QUO VADIS NEGARA KESEJAHTERAAN

munadi editt

Oleh: Dr. Muhammad Munadi, M.Pd
Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum, Perencanaan dan Keuangan

Indonesia menegaskan diri sebagai negara yang mendasarkan pada negara kesejahteraan (welfare state). Hal ini termuat dalam pembukaan UUD 1945 alinea 4 yang menyatakan bahwa: Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yangberkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan berasab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pernyataan tersebut menunjukkan Tujuan negara Indonesia dibentuk untuk:

  1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
  2. Memajukan kesejahteraan umum,mencerdaskan kehidupan bangsa, serta
  3. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
  4. Keadilan sosial

Negara kesejahteraan membutuhkan biaya yang sangat besar karena harus membiayai warganya dari lahir sampai meninggal dunia. Hal ini menjadikan negara harus menerapkan pajak yang sangat tinggi. Hal tersebut memerlukan pertumbuhan ekonomi yang stabil. Jika pertumbuhan ekonomi menurun, berimplikasi pendapatan negara berkurang, sementara beban negara semakin bertambah, maka dapat dikatakan betapa beratnya menjalankan sistem negara kesejahteraan.

Fakta yang ada menunjukkan bahwa Indonesia sebagai sebuah negara mengalami kesulitan luar biasa untuk mengimplementasikan dan merealisasikan negara kesejahteraan. Hal ini terlihat dari  pemerintah mulai kebingungan untuk mendapatkan sumber anggaran pendapatan. Akhirnya saat ini pemerintah menerapkan tax amnesty. Penerapannya  hampir mengalami kegagalan karena tidak sesuai antara yang ditargetkan dengan realisasi. Menyepakati hutang luar negeri, sehingga Indonesia memiliki banyak beban untuk membayarnya. Yang terakhir pemeritah sedang melirik dana zakat, infaq dan shadaqah yang direkut melalui Badan Amil Zakat (BAZ) dan lembaga Amil Zakat (LAZ).

Informasi terkahir ini mengingatkan pada rakyat bangsa ini bahwa inspirasi negara kesejahteran memang berasal dari negara-negara Eropa yang sebenarnya tidak cocok bagi bangsa di kawasan Asia. Negara di Asia menurut Naisbitt dan Aburden tidak cocok menerapkan sistem negara kesejanteraan. Hal itu dikarenakan negara di Asia memiliki modal sosial yang tinggi. Modal sosial berfokus pada community-level aggregates and downplay individual heterogeneity (Glaeser etall., 1999). Putnam (1993) memberikan  gambaran sederhana berikut ini: the people who give blood, give money, and have volunteered their time are people who are more connected.  ….. There is a very strong affinity between social connectedness and altruism. Apa yang digambarkan tersebut sangat biasa terjadi di negara-negara di belahan benua Asia. Namun sayangnya potensi tersebut agak dilupakan oleh founding fathers Indonesia sehingga menghasilkan sistem negara kesejahteraan.

Negara Kesejahteraan Beberapa Pengertian

Definisi  welfare state yang ada di Merriam-Webster’s Learner’s Dictionary menyebutkan bahwa Welfare state: a social system in which a government is responsible for the economic and social welfare of its citizens and has policies to provide free health care, money for people without jobs, etc.. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa negara kesejahteraan adalah  sebuah sistem di mana pemerintah bertanggung jawab untuk kesejahteraan ekonomi dan sosial warganya dan memiliki kebijakan untuk memberikan pelayanan kesehatan gratis, uang untuk orang-orang tanpa pekerjaan, dan hajat hidup setiap warganegara .

Pengertian yang senada diambil dari Ensiclopedia Britannica menyebut:

Welfare  state, concept of government in which the state or a well-established network of social institutions plays a key role in the protection and promotion of the economic and social well-being of citizens. It is based on the principles of equality of opportunity, equitable distribution of wealth, and public responsibility for those unable to avail themselves of the minimal provisions for a good life. The general term may cover a variety of forms of economic and social organization.

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa negara kesejahteraan merupakan konsep pemerintahan di mana negara memainkan peran kunci dalam perlindungan dan promosi kesejahteraan ekonomi dan sosial warga. Ketika negara mengalami beban yang berat seperti yang dinyatakan Haidar Nashir (Republika, 28 Agustus 2016) bahwa menurut laporan World Bank, di Indonesia 1 persen penduduk Indonesia menguasai 55,5 persen kekayaan Indonesia. Ini berarti ada kesenjangan luar biasa. Indonesia perlu mengatasi empat penyebab ketimpangan, yaitu:

  1. Ketimpangan peluang. Nasib anak dari keluarga miskin terpengaruh oleh beberapa hal utama, yaitu tempat mereka lahir atau pendidikan orangtua mereka.  Awal yang tidak adil dapat menentukan kurangnya peluang bagi mereka selanjutnya.  Setidaknya sepertiga ketimpangan diakibatkan faktor-faktor di luar kendali seseorang individu.
  2. Ketimpangan pasar kerja. Pekerja dengan keterampilan tinggi menerima gaji yang lebih besar, dan tenaga kerja lainnya hampir tidak memiliki peluang untuk mengembangkan keterampilan mereka. Mereka terperangkap dalam pekerjaan informal dengan produktivitas rendah dan pemasukan yang kecil.
  3. Konsentrasi kekayaan. Kaum elit memiliki aset keuangan, seperti properti atau saham, yang ikut mendorong ketimpangan saat ini dan di masa depan.
  4. Ketimpangan dalam menghadapi goncangan. Saat terjadi goncangan, masyarakat miskin dan rentan akan lebih terkena dampak, menurunkan kemampuan mereka untuk memperoleh pemasukan dan melakukan investasi kesehatan dan pendidikan. (Worldbank 2015)

Ketimpangan ini perlu dikurangi oleh pemerintah bersama masyarakat, agar tidak menjadi pemicu keresahan dan kerusuhan sosial.

Revitalisasi Modal Sosial

Modal sosial yang sudah di-“mati suri”-kan oleh negara semestinya direvitalisasi. Memang perlu waktu yang lama karena sudah lama “tertidur” dan “ditidurkan” oleh negara kurang lebih 70 tahun. Lebih diperparah lagi ketika reformasi, pemerintah merasa yang paling kuat membayar kebutuhan masyarakat dalam bidang yang paling “primer” seperti pendidikan dan kesehatan. Tetapi masih diuntungkan negara tidak intervensi terhadap modal sosial berbasis keagamaan.  Pendidikan milik umat Islam seperti Pesantren masih dimiliki Umat dan mandiri secara finansial.

Modal sosial berbasis religius dalam bentuk filantrophy di Indonesia sangat besar. Zakat menurut Direktur Pemberdayaan Zakat Kementerian Agama RI, Jaja Jaelani, pada 2015 penghimpunan zakat hanya mencapai Rp2,8 triliun. Angka ini didapat dari 20 lembaga amil zakat, termasuk Baznas, yang mendapat izin Kementerian Keuangan untuk menghimpun zakat umat muslim.

Sedangkan wakaf dalam bentuk tanah potensinya menurut Menteri Keuangan Bambang Soemantri Brodjo Negoro, tercatat mencapai 1.400 kilometer persegi. Bila dinilai dengan harga pasar, diperkirakan mencapai USD60 miliar atau setara Rp798 triliun (Beritagar, 17 Mei 2016). Belum lagi hibah, infaq dan shadaqah memiliki potensi lebih besar lagi dikarenakan aturan tidak sekaku zakat. Kelima instrumen ini mulai  dikelola secara profesional oleh badan amil zakat (BAZ) maupun lembaga amil zakat (LAZ). Kehadiran BAZ/LAZ nasional itu, sekalipun yang dikelola adalah dana, pada hakekatnya mereka adalah mengorganisasikan modal sosial umat Islam (Almisar Hamid, 2007).

Potensi besar ini semestinya tidak usah diintervensi oleh pemerintah tetapi biarkan mereka berkembang dengan pengaturan dan supervisi yang ketat dari organ pemeritah agar kemanfaatannya bisa dirasakan oleh umat Islam secara khusus dan bangsa secara umum.

Wallahu a’lam.

Daftar Pustaka

Almisar Hamid. (2007).  Potensi Modal Sosial Umat Islam Untuk Pembangunan. http://www.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=414
Beritagar. (2016). Menengok kekuatan modal sosial masyarakatBeritagar, 17 Mei 2016. https://beritagar.id/artikel/editorial/menengok-kekuatan-modal-sosial-masyarakat
Ensiclopedia Britannica
Naisbitt, John dan Aburden, Patricia. Megatrends Asia.
Putnam, Robert. (1993). Social Capital: Measurement and Consequences. http://www.oecd.org/innovation/research/1825848.pdf
Merriam-Webster’s Learner’s Dictionary http://www.worldbank.org/in/news/feature/2015/12/08/indonesia-rising-divide
Glaeser, Edward L. Laibson,  David,  Scheinkman, Jose A., and Soutter, Christine L.. (1999). What Is Social Capital? The Determinants Of Trust And Trustworthiness. Working Paper 7216. http://www.nber.org/papers/w7216