Paradigma Keilmuan IAIN Surakarta: Suatu Proposal

Daftar Kutipan

[1]Secara definisi paradigma adalah a distinct set of concepts or thought patterns, including theories, research methods, postulate, and standards for what constitutes contributions to a field. Lihat J. Paul Sampley, Paul in the Greco-Roman World: A Handbook (New York: Trinity Press International, 2003), h. 228-229.
[2]Lihat Fazlur Rahman, Major Themes of the Qur’an (Minneapolis, Chicago: Bibliotheca Islamica, 1980).
[3]Lihat Sachico Murata, The Tao of Islam, terj. Rahmani Astuti dan M. S. Nasrullah (Bandung: Mizan, 1996).
[4]Ulasan komprehensif tentang tiga hubungan ini baca Mudhofir Abdullah, al-Qur’an dan Konservasi Lingkungan: Argumen Konservasi Lingkungan sebagai Tujuan Tertinggi Syari’ah (Jakarta: Dian Rakyat, 2010), h. 131 dst; 185 dst.
[5]Lihat buku Tu Wei Ming, Centrality and Commonality: an Essay on Confucian Religiousness (Albany: SUNY Press, 1989).
[6]Lihat Imam al-Ghazali, Risalah al-Laduniyyah dalam Qushur al Awwali diedit Musthafa Muhammad Abu al-A’la (Mesir: Maktabah Jundi, 1970), h. 112.
[7]Sebagai perbandingan lihat M. Atho Mudzhar, “In the Making of Islamic Studies in Indonesia (in Search of Qiblah”, Makalah disampaikan dalam Seminar Internasional Islam in Indonesia: Intellectualization and Social Transformation, di Jakarta 23-24 Nopember 2000.
[8]Karakteristik masyarakat modern ditandai antara lain:  industrialisasi, urbanisasi, dan meningkatnya literasi, pendidikan serta kekayaan. Lihat sebagai perbandingan karya Marcel Dunan, Larousse Encyclopedia of Modern History, From 1500 to the Present day (New York: Harper & Row, 1964) juga F. E. Baird & Kaufmann, W.A, Philosophic Classics: From Plato to Derrida(Upper Saddle River, N.J: Pearson/Prentice Hall, 2008).
[9]Marshall G. Hudgson, The Venture of Islam: Conscience and History in a World Civiization (Chicago: University of Chicago Press, 1974). Edisi Indonesia oleh Paramadina terbit tahun 1999.
[10]Pendidikan Islam dan para intelektualnya terus dalam ambiguitas-ambiguitas antara mempertahankan keaslian ajaran dan perubahan-perubahan sosial di era modern yang sama sekali berbeda. Sejak lahirnya jaman modern di abad ke-18, institusi-institusi Islam ditantang oleh institusi-intitusi sekular yang lebih efektif, efisien, terukur, demokratis, dan lebih adil. Dunia Islam pun terus mencari-cari sistem pendidikan yang lebih menatap ke depan sembari tetap mempertahankan prinsip-prinsip ajarannya. Fakta ini dapat dibaca dari tulisan-tulisan para intelektual Muslim mulai Rifaat al-Tahthawi, Al-Afghani, Muhamad Abduh, dan lain-lainnya. Baca suntingan Charles Kurzman, Liberal Islam: A Sourcebook (New York: Oxford University Press, 1998); Juga karya Leonard Binder, Islamic Liberalism (Chicago: University of Chicago Press, 1988).
[11]Adonis, Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab Islam, terj. Khairon Nahdiyyin (Yogyakarta: Penerbit LKiS, 2009), Vol. I.
[12]Lihat buku Ishak Rafick, Roadmap Masa Depan Indonesia: Jalan Pintas Mencegah Revolusi Sosial (Jakarta: Penerbit Change, 2014).
[13]Ishak Rafick, Roadmap Masa Depan Indonesia, h. 1, 17, 23
[14]Lihat karya Rene Guenon yang setelah masuk Islam bernama Abdul Wahid Yahya, Symbol of the Sacred Science, trans. Henry D. Fohr (Sophia Perennis, 2001).