Matematika Wolfram |
Fisika | |||
Biologi | |||
Kimia | |||
Ilmu Falak | Ilmu Bumi dan Antariksa | ||
2. | Filsafat Sains | Filsafat Sains 1 | Sains:
Filsafat:
|
Filsafat Sains 2 | Sains dan Problematika Ketuhanan:
Agama dan Sains:
Perbandingan Sains Islam dan Barat:
|
||
3. | Al Quran dan Hadis | Ilmu Al-Quran | Ilmu al-Quran:
|
Tafsir Kauni | Tafsir Kauni:
|
||
Ilmu Hadis | Ilmu Mustholah Al-Hadits | ||
Tajwid dan Tahfidz | Hafalan ayat-ayat kauniyah | ||
4. | Bahasa | Bahasa Arab | Lughah Asasiyah, Muthalaah, Qowaidh Lughah |
Bahasa Inggris | |||
Bahasa Indonesia | |||
5. | Studi Islam dan kemuhammadiyahan | Aqidah | Tauhid sebagai Asas Sains:
|
Tarikh | Sirah Nabawiyah, Sejarah peradaban Islam, Sejarah Indonesia | ||
Fiqh dan Ushul Fiqh | |||
Kemuhammdiyahan |
Rentetan mata pelajaran menunujukkan bahwa eksperimen integrasi Islam dan Ilmu sangatlah mendasar. Kajian bersifat Falsafi maupun norma Tauhidi (Qur’an dan Sunnah). Hal tersebut bisa dilihat dari mata kuliah dasarnya saja terlihat pada kerangka ilmu yaitu mata pelajaran Filsafat, Al-Qur’an dan Sains, serta Hadis dan Sains dengan didukung materi bahasa asing.
Sedangkan SMA Trensain di Tebu Ireng Jombang Jawa Timur, gambaran kurikulumnya sebagai berikut :
Tabel 4. Kurikulum SMA Trensain Tebu Ireng
No | Ruang Lingkup Materi | Mapel | Deskripsi Mapel |
1 | Pemahaman tentang konsep Ahlussunah Wal Jamaah (ASWAJA) sebagai basis ideologi santri | Aswaja | Aswaja |
2 | Pemahaman tentang takhrij hadis-hadis Nabi Muhammad SAW khususnya yang berkaitan dengan hadis-hadis ahkam dalam upaya memahami hadis Rasulullah serta mengitinsbathkan hukum-hukum yang terdapat dalam hadist tersebut | Hadist Ahkam | Hadits Ahkam |
3 | Pemahaman tentang Ullumul Qur’an sebagai upaya untuk menginteraksikan antara Al-Qur’an dengan sains kealaman | Ulumul Qur’an |
|
4 | Pemahaman tentang Ulumul Hadist sebagai upaya untuk menginteraksikan antara hadist kauniyah dengan sains kealaman. | Ulumul Hadist | |
5 | Pemahaman tentang Ushul Fiqh dengan pokok bahasan : | Ushul Fiqh | |
a. Hukum yang didalamnya meliputi wajib, sunnah, makruh, mubah, haram, hasan, qabih, ’ada, qada, shahih, fasid, dan lain-lain | |||
b. Adillah , yaitu dalil-dalil Qur’an, sunnah, ijma’, dan qiyas. | |||
c. Jalan-jalan serta cara-cara beristimbath (turuqul istimbath). | |||
d. Mustambith, yaitu mujthid dengan syarat-syaratnya. | |||
e. Dalil-dalil untuk menginstimbathkan hukum. | |||
6 | Pemahaman tentang filsafat sebagai penekanan pada pandangan dan gagasan awal tentang alam dan pengetahuan | Filsafat I & II | Filsafat :
Sains dan problem Ketuhanan :
Agama dan Sains :
Matematika Wolfram. |
7. | Natural Science |
|
|
8 | Pemahaman pola-pola interaksi antara agama dan sains, pengkajian 700 ayat kauniyah, serta islamisasi sains. | Al Qur’an dan sains I, II, III, IV |
Islam dan Sains/Perbandingan Sains Islam dan Sains Barat :
Al Qur-an dan Sains :
|
Dua tabel tersebut menunjukkan bahwa dua lembaga memiliki kesamaan dalam kurikulum, hanya berbeda di tingkatan dua materi saja, yaitu:
Tabel 5. Perbedaan Kurikulum Dua SMA Trensain
Lembaga | Afiliasi | Mata pelajaran | |
SMA Trensain Sragen | Muhammadiyah | Islam dan Kemuhammadiyahah | Ilmu Falak |
SMA Trensain Jombang | Nahdlatul ‘Ulama | Ahlussunnah Waljama’ah (Aswaja) | – |
Perbandingan mata pelajaran pada dua lembaga tersebut menunjukkan bahwa ada keseriusan dalam kerangka integrasi Islam dan Ilmu.
BAGAIMANA DENGAN IAIN SURAKARTA?
Realitas yang ada menunjukkan bahwa kajian di IAIN Surakarta masih bersifat kajian Islam an sich, sehingga kajian yang passing over masih jarang dilakukan. Apalagi dengan ilmu sain alam, teknologi dan matematika masih belum banyak dilakukan. Rata-rata yang dilakukan masih berfokus pada ilmu humaniora dan sains sosial. Hal ini terjadi karena jumlah sumber daya yang berlatar belakang ilmu humaniora dan sosial lebih dominan. Kalau dilihat SDM terutama dosen di IAIN Surakarta masih sedikit berlatar belakang ilmu sains natural. Data berikut menunjukkannnya:
Tabel 6. Komposisi Dosen Latar Belakang Strata-1 Saintek
No | Kajian | Jumlah S-1 |
1. | Teknologi | 1 |
2. | Sain – Matematika | 1 |
3. | Sain – Natural | 1 |
4. | Pendidikan Sain – Fisika | 1 |
5. | Pendidikan Sain – Matematika | 2 |
Kenyataan ini memang wajar jika tidak banyak kajian integrasi Islam dan Ilmu sain natural sehingga memang diperlukan langkah-langkah yang kongkrit untuk mewujudkannya. Diantaranya adalah:
- Mengembangkan serta mendiversifikasi laboratorium PGMI dan PGRA menjadi laboratorium Matematika, Fisika, Kimia, dan Biologi yang diintegrasikan dengan labotorium Qur’an (Tafsir?).
- Implikasinya alat-alat laboratorium dan SDM Laborannya perlu ditopang secara kualitatif maupun kuantitatif.
- Penelitian berbasis laboratorium sain alam dan matematika juga harus diperkuat, diperdalam dan diperbanyak.
- Perlu pengintegrasian laboratorium dengan perpustakaan, sehingga ada saling menguatkan antar komponen sumber belajar
Wallahua’lam.
Daftar Pustaka
Kuntowijoyo. (2001). Muslim Tanpa Masjid. Bandung : Mizan
Muhammad Munadi (2012). Madrasah Qualtiy and Ummat Mentality. The 1st ISQAE UN Jakarta and UTM Johor Bahru
Syafi’I Anwar (1995). Pemikiran dan Aksi Islam Indonesia. Jakarta: Paramadina.