Prof. Mark Woodward: Islam dan Jawa, Kuliah singkat di IAIN Surakarta

IMG_9845 editSINAR – Senin (16/2), ruang Javanese Corner, Perpustakaan Pusat Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta dipadati mahasiswa. Mereka menanti seorang profesor dari Arizona State University (ASU), USA, untuk berdialog ringan tentang Islam dan Jawa.

Adalah Prof. Mark Woodward seorang penulis buku Islam in Java Normative Piety and Mysticism in the Sultanate of Yogyakarta, Defenders of Reason in Islam (1989) dan Java, Indonesia and Islam (2010) yang sengaja menyempatkan diri mampir ke IAIN Surakarta.

Dalam dialog ringannya bersama mahasiswa, dia menceritakan tentang kedatangan pertamanya di Yogyakarta pada tahun 1978. Menurutnya, kini Indonesia berkembang sangat cepat. “Tahun 1978, saat pertama kali saya datang di Indonesia, khususnya Yogyakarta, jumlah motor dan mobil sangat sedikit. Tapi andong dan becak masih ada di mana-mana. Bank, tidak banyak orang yang punya akun Bank. Bank hanya ada 2 saja. Tapi kini, hampir semua orang punya akun bank. Perubahan sosial dan tradisi sudah banyak berubah. Sekarang, sangat mudah saya temui para wanita menggunakan jilbab di kampus dan di mana-mana. Everything always changes,” Mark membandingkan Indonesia dulu dan sekarang.

Saat ditanya mahasiswa, mengapa memilih lokasi Pulau Jawa sebagai tempat penelitiannya tentang Islam dan Jawa, Mark mulai merasa bingung, karena dia tidak mempunyai alasan ilmiah mengapa memilih Jawa. Mark pun mengisahkan pertemuannya dengan seorang suami istri yang berasal dari Indonesia yang sedang studi S3 di USA. Mereka menyarankan Mark datang ke Yogyakarta, Indonesia jika ingin meneliti Islam dan Jawa. “Seperti kebetulan saja saya ke Yogyakarta. Memang karena saran mereka itulah saya akhirnya ke Yogyakarta. Kini saya sudah meneliti Islam dan Jawa selama 30 tahun,” tuturnya dengan bahasa Indonesia yang cukup lancar.

Di sela-sela dialog ringan, Endy Saputro selaku moderator memperkenalkan bahwa kini IAIN Surakarta memiliki Javanese Corner yang terletak di Perpustakaan Pusat. Berbagai literatur tentang kejawen sudah dimiliki. “Kami sudah mendigitalisasikan manuskrip-manuskrip. Jadi, Pak Mark bisa menginformasikan pada teman-teman yang lain jika ingin berkunjung ke Javanese Corner kami,” kata Endy.

Banyak pertanyaan yang ditujukan ke Mark. Salah satu pertanyaan menarik adalah tentang pandangan pesantren/madrasah (Islam) yang ada di Jawa di mata orang Barat. Mark dengan tegas menyatakan bahwa Indonesia, khususnya Jawa memiliki budaya sopan santun dan ramah tamah yang tinggi. “Pesantren, Madrasah yang ada di Indonesia bukanlah pusat pengembangan teroris dan ajaran radikal/kekerasan. Orang Barat yang menganggap pesantren sebagai pusat radikalisme adalah salah besar,” terang Mark dengan sangat tegas.

Saking banyak hal yang membuat Mark tertarik dengan budaya Jawa, dia pun tidak mampu menjawab saat mahasiswa bertanya mengapa menyukai budaya Jawa. (Yin/Humas Publikasi)