Omah Jurnal, Terobosan Rektor untuk Menggenjot Mutu Jurnal IAIN Surakarta

omah jurnal

SINAR – Omah jurnal, sebuah tim khusus yang dibentuk untuk mengelola seluruh jurnal dan publikasi ilmiah di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta telah berhasil menghadirkan enam dosen tamu yang bertaraf internasional dalam kurun waktu 6 bulan terakhir untuk menunjang kegiatan akademik di lingkungan IAIN Surakarta.

Kini IAIN Surakarta telah memiliki 10 jurnal, yaitu Dinika (Jurnal Akademik kajian Islam), Shirkah (Jurnal Ekonomi dan Bisnis), Al-A’raf (Jurnal Filsafat dan Pemikiran Islam), Al-Balagh (Jurnal Dakwah dan Komunikasi), Shahih (Journal of Islamicate Multidisciplinary), Buana Gender (Jurnal Studi Gender dan Anak), At-Tarbawi (Jurnal Kajian Kependidikan Islam), Leksema (Jurnal Bahasa dan Sastra), Al-Ahkam (Jurnal Ilmu Syari’ah dan Hukum) dan Indonesian Journal of Islamic Literature and Muslim Society. Klik link website omah jurnal disini.

Rektor IAIN Surakarta, Dr. Mudofir  mengatakan bahwa Omah Jurnal ini ada untuk membantu mengendalikan mutu jurnal baik di tingkat institut maupun fakultas agar senada, seirama dan sejalan. “Tujuan kami adalah untuk menjadikan jurnal-jurnal tersebut terakreditasi, minimal terakreditasi nasional dan terdaftar dalam OJS (Open Journal System),” terangnya.

Para dosen tamu yang telah mengisi kuliah umum di IAIN Surakarta yang dikoordinasikan oleh Omah Jurnal adalah Prof. Mark Woodward dari Arizona State University (ASU), USA. Mark merupakan penulis buku Islam in Java Normative Piety and Mysticism in the Sultanate of Yogyakarta, Defenders of Reason in Islam (1989) dan Java, Indonesia and Islam (2010). Beliau hadir untuk berdialog ringan tentang Islam dan Jawa (16/2).

Selanjutnya, guru besar Antropologi Universitas Emory, Atlanta USA, James B. Hoesterey, (29/3). James menyampaikan seluk-beluk mengenai tahapan dan proses dalam melakukan penelitian tentang Islam yang pernah dilakukannya di Indonesia tahun 2005 lalu hingga terbitlah buku “Rebranding Islam: Piety, Prosperity, and a Self-Help Guru” yang di terbitkan oleh Stanford University Press tahun 2015.

Pada Kamis (2/6) hadir pula Claire-Marie Hefner, Ph.D seorang doktor  dari Universitas yang sama dengan James. Beliau juga seorang ahli Antropologi. Dalam kuliah umumnya, Claire menyampaikan hasil penelitiannya yang berlangsung selama kurang lebih 3 tahun di Yogyakarta, yang berjudul Achieving Islam: Women, Piety, and Moral Education in Indonesia Muslim Boarding School (Mencapai Islam: Perempuan, Kesholehan, Pendidikan Moral di Pondok Pesantren di Indonesia). Dalam hasil penelitiannya, Claire mendapati bahwa streotipe negatif tentang pondok pesantren, khususnya, tentang pendidikan yang radikal/keras/teroris bisa dikatakan tidak ada. Sebaliknya, Claire menyatakan bahwa para perempuan muda atau para santriwati memiliki aspirasi yang tinggi terkait masa depannya. Sedangkan keshalehan dan berbagai pendidikan moral para santriwati diajarkan melalui pelajaran umum dan agama di sekolah, pengajian kitab kuning di asrama, interaksi dengan para nyai dan ustadzah.

Bulan berikutnya (21/7), Maria Lichtmann dosen dari Appalachian State University, USA. Maria membawakan materi  “What the Christian Mystics Can Teach Us Today” yaitu ajaran mistik Kristen.

Pada bulan yang sama, pada Selasa (26/7) Dosen dari University of Western Australia (UWA), Australia hadir di tengah mahasiswa, Tracy Webster (Ph.D Asian Studies). Tema riset yang telah ia lakukan adalah tentang  pemuda dan pergaulan bebas di Indonesia, khususnya di kota Yogyakarta. Berdasar penelitian yang mendalam, ia pun mendapat bahwa pergaulan bebas di Indonesia dimaknai sebagai  pergaulan yang di luar norma-norma masyarakat atau pergaulan yang melanggar aturan masyarakat (baik yang tertulis maupun tidak tertulis.

Kamis (11/8), lagi, Omah Jurnal datangkan pembicara internasional, Prof. Dr. Ronald A. Lukens-Bull Editor in Chief Contemporary Islam dari University of North Florida USA. Dalam kuliah umumnya, beliau mengusung tema “Quo Vadis Pendidikan Tinggi Islam”. Prof. Ronald memulai public lecturnya dengan mengupas sedikit mengenai sejarah Pendidikan Tinggi Islam di Indonesia khususnya STAIN-IAIN, dimana menurutnya untuk menghadapi perubahan zaman dan menjadikan Pendidikan Tinggi Islam Indonesia lebih dikenal di kancah internasional mau tidak mau harus merubah statusnya menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) maupun Indonesia Internasional Islamic Universitas (IIIU). Kedua bentuk universitas tersebut dalam pandangannya memungkinkan Pendidikan Tinggi Islam Indonesia bisa berkembang dan mendunia. Hanya saja perlu diperhatikan bahwa perubahan tersebut jangan merubah kajian utamanya yaitu mengenai keilmuan keislaman. Jadi menurutnya perubahan itu adalah sesuatu yang umum, di mana di Amerika juga pada awalnya banyak kampus yang berawal dari Bible college dan kemudian berubah menjadi University yang maju dan berkembang akan tetapi mereka tidak menghilangkan ciri khasnya yaitu lingkungan yang kental dengan nilai religious dengan masih menerapkan sistem asrama yang terkontrol dan penuh dengan program-program keagamaan. Jadi menurutnya sangat tepat ketika Pendidikan Tinggi Islam di Indonesia di dorong maju untuk berubah menjadi Universitas Islam Negeri

Semoga dengan banyaknya kegiatan kejurnalan dan hadirnya para pembicara internasional mampu menggugah para civitas akademi khususnya para dosen di lingkungan IAIN Surakarta untuk segera meningkatkan kualitas jurnal dan mencapai apa yang telah ditargetkan oleh institut. (Yin/Humas Publikasi)

#BanggaIAINSurakarta