PENDIDIKAN AGAMA USIA LANJUT : SOLUSI PASCA BONUS DEMOGRAFI

Oleh: Dr.H. Muhammad Munadi, M.Pd – Wakil Rektor Bidang ADUM-PK

Dua atau tiga tahun yang lalu semua orang memperbincangkan tentang bonus demografi.  Ada optimisme dan adapula sebaliknya, keduanya tergantung pada perspektif yang dipakai. Namun demikian istilah ini menyisakan persoalan, dikarenakan bonus demografi sebenarnya hanya bersifat sementara. Bonus ini hanya berlangsung kurang lebih 15 – 25 tahun, setelah itu akan mengalami penurunan karena mereka akan menjadi tua. Dikatakan demikian karena mendasarkan proyeksi data yang dimiliki Kemenkes (2017:2) diperkirakan tahun 2017 terdapat 23,66 juta jiwa penduduk lansia di Indonesia (9,03%). Diprediksi jumlah penduduk lansia semakin bertambah pada tahun 2020 (27,08 juta), tahun 2025 (33,69 juta), tahun 2030 (40,95 juta) dan tahun 2035 (48,19 juta). Indonesia termasuk negara dengan struktur penduduk menuju tua (ageing population). Peningkatan jumlah ini mendasarkan pada WHO yang membagi lanjut usia menurut tingkatan umur Lansia yaitu: (1) Usia pertengahan (middle age, antara 45-59 tahun), (2) usia lanjut (elderly, antara 60-70 tahun), (3) Usia lanjut (old, antara 75-90 tahun) dan (4) Usia sangat tua (very old, di atas 90 tahun) (Istiana Hermawati, 2015:1). Diantara rentang usia ini yang menjadi rujukan UU Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia dalam membuat definisi lanjut usia (lansia). Pasal 1 ayat 2 memberi batasan lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia enam puluh tahun ke atas. Selanjutnya pada pasal 5 ayat 1 disebutkan bahwa lanjut usia mempunyai hak yang sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. UU ini dioperasionalkan dalam Peraturan Pemerintah No 43 tahun 2004 tentang Pelaksanaan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Lanjut Usia. Pemerintah dalam menindaklanjuti kebijakan tersebut terutama dalam pengembangan perhatian dan kepedulain seluruh komponen masyarakat terhadap usia lanjut, pemerintah menetapkan setiap tanggal 29 Mei diselenggarakan Hari Lanjut Usia Nasional (HLUN) setiap tahun. Kebijakan lain yang lebih operasional dinyatakan dalam UU 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah dinyatakan bahwa rehabilitasi sosial lanjut usia di dalam panti maupun di luar panti dilakukan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Disamping itu dalam menangani usia lanjut di bawah Kementerian Sosial terdapat Direktorat Pelayanan Sosial Lanjut Usia di bawah Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial. Direktorat ini menyelenggarakan panti sosial untuk usia lanjut dengan nama panti sosial tresna werdha. Panti sosial ini untuk mengembangkan layanannya berubah  menjadi balai rehabilitasi sosial lanjut usia. Balai ini dalam melayani usia lanjut  harus mendasarkan standar yang ditetapkan oleh Pemerintah seperti yang tertuang dalam  Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Standar Nasional Rehabilitasi Sosial Lanjut Usia. Selain itu Kementerian Kesehatan juga memiliki program untuk penaganan usia lanjut. Menurut Nina F. Moeloek (Jawa Pos, 2018) hingga 2017, ada 14 rumah sakit rujukan pemerintah yang tersebar di 12 provinsi yang telah memiliki pelayanan geriatric (untuk lansia) dengan tim terpadu. Kemudian, sebanyak 3.645 puskesmas yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan untuk lansia, ditambah 80.353 Posyandu Lansia (Posbindu). Kementerian PUPR menyelenggarakan Program  Rumah Susun Sewa Sasana Tresna Werdha (STW) (suara.com, 21 Februari 2018). Pemerintah daerah juga melaksanakan program yang sama dengan merealisasikan Program Kota Ramah Usia Lanjut. Penanganan usia lanjut tidak hanya dilaksanakan oleh pemerintah pusat maupun daerah saja, tetapi dilaksanakan juga oleh masyarakat melalui pendirian panti jompo atau panti wredha.  Selain itu ada juga masyarakat yang peduli usia lanjut dengan Program Rukun Senior Living  yang sudah diperkenalkan melalui website dengan alamat berikut: https://rukunseniorliving.com/. Program ini menurut website-nya  menawarkan ragam sarana dalam satu kawasan hunian senior terpadu, dengan pelayanan yang berkesinambungan (Continuing Care Retirement Community). Dengan demikian warga dan keluarganya dapat senantiasa menyesuaikan pelayanan yang diterima berdasarkan perubahan gaya hidup warga. Kesemua program di atas kalau dicermati sebenarnya masih terbatas pemenuhan kebutuhan jasmani. Ruang kosong in menjadikan ada masyarakat atau kelompok yang menyelenggarakan pemenuhan semua kebutuhan usia lanjut melalui pesantren. Diantaranya Pesantren lansia yang berada di Pondok Pesantren Darul Ulum, Rejoso, Peterongan, Jombang (Newsdetik, 15 Mei 2019). Pesantren ini hanya diselenggarakan setiap Ramadlan. Pesantren usia lanjut yang dilaksanakan tiap hari berada di Pesantren Kasepuhan Raden Rahmat  di Dusun Gedong, Banyubiru, Kabupaten Semarang (Newsdetik, 16 Mei 2019). Perguruan tinggipun peduli terhadap kajian usia lanjut dengan mendirikan pusat studi, seperti: Pusat Studi Penuaan (CAS : Center for Ageing Studies UI), Pusat Studi Insan Usia Lanjut UNY, Pusat Pemberdayaan Perempuan Anak dan Lanjut Usia Universitas Andalas, Unit Kajian Lanjut Usia (Lansia) STKS Bandung, dan perguruan tinggi lain.

Al Qurán Bicara Manusia Usia Lanjut

Ayat Al Qurán yang membahas lanjut usia sangat banyak. Istilah lanjut usia di dalam Al-Qur‟an menggunakan terma Asy-Syaikh, Al-Kibar, Al Ajuz, dan Ardzal Al-Umur (Jejen Zainal Mutaqin, 2017:9).  

Jejen Zainal Mutaqin (2017:9) mengidentifikasi terma Asy-Syaikh, Al-Kibar, Al Ajuz, dan Ardzal Al-Umur  seperti dalam paparan berikut. Kata al-kibar dijumpai dalam surah Al-Baqarah [2]: 266, Ali Imran [3]: 40, Ibrahim [14]: 39, Al-Hijr [15]: 54, al-Isra‟[17]: 23, Maryam [19]: 8. Pada ayat-ayat ini al-kibar dan derivasinya mengandung arti orang usia lanjut, yakni pemilik kebun yang berusia lanjut (Al-Baqarah [2]: 266), cara Allah memberi kabar terhadap Nabi Ibrahim yang berusia lanjut (al-Hijr [15]: 54), dan adab kepada salah satu atau kedua orang tua yang sudah berusia lanjut (al-Isra‟ [17]: 23). Sedangkan kata Asy-Syaikh, Al-Qur‟an menggunakan kata ini pada surah Hud [11]: 72, Yusuf [12]: 78, al-Qasas [28]: 23, dan Gafir [40]: 67 (yang terakhir dalam bentuk jamak). Kata Asy-Syaikh dalam ayat-ayat diatas ada yang merujuk pada Nabi Ibrahim. (Hud [11]: 72), Nabi Ayub. (Yusuf [12]: 78), dan juga Nabi Musa (al-Qasas [28]: 23). Ketiga Nabi ini ketika itu sudah berusia lanjut.

Adapun kata al ajuz digunakan Al-Qur’an dalam surah Hud [11]: 72, Asy-Syu’ara’ [26]: 171, As-Saffat [37]: 135, dan Az-Zariyat [51]: 29. Kata ini bermakna perempuan yang usianya telah lanjut (al-mar‟ah al-kabirah), tetapi tidak lazim digunakan kata Al-Ajuzah (dengan ta‟marbutah).25Kata ini merujuk kepada Siti Sarah, istri Nabi Ibrahim (Hud [11]: 72), istri Nabi Lut (Asy-Syu‟ara [26]: 171 dan As-Saffat [37]: 135), dan merujuk pada istri Nabi Ibrahim yang sudah tua dan mandul (Az-Zariyat [51]: 29).

Sementara itu, term Arzal Al-Umur (atau tala‟al-umur) digunakan Al-Qur‟an dalam surah an-Nahl [16]: 70 (usia yang tua renta) dan al-Hajj [22]: 5 (usia yang sangat tua/pikun), serta al-Ambiya‟ [21]: 44 (usia yang Panjang sebagai nikmat di dunia) dan al-Qasas [28]: 45 (umur panjang) Ada juga ayat yang mengindikasikan fase awal usia lanjut yaitu perempuan yang telah terhenti dari haid (menstruasi) sebagaimana yang di jelaskan dalam surah an-Nur [24]: 60. Secara garis besar, dapat dipaparkan berikut ini:

Surat Yasin ayat 68:

وَمَنْ نُعَمِّرْهُ نُنَكِّسْهُ فِي الْخَلْقِ ۖ أَفَلَا يَعْقِلُونَ

Dan barangsiapa yang Kami panjangkan umurnya niscaya Kami kembalikan dia kepada kejadian(nya). Maka apakah mereka tidak memikirkan?

Surat An Nahl ayat 70 menyatakan:

وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ ثُمَّ يَتَوَفَّاكُمْ ۚ وَمِنْكُمْ مَنْ يُرَدُّ إِلَىٰ أَرْذَلِ الْعُمُرِ لِكَيْ لَا يَعْلَمَ بَعْدَ عِلْمٍ شَيْئًا ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ قَدِيرٌ

Allah menciptakan kamu, kemudian mewafatkan kamu; dan di antara kamu ada yang dikembalikan kepada umur yang paling lemah (pikun), supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang pernah diketahuinya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.

Allâh berfirman dalam Surat Al Mu’min : 67:

هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ يُخْرِجُكُمْ طِفْلًا ثُمَّ لِتَبْلُغُوا أَشُدَّكُمْ ثُمَّ لِتَكُونُوا شُيُوخًا ۚ وَمِنْكُمْ مَنْ يُتَوَفَّىٰ مِنْ قَبْلُ ۖ وَلِتَبْلُغُوا أَجَلًا مُسَمًّى وَلَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ

Dialah yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup) sampai tua. Di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (Kami perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahami(nya).

Allah berfirman dalam Surat Al Isra’:23-24:

وقضى ربك ألا تعبدوا إلا إياه وبالوالدين إحسانا إما يبلغن عندك الكبر أحدهما أو كلاهما فلا تقل لهما أف ولا تنهرهما وقل لهما قولا كريما ، واخفض لهما جناح الذل من الرحمة وقل رب ارحمهما كما ربياني صغيرا

“… dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain kepadaNya dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu. Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh  cinta  dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidikku waktu kecil”.

Dalam ayat lain Allah menyebut istilah lain. Allah berfirman dalam Surat Al Hajj:5:

وَمِنكُم مَّن يُرَدُّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ لِكَيْلَا يَعْلَمَ مِن بَعْدِ عِلْمٍ شَيْئاً

Dan (ada pula) di antara kamu yang dikembalikan sampai usia sangat tua, sehingga dia tidak mengetahui lagi sesuatu yang telah diketahuinya.” 

Layanan Agama dan Spiritualitas Untuk Usia Lanjut

Masa usia lanjut dimulai sekitar usia 60, ketika seseorang mulai meninggalkan masa-masa aktif di masyarakat dan bersiap untuk hidup lebih menyendiri.  Bahkan di usia ini terkadang muncul semacam pemikiran bahwa mereka barada pada sisa-sisa umur menunggu kematian Hal ini dikarenakan usia ini memiliki kondisi jasmani rata-rata sudah menurun sehingga dalam kondisi ini berbagai penyakit mulai menggorogotinya. Masa ini menurut Erikson masa yang sama pentingnya dengan fase-fase sebelumnya.  Bahkan, masa ini mungkin masa yang paling penting karena ini adalah masa terakhir di mana seseorang harus bersiap untuk meninggalkan dunia ini. Carlo Bryan C. Borrico and Esperanza Anita Arias. (2018). Hasilnya mengungkapkan bahwa sebagian besar peserta memiliki kontrol positif terhadap penuaan dan berpikir bahwa penuaan memiliki dampak positif bagi kehidupan mereka. Mereka kurang memiliki emosi negatif terhadap penuaan dan kebanyakan dari mereka menerima bahwa mereka semakin tua. Selain itu, ditemukan bahwa di antara faktor-faktor sosial ekonomi yang diidentifikasi, hanya gender dan pengaturan hidup yang memiliki variasi pada persepsi penuaan. Ada korelasi positif antara kesadaran warga senior tentang hak-hak mereka, manfaat dan hak istimewa dan keyakinan mereka bahwa penuaan memiliki dampak positif pada kehidupan mereka. Selain itu, ada hubungan terbalik antara usia dan Kontrol-Negatif yang menunjukkan bahwa seiring bertambahnya usia, mereka lebih cenderung merasa bahwa mereka memiliki kontrol positif terhadap penuaan.

Carsten Wrosch (2019) menyebut  Usia tua sering ditandai sebagai periode kehilangan dan penurunan. Periode ini memerlukan layanan pendampingan yang tidak hanya bersifat jasmani tetapi juga agama dan spiritualitas. Layanan ini sangat penting karena kebutuhan mereka sangat dominan di dimensi ini. Agama dan spiritualitas adalah konsep yang mirip tetapi tidak identik. Agama sering dipandang more institutionally based, more structured, and involving more traditional activities, rituals and practices (Daniel B. Kaplan and Barbara J. Berkman, 2019). Agama lebih berbasis kelembagaan, lebih terstruktur, dan melibatkan lebih banyak kegiatan, ritual dan praktik tradisional. Spiritualitas tidak terkait dengan kelompok atau organisasi tertentu. Spiritualitas menurut Daniel B. Kaplan and Barbara J. Berkman (2019) merujuk It can refer to feelings, thoughts, experiences, and behaviors related to the soul or to a search for the sacred. Spiritualitas merujuk pada perasaan, pikiran, pengalaman, dan perilaku yang berhubungan dengan jiwa atau untuk pencarian yang suci.

Bekaitan dengan Agama dan Spiritualitas Usia Lanjut ada penelitian yang menarik dalam konteks lingkungan beragama Islam. Penelitian tersebut dilakukan oleh Iqra Rehman, and Anwaar Mohyuddin (2015:301) menunjukkan bahwa hiburan utama bagi usia lanjut adalah waktu yang dihabiskan bersama anak-anak dan cucu-cucu mereka, taman dan masjid sebagai tempat sosialisasi serta agama yang memainkan peran penting dalam kehidupan warga lanjut usia. Penelitian ini bisa menjadi rujukan dalam menyusun program Pendidikan Agama Untuk Usia Lanjut (PAUL).

Istilah Pendidikan Agama Untuk Usia Lanjut (PAUL) diperkenalkan Sekretaris Dirjen Pendidikan Islam ketika acara di Perguruan Tinggi ini ketika menjadi narasumber bagi para CPNS 2018. Konsep ini bisa segera ditindaklanjuti oleh Perguruan Tinggi Keagamaan Islam sebagai sebuah kajian atau program studi. Pijakannya seperti hasil penelitian Iqra Rehman, and Anwaar Mohyuddin bahwa Masjid (tempat ibadah) sebagai pusat pendidikannya dengan didukung dengan taman yang indah dan menyejukkan dengan terintegrasi dengan keluarga kecil atau keluarga besarnya. Konsepnya terintegrasi dengan keluarga. Muatan pendidikannya mendasarkan pada tugas perkembangan usia lanjut. Tugas Perkembangannya sebagai berikut:

  1. Adjusting to decreasing physical health and strength.
  2. Adjusting to retirement and reduced income.
  3. Nurturing one another as husband and wife.
  4. Caring for elderly relatives.
  5. Maintaining contact with children and grandchildren.
  6. Meeting social and civic responsibilities.
  7. Establishing satisfactory housing arrangements.
  8. Affiliating with one’s age group.
  9. Adjusting to death of spouse.
  10. Finding meaning in life in the face of death (David. C. Tansil, tth).

Kesepuluh tugas perkembangan tersebut meliputi : menyesuaikan diri dengan penurunan kesehatan dan kekuatan fisik, menyesuaikan pensiun dan mengurangi pendapatan, memelihara satu sama lain sebagai suami dan istri, merawat sanak saudara lanjut usia,  menjaga kontak dengan anak dan cucu, memenuhi tanggung jawab sosial dan kewarganegaraan, menetapkan pengaturan perumahan yang memuaskan, berafiliasi dengan kelompok umur seseorang, menyesuaikan dengan kematian pasangan, serta menemukan makna hidup dalam menghadapi kematian. Kalau dibuat tabel berkaitan dengan Pendidikan dan kerjasamanya sebagai berikut:

Tabel 1. Tugas Perkembangan dan Kebutuhan Usia Lanjut

NoTugas PerkembanganMateriKerjasama
1Menyesuaikan diri dengan penurunan kesehatan dan kekuatan fisikKesehatan Rumah Sakit atau Puskesmas
2Menyesuaikan pensiun dan mengurangi pendapatanKeuanganAhli keuangan keluarga
3Memelihara satu sama lain sebagai suami dan istriSosial dan PsikologiPsikolog dan Sosiolog
4Merawat sanak saudara lanjut usiaSosial dan PsikologiPsikolog dan Sosiolog
5Menjaga kontak dengan anak dan cucuSosialPsikolog, Sosiolog, dan Ahli parenting
6Memenuhi tanggung jawab sosial dan kewarganegaraanSosial KemasyarakatanPsikolog, Sosiolog, dan Lembaga Pendidikan
7Menetapkan pengaturan perumahan yang memuaskanSosial dan PsikologiPsikolog dan Sosiolog
8Berafiliasi dengan kelompok umur seseorangSosial KemasyarakatanOrganisasi Sosial atau Organisasi sejenis
9Menyesuaikan dengan kematian pasanganAgama dan SpiritualitasTempat Ibadah
10Menemukan makna hidup dalam menghadapi kematianAgama dan SpiritualitasTempat Ibadah

Kesepuluh tugas perkembangan tersebut harus terlayani pada para usia lanjut secara integrative antara keluarga yang memiliki usia lanjut, lembaga (kesehatan, tempat ibadah, jasa psikologi, pemerintah (penyediaan taman), dan lainnya), serta organisasi sosial. Masalah keagamaan dan spiritual perlu ada keseriusan dalam menangani usia lanjut karena diantaranya menghadapi kematian pasangan serta penyiapan menghadapi kematian. Maka program yang bisa ditawarkan adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Asumsi Materi Yang Diperlukan Usia Lanjut

Asumsi di atas, perlu dikaji lebih mendalam oleh Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) melalui penelitian sekaligus pengabdian kepada masyarakat, sehingga bisa membantu problem ke depan pasca adanya bonus demografi. Tanpa keterlibatan PTKI menjadikan kesejahteraan para usia lanjut belum terpikirkan secara mendalam dan ilmiah. Minimal PTKI bisa memberi policy brief berkaitan dengan penanganan usia lanjut yang semakin tahun akan semakin bertambah.  Semoga..

Referensi

Iqra Rehman, and Anwaar Mohyuddin. (2015). Social Issues Of Senior Citizens. The Explorer Islamabad: Journal of Social Sciences. Vol-1, Issue (8):301-306. https://www.researchgate.net/publication/281371666_SOCIAL_ISSUES_OF_SENIOR_CITIZENS

Carlo Bryan C. Borrico and Esperanza Anita Arias. (2018). Association of Perception of Aging of Senior Citizen to Level of Awareness. Journal of Aging Science. Volume 6  Issue 1. https://www.longdom.org/open-access/association-of-perception-of-aging-of-senior-citizen-to-level-ofawareness-2329-8847-1000186.pdf

Carsten Wrosch. (2019). Developmental TasksAdulthood And Old Age. https://medicine.jrank.org/pages/457/Developmental-Tasks-Adulthood-old-age.html.

Daniel B. Kaplan and Barbara J. Berkman. (2019). Religion and Spirituality in Older Adults. https://www.msdmanuals.com/professional/geriatrics/social-issues-in-older-adults/religion-and-spirituality-in-older-adults

David. C. Tansil. (tth). The Developmental Tasks & Needs of Older Adults. www.dcstancil.com/yahoo…/Developmental_Tasks_of_Older_Adults.9675703.pdf

Istiana Hermawati. (2015). Kajian Tentang Kota Ramah Lanjut Usia. Makalah Disampaikan dalam Seminar dan Lokakarya Tentang Kota Ramah Lansia di LPPM UNY, Kamis, 23 April 2015. Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial (B2P3KS) Yogyakarta. https://eprints.uny.ac.id/20570/1/MAKALAH%20KOTA%20RAMAH%20LANJUT%20USIA.UNY.ISTIANA.pdf

Kemenkes. (2017). Analisis Lansia di Indonesia. www.depkes.go.id/download.php?file…/Analisis%20Lansia%20Indonesia%202017.pdf

Jawa Pos. (2018). Hari Lanjut Usia Nasional Jumlah Lansia di Indonesia Mencapai 22,4 Juta Jiwa Jadi Tantangan Program JKN. Jawa Pos 11 Mei 2018. https://www.jawapos.com/kesehatan/11/05/2018/jumlah-lansia-di-indonesia-mencapai-224-juta-jiwa/

Jejen Zainal Mutaqin. (2017). Lansia Dalam Al-Qur’an Kajian Term (Tafsir Asy-Syaikh, Al-Kibar, Al-Ajuz, Ardzal Al-Umur). Skripsi. Jurusan Ilmu Al-Qur‟an dan Hadist. Fakultas Ushuluddin Dan Humaniora Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang 2017.http://eprints.walisongo.ac.id/7886/1/104211068.pdf

Newsdetik. (2019). Pesantren Lansia di Jombang, Wadah Para Paruh Baya Beribadah Saat Ramadhan. 15 Mei 2019. https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-4549695/pesantren-lansia-di-jombang-wadah-para-paruh-baya-beribadah-saat-ramadhan

Newsdetik. (2019). Pesantren Kasepuhan Raden Rahmat, Tempat Para Lansia Nyantri di Semarang. 16 Mei 2019.  https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-4551321/pesantren-kasepuhan-raden-rahmat-tempat-para-lansia-nyantri-di-semarang

Suara.com. (2018). Mengintip Rumah Susun Senilai Rp15 Miliar Khusus Lansia. Suara, 21 Februari 2018. https://www.suara.com/bisnis/2018/02/21/184251/mengintip-rumah-susun-senilai-rp15-miliar-khusus-lansia

QURBAN, POTENSI EKONOMI DAN PEMERATAAN KESEJAHTERAAN

Oleh: Dr.H.Muhammad Munadi, M.Pd – Wakil Rektor II Bidang ADUM-PK IAIN Surakarta

Kesenjangan antara kaya dan miskin sangat diperhatikan untuk dikurangi dalam konsep Islam. Kesenjangan ini terjadi di semua belahan dunia, termasuk Indonesia. Menurut catatan Bank Dunia (Firdaus Baderi, 2018) pertumbuhan ekonomi dalam satu dekade terakhir hanya menguntungkan 20% orang paling kaya di Indonesia. Itu berarti masih ada sebagian besar orang Indonesia tidak menikmati hasil pertumbuhan ekonomi yang sering dijadikan indikator keberhasilan pemerintah. Laporan tahunan “Global Wealth Report 2016” dari Credit Suisse menyebutkan ketidakmerataan ekonomi Indonesia mencapai 49,3 persen. Itu artinya hampir setengah aset negara dikuasai satu persen kelompok terkaya nasional.  Bahkan disebut dalam laporan ini, Indonesia disebut sebagai negara dengan kesenjangan ekonomi keempat tertinggi dunia (Indopres, 2016).  Secara global menurut laporan Oxfam (Republika, 2019) bahwa kekayaan miliarder meningkat sebesar 12 persen dibanding dengan tahun lalu atau 2,5 miliar dolar AS per hari. Sedangkan, 3,8 miliar orang yang tergolong dalam kategori miskin mengalami penurunan kekayaan hingga 11 persen.  Kondisi seperti ini tidak bisa diterus-teruskan apalagi terjadi di Indonesia karena melanggar salah satu sila dari Pancasila, yaitu: Keadilan Sosial. Sila ini yang menjadikan  dan  membuat sila pertama, kedua, ketiga dan keempat dari Pancasila bisa berjalan (Anis Rasyid Baswedan, 2019). Keadilan ini tidak hanya disuarakan manusia tetapi juga disuarakan Tuhan dalam Kitab Suci yang diturunkan kepada para Nabi-Nya.   Begitu pula Islam diantaranya mendoktrinkan keadilan pendapatan yang sangat kuat terutama dalam Al Qurán.  Hal tersebut termaktud dalam Surat Al Hasyr ayat 7:

مَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ وَمَا ءَاتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Apa saja harta rampasan (fay’) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan; supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya di antara kalian saja. Apa saja yang Rasul berikan kepada kalian, terimalah. Apa saja yang Dia larang atas kalian, tinggalkanlah. Bertakwalah kalian kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. (QS al-Hasyr [59] 7).

Titik tekan dari ayat di atas pada pernyataan كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ yang bermakna bahwa ……. supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya di antara kalian saja. Spirit ayat ini terlihat sekali ajaran Sosialisme Islam. Ayat tersebut menunjukkan kepada ummat Islam bahwa harta harus didistribusikan dan tersitribusikan secara merata pada semua lapisan masyarakat.

Bentuknya bisa saja seperti yang dinyatakan Allah dalam  Surat An Nahl ayat 71 berikut :

وَاللَّهُ فَضَّلَ بَعْضَكُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ فِي الرِّزْقِ ۚ فَمَا الَّذِينَ فُضِّلُوا بِرَادِّي رِزْقِهِمْ عَلَىٰ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَهُمْ فِيهِ سَوَاءٌ ۚ أَفَبِنِعْمَةِ اللَّهِ يَجْحَدُونَ

Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezeki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezekinya itu) tidak mau memberikan rezeki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezeki itu. Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah?

Semangat dari 2 ayat ini bahwa kekayaan tidak boleh hanya berputar pada orang-orang kaya saja, sehingga ada kewajiban untuk shadaqah wajib maupun sunnah serta termasuk kewajiban berkurban. Walaupun kewajiban kurban bukan merupakan salah satu dari Rukun Islam, akan tetapi Umat Islam lebih semarak dalam merayakan Kurban dibandingkan kewajiban ber-zakat. Hal ini dikarenakan Ibadah Kurban menurut (M. Quraish Shihab, 2008: 38- 40) merupakan ibadah yang sempurna sepanjang hayat manusia, serta ajaran tertua sepanjang sejarah kehidupan manusia yang terus berlangsung hingga saat ini. Perintah berkurban diungkap dalam al-Qur’an tercantum surat Al-Kautsar, 108: 2; surat Al-Hajj, 22: 34-35 dan ayat 36; serta surat Ash-Shaffat, 37: 102-107. Ayat-ayat tersebut menunjukkan bahwa Ajaran kurban memiliki dua sisi yang tidak bisa dipisahkan – sisi transendental dan sisi social atau dengan bahasa lain kurban adalah ibadah dua arah, yakni ibadah hablu minallah sekaligus hablu minannas. Ada sisi transendental dalam hubungan manusia dengan penciptanya (hablu minallah), juga bisa sisi sosial dalam kaitan manusia dalam hubungannya dengan sesame (hablu minannas).

Fenomena berkurban menurut Amelia Fauzia (Republika, 2016) kadang tidak terkait langsung dengan tingkat kesejahteraan, jadi ini fenomena akan terus meningkat, bahkan di saat ekonomi yang tidak baik seperti krisis ekonomi,” Beberapa pernyataan di atas menjadi wajar jika respon Umat Islam sangat besar dalam melaksanakan ajaran kurban, sehingga dari tahun ke tahun kebutuhan hewan kurban selalu naik dengan rata-rata kenaikan 5% secara nasional. Meskipun demikian menurut catatan Kompas (2018) Hari Raya Idul Adha pada tahun 2018 memerlukan kurang lebih 1.504.588 ekor binatang ternak. Adapun rincian kebutuhan hewan kurban tersebut adalah sapi sebanyak 462.399 ekor, kerbau sejumlah 10.344 ekor, kambing 793.052 ekor, dan domba sebanyak 238.853 ekor. Besarnya jumlah binatang ternak yang dijadikan kurban ini, kalau dirupiahkan sangat besar secara ekonomi. Gambarannya seperti dalam tabel berikut:

Tabel 1. Potensi Ekonomi Kurban

(Sumber modifikasi dari Kompas, 2018)

Besarnya rupiah yang dikeluarkan umat Islam ini (Rp. 8 Trilyun-an) sebenarnya bisa menjadi alat ukur potensi zakat mal (harta benda) Umat Islam kurang lebih sama dengan besaran rupiah yang dikeluarkan untuk kegiatan ibadah kurban. Kalau besaran rupiah ini dikelola oleh umat Islam dari hulu sampai hilir, maka bisa meningkatkan ekonomi Umat Islam. Hulu yang dimaksud adalah penyedia hewan kurban oleh peternak (diharapakan sesama muslim). Peluang ini akan, sedang, dan sudah mulai digarap oleh peternak secara mandiri maupun yang diinisiasi oleh beberapa lembaga zakat. Lembaga-lembaga zakat inilah yang mengembangkan satu rantai lingkaran distribusi hewan kurban (menggarap pemberdayaan peternak muslim, penerima dana kurban dari para shohibulqurban, dana kurban dibelanjakan oleh Lembaga zakat dengan membeli hewan kurban dari peternak yang diberdayakan, serta distribusi hewan kurban). Namun persoalannya umat Islam dalam kegiatan kurban berada pada posisi ekonomi yang mana? Ini perlu jawaban dari penelitian yang serius. Posisi umat Islam yang selama ini hanya sebagai pembeli hewan kurban, sudah mulai coba diurai oleh beberapa Lembaga seperti Dompet Dhuafa memiliki program Tebar Hewan Kurban (THK) maupun Aksi Cepat Tanggap (ACT) memiliki program Global Qurban. Dua Lembaga ini berupaya bagaimana kurban berdampak pada dari, oleh dan untuk ummat Islam, sehingga kurban bisa berdampak secara ekonomi pada peternak muslim  dan termasuk para pemilik alat transportasi untuk pengiriman hewan ternak kurban ke lokasi para shohibul qurban maupun daerah distribusinya. Pada Dompet Dhuafa melalui Program Tebar Hewan Kurban mengupayakan pengembangannya dalam 5 aspek, yaitu: Distribusi Ke Wilayah Membutuhkan (Wilayah Miskin, Tertinggal, dan Pedalaman. Belum Pernah Menikmati Daging Hewan Kurban. Wilayah Bencana / Rentan Konflik, bahkan luar negeri, seperti : Filipina, Kamboja dan Palestina), Hewan Kurban Berkualitas (Hewan kurban sudah layak untuk dikurbankan menurut syariat Islam, dan melalui proses Quality Control yang amanah), Laporan Kurban Transparan (Pekurban akan mendapatkan laporan kurban secara lengkap, dan akan selalu diberikan update ketika pemotongan), Ketahanan Pangan (Kurban di distribusikan ke Berbagai Wilayah yang Belum Pernah Menikmati Daging Hewan Kurban), Berdayakan Peternak (Kurban bisa Berdayakan Peternak Lokal binaan Dompet Dhuafa untuk Mandiri dan Membentang Kebaikan). Program ini sudah berlangsung sejak tahun 1994. Global Qurban dimulai tahun 2005 di bawah Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT). Mulai menjadi unit khusus yang profesional, Global Qurban mulai dilaksanakan pada tahun 2011. Pada tahun 2017, ACT memperluas jangkauan Global Qurban hingga ke 34 propinsi dan 42 negara, seperti negara Palestina, Suriah, Yordania, Mesir, Somalia, Afrika Tengah, Kamerun, Uganda, Sri Lanka, Bangladesh, Myanmar, Filipina, Laos, Vietnam, Thailand, Kamboja, Timor Leste, Bosnia, dan yang lainnya. Dalam Program Qurban memiliki inovasi yang sangat kuat diantaranya “Qurban Progresif” (calon pekurban untuk bertransaksi dengan harga terjangkau, sedini mungkin), “Qurban Intensif” (calon pekurban dapat membayar kurban mereka selama lima hingga sepuluh tahun ke depan dengan sekali transaksi saja. Nama yang dicantumkan untuk kurban setiap tahunnya pun bisa berbeda), “Tabungan Qurban” (calon pekurban bisa memutuskan sendiri jumlah tabungan kurban per bulan, waktu pelunasan, dan cara pembayaran), “Qurban Reguler” (calon pekurban dapat bertransaksi melalui berbagai kanal mitra Global Qurban, seperti korporat retail, komunitas, masjid, perusahaan, bank, sekolah, dan mitra lainnya), “Sedekah Qurban” (pekurban bisa menamai orang lain yang bukan keluarga sebagai pekurban), “Wakaf Ternak” (calon wakif berwakaf ternak, maka indukan ternak yang diwakafkan dan menjadi pokok wakaf. Indukan ternak akan dikembangbiakkan di Lumbung Ternak Masyarakat (LTM) binaan Aksi Cepat Tanggap, dan anaknya kelak bisa dikurbankan untuk semua orang, termasuk disedekahkan pada mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan) (Global Qurban, 2018). Inisiasi dua Lembaga ini menunjukkan bahwa perlu ada upaya sistemik dalam pemberdayaan hulu sampai hilir dalam pengelolaan kurban untuk meningkatkan nilai ekonominya bagi seluruh ummat Islam. Sebenarnya masih banyak Lembaga (baik Lembaga Amil Zakat, Badan Amil Zakat maupun Lembaga lain) yang melakukan inovasi dalam distribusi kurban, namun hal ini akan dibahas dalam kesempatan yang lain.

Masalah Qurban : Beberapa Pemetaan

Selain masalah yang dipaparkan di atas, ada juga masalah yang sebenarnya sudah  lama terjadi dalam kegiatan Kurban. Masalah yang sering muncul adalah adanya gejala overstock daging kurban di beberapa tempat (masjid) sementara yang lainnya sangat sedikit stock daging kurban pada masjid yang lainnya. Disamping itu belum adanya Peta Data Shahibul Qurban dan Peta Distribusi Penerima Kurban serta peta Lembaga Yang Menangani Distribusi Kurban. Keempat masalah ini belum ada yang membuat data base secara terpadu. Disinilah diperlukan peran PTKI (Perguruan Tinggi Keagamaan Islam) dengan dana penelitian dan pengabdian kepada masyarakat untuk memecahkan persoalan ini.    

Dengan demikian dimungkinkan dengan adanya Idul Qurban semestinya ekonomi akan terangkat dengan pengembangan dimensi dari, oleh untuk dan bersama Ummat. Semoga

 
Referensi

Firdaus Baderi. (2018). Kesenjangan Ekonomi Indonesia. Harian Ekonomi Neraca 31 Oktober 2018. http://www.neraca.co.id/article/108315/kesenjangan-ekonomi-ri
Global Qurban. (2018). Indonesia Berqurban; Bangsa & Dunia Menikmatinya. https://www.globalqurban.com/id/news/articles/5/indonesia-berqurban-bangsa-and-dunia-menikmatinya
Indopres. (2016). Kesenjangan Ekonomi di Indonesia No 4 Tertinggi Dunia. https://www.indopress.id/article/ekonomi/kesenjangan-ekonomi-di-indonesia-no-4-tertinggi-dunia
Kompas. (2018). Kebutuhan Hewan Kurban Tembus 1,5 Juta Ekor. Kompas.com – 03/08/2018, https://ekonomi.kompas.com/read/2018/08/03/192800826/kebutuhan-hewan-kurban-tembus-1-5-juta-ekor. 
Shihab, M. Quraish. (2008). Tafsir Al Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al Quran. Jakarta: Lentera Hati.
Republika. (2019). Kesenjangan Orang Kaya dan Miskin Dunia Semakin Melebar. Republika, 23 Januari 2019. https://republika.co.id/berita/ekonomi/keuangan/19/01/23/pls5z9349-kesenjangan-orang-kaya-dan-miskin-dunia-semakin-melebar
Republika. (2016). Fenomena Kurban tak Terkait Tingkat Kesejahteraan. Republika, 06 September 2016, https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/16/09/06/od2kkg313-fenomena-kurban-tak-terkait-tingkat-kesejahteraan
https://www.globalqurban.com/id
https://www.globalqurban.com/id/news/articles/5/indonesia-berqurban-bangsa-and-dunia-menikmatinya

RAMADHAN : ANTARA NORMATIVE, DAN LIVED UNTUK AGENDA PENELITIAN

Oleh: Dr. H. Muhammad Munadi, M.Pd – Wakil Rektor II Bagian ADUM-PK

Walaupun puasa Ramadhan sudah berlalu, akan tetapi ada beberapa catatan penting yang bisa diagendakan untuk pengembangan pada tahun-tahun berikutnya. Hal ini disebabkan Ramadhan merupakan bulan yang paling unik karena ada kegiatan berpuasa selama sebulan penuh. Ini berbeda dengan bulan yang lainnya karena hampir semua umat Islam mempersiapkan secara serius baik dalam tuntutan ritual, sosiologis maupun kultural. Namun ibadah puasa walaupun dilaksanakan selama sebulan akan tetapi penyiapannya tidak seserius ibadah haji. Haji meskipun hanya dilaksanakan ibadahnya kurang lebih 8 hari efektif, akan tetapi penyiapannya sangat luar biasa – dari kesehatan termasuk teknis ibadahnya melalui kegiatan manasik haji. Bahkan dilaksanakan minimal 10 kali manasik. Belum lagi banyak para calon jamaáh haji mengambil beberapa tempat belajar manasik – ada yang melalui IPHI, KBIH maupun yang lainnya. Jadi ibadahnya semakin mantap secara kualitas setelah ikut manasik.

Kalau Ramadhan dipersiapkan secara serius maka setidaknya akan ada variasi keragaman jenis-jenis kegiatan keagamaan sebelum, saat dan setelah Ramadhan. Berbicara tentang Ramadhan dan dinamikanya di Jawa pernah dilakukan penelitian oleh André Möller yang sudah dibukukan dengan judul: “Ramadan In Java The Joy And Jihad Of Ritual Fasting”. Puasa Ramadhan menurutnya merupakan sebuah kegembiraan sekaligus jihad, digambarkan sangat menarik karena meneliti sebelum Ramadhan yaitu saat bulan Ruwah (Sya’ban) sampai dengan bulan Syawal. Pernak-perniknya sangat banyak dan gambarannya cukup bagus dalam mendiskripsikan ritual apa saja yang ada dan hidup selama menjelang, saat dan setelah bulan Ramadhan.

Penelitian ini memang perlu didalami oleh para cendekiawan muslim sesuai saran peneliti yaitu meneliti tidak hanya di Jawa saja dan pedesaaan tetapi juga ada keseimbangan penelitian di less Islamic, less orthodox, orthodoxy dan  a ‘strict religiosity. Penelitiannya bersifat sosiologis dan antroplogis.  Yang agak luput dari deskripsi penelitian André Möller berkaitan dengan perilaku zakat di saat menjelang berakhirnya puasa Ramadhan. Namun dari kesemua paparan André Möller yang menarik adalah penelitiannya melihat secara mendalam Ramadalan dalam cara pandang normatif, tertulis, dan hidup di masyarakat Jawa terutama di Blora dan Yogyakarta.

Penelitian yang lebih spesifik di tingkatan keluarga dilakukan Zahra Alghafli, Trevan G. Hatch, Andrew H. Rose, Mona M. Abo-Zena, Loren D. Marks dan David C. Dollahite (2019: 7-9) menunjukkan bahwa puasa Ramadhan mengembangkan 3 dimensi dalam keluarga yaitu : Dimensi 1: Inklusi dan Keterlibatan Semua Anggota Keluarga di bulan Ramadhan, Dimensi 2: Kontrol, Disiplin, dan Konteks Suci Ramadhan dan Dimensi 3: Keintiman, Persatuan, dan Kebersamaan selama Ramadhan. Lebih spesifik lagi penelitian di tingkatan individual dilakukan Zeynep B. Ugur. (2019) menunjukkan bahwa orang yang berpuasa secara penuh memiliki skor kebahagiaan tertinggi. Ketiga penelitian tersebut menunjukkan bahwa banyak agenda penelitian yang bisa dilakukan perguruan tinggi terutama berkaitan dengan penelitian keagamaan. Penelitian yang dimaksud berkaitan dengan peristiwa Puasa Ramadhan. Kalau dibuat matrik, maka bisa dibuat penelitian tidak hanya di tingkatan normative saja tetapi juga di tingkatan lived ramadhan. Secara umum gambarannya sebagai berikut:

Tabel 1. Penelitian Ramadhan Berdasar Waktu


Tabel di atas dapat dipilah sesuai waktu penelitian, sebagai berikut:

Tabel 2. Penelitian Ramadhan Jelang Awal Puasa

Jelang awal Ramadhan lebih banyak penelitian bersifat lived yang ada di masyarakat, karena bersifat fenomena di setiap daerah yang bisa saja berbeda satu daerah dengan daerah lain. Kajian disiplin ilmunya juga sangat beragam – bisa antropologi, sosiologi, dan yang lainnya.

Agak berbeda ketika saat puasa Ramadlan, penelitian yang dilakukan bisa bersifat normative sekaligus yang lived. Gambarannya sebagai berikut:

Tabel 3. Penelitian Saat Puasa Ramadlan

Ragam kegiatan penelitiannya sangat banyak dan masih berpeluang dikembangkan yang lebih spesifik. Seperti kegiatan shalat Tarwih bisa diteliti bacaan surat yang dibaca oleh Imam, prosesi tarwih ada bilal yang memberikan aba-aba pelaksanaan shalat tarwih, keadaan ma’mum anak-anak, dzikir yang diamalkan saat setelah shalat witir, dan yang lainnya. Keragaman ini akan semakin sedikit ketika jelang akhir Puasa Ramadlan. Berikut gambarannya:

Tabel 4. Penelitian Jelang Akhir Puasa Ramadlan

Penelitian akhir Ramadhan lebih banyak berkaitan dengan fenomena malam menjelang berakhirnya puasa, terutama kehidupan akhir malam di tanggal-tanggal ganjil. Walaupun ragama kegiatannya sedikit tetapi banyak fenomena yang bisa diteliti. Penelitian tentang fenomena penerimaan dan pembagian zakat juga menarik baik secara kualitatif maupun kuantitatif di hampir semua masjid maupun musholla dalam bentuk kepanitiaan.  Kegiatan zakat ini memang belum sesemarak dan semeriah ketika kegiatan penyembelihan Qurban.

Penelitian saat awal Syawal, bisa dipaparkan ragam kegiatan yang bisa dikaji sebagai berikut:

Tabel 5. Penelitian Saat Awal Syawal

Tabel di atas menunjukkan bahwa penelitian pada saat awal bulan syawal bentuk perayaannya sangat banyak secara lived dan lebih menarika lagi kalau diteliti secara kualitatif. Penelitiannya akan sangat hidup jika benar-benar didalami secara factual tanpa ada judgement normatifnya. Kalau merujuk Cresswell (2003), penelitian saat Ramadhan bisa diteliti dengan ragam penelitian kualitatif yaitu : biografi, fenomenologi, grounded theory, etnografi, dan studi kasus. Bidang keilmuannya bisa antropologi, sastra, sejarah, komunikasi, psikologi, sosiologi, filsafat, antropologi, politik, dan ilmu sosial lainnya.

Penelitian berkaitan dengan Ramadhan akan mengembangkan dimensi Islam  baik dalam cara pandang normatif, tertulis, dan yang hidup di masyarakat. Ketika meluas semacam itu memungkinkan Islam khas Indonesia akan muncul dan bisa saja berbeda dengan negara lain. Kalau berbedapun adalah sebuah kewajaran karena lived masing-masing daerah maupun negara merupakan khazanah yang sunnatullah. Wallahu a’lam.

Referensi

André Möller. (2005). Ramadan In Java The Joy And Jihad Of Ritual Fasting. Department of History and Anthropology of Religions Lund University Lund, Sweden.

Creswell, J. (2003). Research design: Qualitative, quantitative and mixed methods approaches (2nd ed.). Thousand Oaks, CA: SAGE Publications.

Zahra Alghafli, Trevan G. Hatch, Andrew H. Rose, Mona M. Abo-Zena, Loren D. Marks dan David C. Dollahite. (2019). A Qualitative Study of Ramadan: A Month of Fasting, Family, and Faith. Religions 2019, 10(2), 123. https://www.mdpi.com/2077-1444/10/2/123/htm

Filipe Campante & David Yanagizawa-Drott, 2015. “Does Religion Affect Economic Growth and Happiness? Evidence from Ramadan,” The Quarterly Journal of Economics, Oxford University Press, vol. 130(2), pages 615-658. https://www.nber.org/papers/w19768

Zeynep B. Ugur. (2019). Does Ramadan Affect Happiness? Evidence from Turkey. Archives for The Psychology of Religion. First Published March 1, 2019. https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1163/15736121-12341358?icid=int.sj-abstract.similar-articles.1&journalCode=prja

PENGHAFAL AL QURÁN DAN PERGURUAN TINGGI KITA


Oleh: Dr. H. Muhammad Munadi, M.Pd – Wakil Rektor Bidang ADUM-PK IAIN Surakarta

PENGANTAR

Dalam kurun 15 tahun terakhir muncul trend baru berkembangnya penghafal Al Qurán dan Pesantren untuk Para Penghafalnya. Penyelenggaraannya beragam jalur baik pendidikan informal, formal, maupun non formal. Disamping itu diselenggarakan pada jenjang terendah yaitu pra sekolah sampai pendidikan tinggi. Program menghafal Al Qurán semakin semarak ketika bulan Ramadlan melalui salah satu stasiun TV swasta menyelenggarakan Program Hafidz Indonesia. Program ini mulai digelar pada tahun 2013 (Wikipedia). Program ini minimal menjadi pendorong penghafal Al Qurán yang rata-rata usianya masih muda belia antara usia pra sekolah sampai sekolah dasar. Pesertanya dari yang sempurna anggota badannya sampai dengan yang disabilitas.   

Penghafal Al Qurán yang lebih dewasa diberikan fasililtas luar biasa di perguruan tinggi baik negeri maupun swasta di bawah Kemeterian Riset dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) maupun Kementerian Agama jenjang ditempuh baik sarjana, magister maupun doktor. Pemberi beasiswa juga bervariasi ada yang berasal dari sekolah/madrasah, perguruan tinggi, maupun pemerintah daerah provinsi. Pemeritah Provinsi yang memberikan beasiswa untuk penghafal Al Qurán di antaranya Jawa Barat. Provinsi ini memberikan beasiswa dari tingkatan D-3 sampai dengan S-3 (Indbeasiswa, 2017).

PT yang relative sudah lama kurang lebih sejak tahun 2011 memiliki program beasiswa penghafal Al Qurán adalah Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta (UNS). Universitas ini memberi beasiswa bagi Penghafal Al-Qur’an minimal 20 juz.  Awal Fakultas yang terbuka untuk para hafizh adalah Fakultas Ekonomi, Fakultas Kedokteran, serta Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Merdeka, 19 Maret 2013). Selain UNS, perguruan tinggi yang menyelenggarakan beasiswa yang sama diantaranya : ITS, ITB, IPB,  Universitas Padjadjaran Bandung, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, UIN Alauddin Makassar, Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA), Universitas Islam 45 Bekasi, Institut Agama Islam Darussalam Balokagung Banyuwangi, STEI SEBI, Universitas Islam Indonesia, Universitas Islam Bandung (Unisba), serta Universitas Merdeka Malang (Kabarmakkah).

PENGHAFAL AL QURÁN IAIN SURAKARTA

Penghafal Al Qurán di kampus ini lebih dominan mengambil jurusan Ilmu Al Qurán dan Tafsir (IAT). Namun seiring berjalannya waktu, mahasiswa yang memiliki hafalan Al Qurán meluas di semua jurusan, sehingga diperlukan lembaga khusus yang bisa mengkondisikan hafalan para mahasiswa berbentuk rintisan pesantren. Yang pertama kali menginisiasi lembaga ini adalah Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) pada tahun 2013 membuka Pesantren Tahfidz Syifaúl Qurán (PTSQ) (IAIN Surakarta, 18 Januari 2019). Walaupun berdiri pada tahun 2013, tetapi acara peresmiannya berlangsung di tahun 2014 (Diktis, 25 April 2014) (NU Online, 20 April 2014). Program rintisan pesantren menjadi program tingkat Institut dimulai tahun 2017 dengan menambah pesantren di luar FITK dengan masing-masing fakultas 1 rintisan pesantren dan 1 milik rektorat, sehingga berjumlah 5 buah. Lima buah rintisan pesantren ini kalau diasumsikan dihuni tiap pesantren ada 15 orang berarti ada 75 santri penghafal Al Qurán plus pengasuhnya. Jumlah ini akan bertambah banyak kalau tiap tahunnya ada beasiswa untuk para penghafal sebanyak 25 orang dengan asumsi mulai tahun 2016, maka berjumlah 100 orang. Jumlah ini semakin besar jika ditambah mahasiswa yang mengambil jurusan IAT. Belum lagi kalau ditambah dengan para aktivis Lembaga Jamaátul Qura’ wal Huffadz (JQH) akan semakin menambah jumlah mahasiswa penghafal Al Qurán.

PROGRAM PENGEMBANGAN HAFALAN AL QURÁN – KURIKULUM DAN SARANA PRASARANA

Pegembangan kuantitas dan kualitas penghafal Al Qurán harus ada rencana sengaja dan terstruktur dari tingkatan program studi, fakultas, dan institute. Hal ini bisa dilakukan dengan cara memberlakukan mata kuliah Tahfidz Al Qurán di semua program studi baik yang bercorak studi Islam maupun non kajian studi Islam. Kajian studi Islam pada Fakultas Ushuluddin dan Syariáh semestinya lebih banyak beban hafalannya dibandingkan di Fakultas lain. Sedangkan program studi yang dekat sekali dengan studi Islam seperti Pendidikan Agama Islam, bisa merujuk hasil penelitian Muhammad Munadi (2017:142) bahwa hafalan Al Qurán bisa berlangsung pada 4 semester awal mahasiswa dengan beban 0 SKS. Namun untuk program studi lain bisa ditekankan pada hafal Juz 30 beserta hafal ayat-ayat tematik sesuai kajian ilmu program studi yang diambil mahasiswa.

Ketika Perguruan Tinggi  (PT) memiliki Ma’had  yang ideal dan  mencukupi, semua mahasiswa bisa diasramakan selama 4 tahun dengan kewajiban utamanya hafal Al Qurán minimal 6 Juz. Ketika PT hanya memiliki Ma’had  yang cukup untuk mahasiswa baru selama satu tahun, maka kewajiban hafalannya bisa 2 juz dengan dilanjutkan program ini oleh fakultas untuk memacu mahasiswa untuk hafal Al Qurán di tahun berikutnya. Kalau tidak bisa hanya memiliki program untuk mempertahankan kuantitas dan kualitas hafalannya. Kalau tidak ada memiliki sama sekali Ma’had, mahasiswa bisa dititipkan kepada pesantren penyangga PT dengan maksud mengembangkan hafalan A Qurán mahasiswa.

PROGRAM HAFIDZ TALENT SCOUTING

Paparan di atas pengembangan penghafal Al Qurán dari sisi sarana prasarana, ada program lain yang bisa dikembangkan melalui pengembangan kualitas dan kuantitas anggaran untuk beasiswa mahasiswa Tahfidz. Programnya tidak saat mahasiswa sudah masuk ke PT, akan tetapi melalui program Hafidz Talent Scouting. Perguruan Tinggi mendatangi Lembaga Pendidikan yang memiliki stock  secara kuantitas dan kualitas para penghafal Al Qurán. Mereka didorong oleh PT untuk masuk di PT dengan tawaran yang menarik seperti kebebasan mengambil jurusan apapun yang diminati dan pemberian beasiswa dengan pen-skor-an tertentu. Seperti para penghafal Al Qurán yang memiliki hafalan 30 Juz memiliki kebebasan yang sangat tinggi dalam memilih program studi dan besaran jumlah beasiswa. Semakin sedikit hafalannya, mereka semakin tidak bebas memilih program studinya. Mereka yang diterima melalui program  Hafidz Talent Scouting semestinya di-asrama-kan sehingga tidak mengalami penurunan jumlah hafalannya, sehingga perlu program tambahan berupa kewajiban para pengahafal Al Qurán 30 Juz harus menjadi pendamping (tempat murojaáh maupun tempat menyetor hafalan) bagi para penghafal yang lebih sedikit maupun mahasiswa yang memiliki keinginan menghafal Al Qurán.  Wallahu A’lam.      

Daftar Pustaka

Diktis. (2014). IAIN Surakarta Resmikan Pondok Tahfidz Syifa’ul Qur’an. Website Diktis,   25 April 2014. http://diktis.kemenag.go.id/NEW/index.php?berita=detil&jenis=newsptai&jd=234#.XO_7g-gzZnI
IAIN Surakarta. (2019). http://www.iain-surakarta.ac.id/?p=16092
Muhammad Munadi. (2017).   Pendidikan Guru Agama Islam Di Perguruan Tinggi Umum Negeri (Studi Komparatif Antara Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dengan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung). Cendekia Vol. 15 No. 1, Januari – Juni 2017
http://jurnal.iainponorogo.ac.id/index.php/cendekia/article/view/446/736
NU Online.(2014). IAIN Surakarta Miliki Pondok Penghafal Al-Qur’an. NU Online, 20 April 2014. http://www.nu.or.id/post/read/51505/iain-surakarta-miliki-pondok-penghafal-al-qurrsquoan
https://indbeasiswa.com/2017/12/beasiswa-tahfidz-al-quran-bagi-mahasiswa
https://uns.ac.id/id/uns-update/mahasiswa-hafiz.html https://www.kabarmakkah.com/2016/06/beasiswa-bagi-hafidz-quran-ada-di-9.html. 
https://www.merdeka.com/peristiwa/hafal-alquran-syayma-bisa-kuliah-di-fakultas-kedokteran-uns.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Hafiz_Indonesia_(acara_televisi)

FAMILY STUDIES PADA PERGURUAN TINGGI : SEBUAH GAGASAN AWAL

Oleh: Dr. H. Muhammad Munadi, M.Pd (Wakil Rektor Bidang ADUM PK IAIN Surakarta)

Pengantar

Jika memasukkan istilah family studies of higher education tanpa spesifikasi apapun pada mesin pencari di internet akan ditemukan kurang lebih 1,370,000,000 jenis tulisan. Kalau hanya menyebutkan istilah family studies ditemukan jenis tulisan sebanyak 1,460,000,000 buah. Diantara yang menarik bahwa family studies di perguruan tinggi ada yang memaparkan bahwa kajiannya ada yang bersifat studies bahkan ada pula yang menjadi kajian serius berbentuk program studi. Program studi ada yang berbentuk Undergraduate Certificate, bachelor of arts in child and family, child and family studies foundation degree, bahkan ada yang tingkatan master of family studies, ataupun program lain.

Ada yang berbeda ketika memasukkan istilah ilmu keluarga di perguruan tinggi tanpa spesifikasi apapun pada mesin pencari di internet akan ditemukan kurang lebih 10,800,000 jenis tulisan. Diantara yang muncul adalah pusat studi anak dan keluarga beberapa perguruan tinggi serta muncul program studi strata 1 yaitu Ilmu Keluarga dan Konsumen. Kalau menyebutkan istilah Pendidikan keluarga ditemukan jenis tulisan sebanyak 211.000.000 buah. Akan berbeda ketika memasukkan istilah Pendidikan kesejahteran keluarga (PKK) ditemukan sebanyak 13.700.000 buah. Dengan istilah PKK, yang muncul diantaranya program studi strata 1 yaitu Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK) yang berada di Universitas bekas IKIP atau FKIP.

Disamping itu pemerintah Indonesia merencanakan dengan mengembangkan program berkaitan keluarga di beberapa Kementerian Agama melalui Direktorat Pemberdayaan KUA dan Keluarga Sakinah, Kementerian Sosial melalui Direktorat Pemberdayaan Sosial Perorangan, Keluarga dan Kelembagaan Masyarakat, BKKBN memiliki Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga dengan memiliki 4 Direktorat yaitu Direktorat Bina Keluarga Balita dan Anak, Direktorat Bina Ketahanan Remaja, Direktorat Bina Ketahanan Keluarga Lansia dan Rentan, serta Direktorat Pemberdayaan Ekonomi Keluarga. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan  sejak dipimpin Anis Baswedan mulai memiliki direktorat baru yang menangani keluarga yaitu Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga pada Direktorat Jenderal  Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat. Bahkan sejak Orde Baru, pemerintah sudah memiliki Gerakan Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dengan memiliki 10 Program Pokok PKK, yaitu : Penghayatan dan Pengamalan Pancasila, Gotong Royong, Pangan, Sandang, Perumahan dan Tatalaksana Rumah Tangga, Pendidikan dan Keterampilan, Kesehatan, Pengembangan Kehidupan Berkoperasi, Kelestarian Lingkungan Hidup, serta Perencanaan Sehat. Namun sayangnya 10 program PKK ini masih kental kegiatan yang sangat kental baru sebatas pertemuan dengan digerakkan kegiatan arisan.  Dalam konteks Indonesia dengan banyaknya institusi yang bergerak di bidang family semestinya ada koordinasi, singkronisasi, kolaborasi dan sinergi sehingga benar-benar nyata hasil dan terukur yang dikerjakan bagi kesejahteraan keluarga.

Kajian Keluarga dan Perguruan Tinggi di Indonesia

Indonesia sudah menganggap penting keluarga sebagai sebuah kajian yang serius melalui pendirian Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK) pada jenjang sarjana di hampir semua Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), atau Universitas bekas Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP).  Secara kronologis keberadaan program studi PKK ini terbilang unik karena pada awalnya berada di Fakultas Ilmu Pendidikan karena kuat pendidikannya kemudian bergeser ke Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan (FPTK) atau Fakultas Teknik saat ini. Pergeserannya berubah secara keilmuan berawal pada penguatan Pendidikan bergeser pada Kesejahteraan. Orientasi kesejateraan akhirya bergeser pada keahlian pada keilmuan dan ketrampilan keluarga meliputi : tata boga, tata busana, perhotelan, dan tata kecantikan. Walaupun ada pergeseran tetapi mata kuliah yang berkait dengan ilmu keluarga dalam konteks pendidikan masih dipertahankan, seperti mata kuliah Ilmu Kesejahteraan Keluarga, Psikologi Pendidikan, Psikologi Perkembangan, Komunikasi Keluarga, dan lain-lain.

Selain itu Institut Pertanian Bogor (IPB) memiliki kajian serius dalam bentuk Jurusan tingkat sarjana dengan nama Ilmu Keluarga dan Konsumen yang memiliki 3 Divisi, yaitu Divisi Ilmu Keluarga,  Perkembangan Anak, serta Ilmu Konsumen Dan Ekonomi Keluarga. Divisi Ilmu keluarga memiliki area kajian meliputi : analisis fungsi keluarga, interaksi dan komunikasi keluarga, transisi keluarga dan globalisasi, analisis gender keluarga, balancing work and family, pembagian peran dalam keluarga, proses pengambilan keputusan, pemberdayaan keluarga, ketahanan keluarga, serta strategi koping keluarga. Divisi lain yaitu Divisi Perkembangan Anak meliputi area kajian : perkembangan anak, kecerdasan kognitif, prestasi akademik, pengasuhan, stimulasi psikososial, perilaku antisosial anak, ikatan emosial antara ibu dan anak, serta perkembangan pada anak berkebutuhan khusus. Sedangkan divisi yang terakhir adalah Divisi Ilmu Konsumen Dan Ekonomi Keluarga memilki area sebagai berikut: perilaku konsumen, preferensi dan sikap konsumen, sosialisasi anak sebagai konsumen, alokasi waktu dan pendapatan, kesejahteraan keluarga, kemiskinan keluarga, evaluasi program peningkatan kesejahteraan keluarga, evaluasi program pemasaran sosial, serta investasi anak.

Kajian tentang keluarga tidak melulu terjadi pada keilmuan program studi saja tetapi juga terjadi di pusat studi-pusat studi yang didirikan di perguruan tinggi. Ada yang kajian keluarga melekat pada nama pusat studi gender, pusat studi wanita, atau pusat studi anak dan gender. Ada juga yang menamai pusat studinya dengan nama pusat studi gender dan keluarga namun ada pula yang menamai pusat kajian anak dan keluarga. Tetapi kesemuanya berdiri di tingkatan perguruan tinggi bukan di program studi. Pusat kajian berkaian dengan keluarga di bawah Fakultas hanya terjadi di Universitas Indonesia dengan nama Pusat Penelitian Keluarga Sejahtera.  Pusat penelitian ini di bawah Fakultas Kesehatan Masyarakat.

Kajian Keluarga dan Perguruan Tinggi di Luar Negeri

Tidak berbeda dengan yang terjadi di Indonesia, kajian keluarga di luar negeri ada yang berwujud dalam bentuk pusat studi dan ada pula program studi tingkatan undergraduate sertifiate. Namun ada lompatan karena sudah ada kajian di tingkatan  dan master bahkan jenjang doktor (Ph.D). Ada yang menamai family studies dan ada pula dengan nama family science. Seperti yang ditawarkan PennState University pada jenjang undergraduate memiliki variasi pilihan yaitu Major in Human Development and Family Studies, Associate Degree in Human Development and Family Studies, Minor in Human Development and Family Studies,  dan Honors Study in Human Development and Family Studies. Sedangkan program doktor meliputi Ph.D. Program in Human Development and Family Studies dan Dual-Title Ph.D. Programs. Montclair State University memberikan tawaran program doktor dalam kajian keluarga dengan nama Ph.D in Family Science and Human Development. Kajiannya bersifat multidisiplin ilmu  social yang meliputi sosiologi, social work, pendidikan, gerontology, dan community and developmental psychology.   

Family Studies dan Agenda Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI)

Pentingnya sebuah keluarga dalam Islam sangat ditekankan karena dalam pembacaan dalam Qurán dan  Hadits sangat banyak pembahasannya. Dalam hal ini PTKI  perlu mengembangkan family studies di tingkatan perguruan tinggi, program studi ataupun di pusat studi. Tingkatan perguruan tinggi di Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) dengan memanfaatkan pusat studi yang ada yaitu Pusat Studi Gender dan Anak bisa mengembangkan kajan teoritik dan praktik family studies. Disamping itu LPPM memiliki anggaran penelitian dan pengabdian kepada masyarakat (PkM) dengan produk berkaitan dengan family studies. Kajiannya bisa dalam bentuk studi teks sumber primer ajaran Islam tentang keluarga (Qurán dan  Hadits), manuskrip yang mengkaji keluarga yang ditulis para tokoh muslim klasik sampai kontemporer, manuskrip yang menulis tentang family studies yang ditulis para tokoh muslim timur tengah sampai nusantara ataupun family studies dalam konteks ilmu Syariah, Ushuluddin, Dakwah, Tarbiyah, Sejarah, Lingusitik, maupun yang lainnya. Kajian family studies  bisa dikaitkan dengan hari-hari keagamaan seperti saat Ramadlan bisa dikembangkan oleh PTKI. Seperti bagaimana Puasa Ramadlan bisa mengembalikan fungsi keluarga (Reintegrasi Keluarga dan Puasa Ramadlan), bagaimana kajian-kajian Ramdalan menyentuh kebutuhan pemberdayaan keluarga dan masih banya lagi, Keragaman ini memungkinkan kajian tentang family studies mestinya lebih maju dan berkembang. Hasil dari kajian yang serius dari penelitian dan diskusi serta seminar bisa diimplementasikan dalam bentuk PkM oleh Dosen dan mahasiswa bisa mandiri dan kelompok dengan anggaran PTKI maupun kerjasama dengan Kementerian terkait seperti Kementerian Agama, Kementerian Sosial, BKKBN, Kementerian Kesehatan, maupun Pemerintah Daerah. Semoga. Waallahu a’lam.

Referensi

https://hhd.psu.edu/hdfs/graduate/phd-program-human-development-and-family-studies
https://hhd.psu.edu/hdfs/graduate/dual-title-programs
https://hhd.psu.edu/hdfs/undergraduate/major-human-development-and-family-studies dan lainny

MASJID DAN POTENSI PENGEMBANGANNYA: MENYOAL PERAN PERGURUAN TINGGI KEAGAMAAN ISLAM

Oleh: Dr.H. Muhammad Munadi, M.Pd (Wakil Rektor II Bagian ADUM PK)

Pengantar

Tempat ibadah yang sangat ramai di bulan Ramadlan adalah masjid, mushalla, ataupun nama lain seperti surau maupun langgar. Di tempat inilah ada beberapa fenomena transformasi budaya, ekonomi, social, psikologis, spiritual, finansial, maupun yang lainnya. Disamping itu di tempat inilah muncul kreativitas baru seperti masjid ramah difabel, masjid ramah anak, masjid lingkungan (hemat air untuk berwudlu), maupun yang lainnya. Namun dari kesemua dikarenakan masjid merupakan hal yang sentral karena kata masjid terulang sebanyak 28 (dua puluh delapan) kali di dalam Al-Qur’an (Muhammad Quraish Shihab, 2000). Disamping itu masjid menurut Muhammad Quraish Shihab (2000) memiliki fungsi sebagai berikut:

  1. Tempat Ibadah (shalat, zikir)
  2. Tempat konsultasi dan komunikasi (masalah ekonomi, sosial budaya)
  3. Tempat Pendidikan
  4. Tempat santunan social
  5. Tempat latihan militer dan persiapan alat-alatnya
  6. Tempat pengobatan para korban perang
  7. Tempat perdamaian dan pengadilan sengketa
  8. Aula dan tempat menerima tamu
  9. Tempat menawan tahanan, dan
  10. Pusat penerangan atau pembelaan agama.

Kesepuluh fungsi tersebut yang masih bertahan dan tidak mengalami pergeseran adalah fungsi pertama. Fungsi lainnya masih ada yang dipertahankan bahkan ada yang dihidupkan lagi karena institusi yang ada tidak bisa memecahkan problem keummatan.

Masjid dalam Data   Masjid di Indonesia sangat bervariasi jumlahnya. Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan ada 800.000 masjid di Indonesia ketika memberikan sambutan pada acara Asosiasi Masjid Kampus (Tribunnews, 10 November 2018). Pada acara berbeda yaitu Rakornas Muslimat NU di Jakarta (Republika, 28 Jan 2019) beliau mengatakan “Angka masjid di Indonesia hanya Tuhan yang tahu. Ada yang pidato bilang satu juta, pasti semua percaya saja. Saya selalu mengatakan 800 ribu, tapi mungkin juga satu juta, ini perkembangan luar biasa sekali.”  Dua pernyataan pada momen yang berbeda tersebut jika dikonfirmasi pada website Sistem Informasi Masjid yang dimiliki Kementerian Agama dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1. Jumlah Masjid dan Mushalla di Indonesia

Macam Masjid
JumlahMacam MushallaJumlah
Masjid Raya32
Masjid Agung395
Masjid Besar4415Mushalla Perkantoran3052
Masjid Jami’207043Mushalla Pendidikan9102
Masjid Bersejarah870Mushalla Perumahan203894
Masjid di tempat Publik40186Mushalla di tempat Publik69990
Jumlah252941Jumlah286038
Jumlah Masjid dan Mushalla538979

(http://simas.kemenag.go.id/)

Jumlah yang besar ini dikarenakan ada janji pahala yang luar biasa seperti yang tersurat dari Hadits Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ بَنَى مَسْجِدًا لِلَّهِ كَمَفْحَصِ قَطَاةٍ أَوْ أَصْغَرَ بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِى الْجَنَّةِ

 “Siapa yang membangun masjid karena Allah walaupun hanya selubang tempat burung bertelur atau lebih kecil, maka Allah bangunkan baginya (rumah) seperti itu pula di surga.” (HR. Ibnu Majah no. 738. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).

Hadits lain menyebutkan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ بَنَى مَسْجِدًا لِلَّهِ بَنَى اللَّهُ لَهُ فِى الْجَنَّةِ مِثْلَهُ

“Siapa yang membangun masjid karena Allah, maka Allah akan membangun baginya semisal itu di surga.” (HR. Bukhari no. 450 dan Muslim no. 533).

Dua hadis tersebut diantara penyebab banyak Muslim sangat termotivasi untuk mendirikan tempat ibadah. Maka wajar jika jumlah masjid dan mushalla di Indonesia sangat banyak karena populasi penduduk muslim juga besar.

Masjid dan Tantangan Ke Depan Walaupun ada perbedaan jumlah, namun sebenarnya permasalahan yang dihadapi relatif sama antara masjid satu dengan masjid yang lainnya. Problem pada sisi kuantitas dan kualitas pada bidang keuangan, pengelolaan (gedung, bangunan, barang, sarana dan prasarana), pengelola, serta jamaáhnya. Pekerjaan rumah yang sangat luar biasa pada Umat Islam Indonesia terhadap besarnya jumlah masjid dan mushalla ini. Bagaimana kondisi hardware, software, maupun brainware masjid dan mushalla? Belum lagi kalau dikaitkan dengan bagaimana masjid dan mushalla dihadapkan pada pencapaian  17 Sustainable Development Goals (SDGs)? Akan semakin lebih berat lagi tentangan masjid dan mushalla, sementara SDGs dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Seventeen  SDGs

(https://www.un.org/development/desa/disabilities/envision2030.html

Gambar di atas dapat dideskripsikan dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 2. Deskripsi 17 SDGs

Tujuan Deskripsi
Tujuan 1 – Tanpa kemiskinan    Pengentasan segala bentuk kemiskinan di semua tempat.
Tujuan 2 – Tanpa kelaparan    Mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan perbaikan nutrisi, serta menggalakkan pertanian yang berkelanjutan.
Tujuan 3 – Kehidupan sehat dan sejahtera    Menggalakkan hidup sehat dan mendukung kesejahteraan untuk semua usia.
Tujuan 4 – Pendidikan berkualitas    Memastikan pendidikan berkualitas yang layak dan inklusif serta mendorong kesempatan belajar seumur hidup bagi semua orang.
Tujuan 5 – Kesetaraan gender    Mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua perempuan.
Tujuan 6 – Air bersih dan sanitasi layak    Menjamin akses atas air dan sanitasi untuk semua.
Tujuan 7 – Energi bersih dan terjangkau    Memastikan akses pada energi yang terjangkau, bisa diandalkan, berkelanjutan dan modern untuk semua.
Tujuan 8 – Pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi    Mempromosikan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan inklusif, lapangan pekerjaan dan pekerjaan yang layak untuk semua. 
Tujuan 9 – Industri, inovasi dan infrastruktur    Membangun infrastruktur kuat, mempromosikan industrialisasi berkelanjutan dan mendorong inovasi.
Tujuan 10 – Berkurangnya kesenjangan    Mengurangi kesenjangan di dalam dan di antara negara-negara.
Tujuan 11 – Kota dan komunitas berkelanjutan  Membuat perkotaan menjadi inklusif, aman, kuat, dan berkelanjutan.
Tujuan 12 – Konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab  Memastikan pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan
Tujuan 13 – Penanganan perubahan iklim  Mengambil langkah penting untuk melawan perubahan iklim dan dampaknya.
Tujuan 14 – Ekosistem laut    Pelindungan dan penggunaan samudera, laut dan sumber daya kelautan secara berkelanjutan
Tujuan 15 – Ekosistem daratan    Mengelola hutan secara berkelanjutan, melawan perubahan lahan menjadi gurun, menghentikan dan merehabilitasi kerusakan lahan, menghentikan kepunahan keanekaragaman hayati.
Tujuan 16 – Perdamaian, keadilan dan kelembagaan yang tangguh  Mendorong masyarakat adil, damai, dan inklusif
Tujuan 17 – Kemitraan untuk mencapai tujuan  Menghidupkan kembali kemitraan global demi pembangunan berkelanjutan

(https://www.sdg2030indonesia.org/page/1-tujuan-sdg)

Masjid tidak hanya berkutat pada sisi ritual karena keberadaan sumber daya manusia yang ada di dalamnya mengharuskan bisa memecahkan masalah-masalah yang dihadapi Jamaáhnya. Masjid juga harus bisa merealisasikan 17 tujuan pembangunan berkelanjutan karena jamaáh memiliki keragaman usia, jenis kelamin, latar belakang pendidikan, ekonomi, budaya, sosial, dan lain sebagainya. Disamping itu ada keragaman masjid dari sisi kelembagaannnya, kepemilikannya, pengelolaannya, keuangannya, dan yang lainnya. Kesemuanya memerlukan keseriusan dalam manajemen masjid. Ruang lingkup manajemennya dapat dibuat tabel sebagai berikut:

Tabel 3. Ruang Lingkup Manajemen Tempat Ibadah

Ruang lingkup ini akan lebih luas lagi jika dikaitkan dengan variasi masing-masing sumber daya manajemen tempat ibadah. Hal ini semakin luas lagi kalau dikaitkan dengan idarah, imarah, dan riáyah tempat ibadah. Menurut Kementerian Agama (2018) Pertama. Fungsi idarah adalah fungsi pengelolan/ manajemen kemasjidan. Tujuannya agar masjid lebih mampu mengembangkan kegiatan-kegiatannya sehingga makin dirasakan keberadaannya oleh masyarakat sekitar. Kedua, fungsi imarah adalah fungsi memakmurkan masjid sebagai tempat ibadah, pembinaan umat, dan peningkatan kesejahteraan Jamaah. Ketiga, fungsi ri’ayah adalah fungsi memelihara masjid dari segi bangunan, keindahan, dan kebersihan.

Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) harus siap menjadi pendamping 32 sisi dalam pengembangan tempat ibadah sesuai program studi yang dimiliki. Contoh dalam pengelolaan sumber daya pengetahuan yang dimiliki tempat ibadah, PTKI harus siap mendampingi penguatan pengeloaan dokumen/arsip yang dimiliki, perencanaan sampai monitoring para nara sumber yang dipakai oleh masjid untuk menjadikan smart jamaáh (materi dan hasil (khutbah, ceramah rutin, ceramah Ramadlan) dengan diabadikan di internet baik diunggah di youtube maupun deskriptif melalui website masjid. Kalau dipetakan yang harus segera diimplementasikan kerjasama PTKI dengan Tempat Ibadah dapat dilihat pada tabel berikut:  

Tabel 4. Mapping Implementasi Secara Cepat dari Ruang Lingkup Manajemen

Tabel di atas menunjukkan yang harus segera diimplementasi dalam pemberdayaan masjid bekerjasama dengan perguruan tinggi adalah sumber daya manusia (jamaáh dan ta’mir), keuangan (sumber-sumber pendapatan dan prioritas penganggaran), sumber daya market (perluasan market tempat ibadah : tidak terbatas pada generasi tua tetapi meluas pada generasi yang lebih muda), serta sumber daya pengetahuan (jamaáh, narasumber yang dipakai, serta ta’mir).    Hal ini diperlukan minimal ketika pelaksanaan Khutbah Jumát para jamaáh tidak tidur ketika khatib sedang naik mimbar, perlu ada penelitian mendalam yang dilakukan oleh PTKI bersama Ta’mir Masjid dalam mengidentifikasi penyebabnya. Kalau sudah ditemukan penyebabnya diperlukan perbaikan disisi apa dari pelaksanaan khutbah Jumát – bisa sisi materi khutbah  yang menjenuhkan atau faktor lain. Kalau yang muncul masalahnya pada sisi materi khutbah maka PTKI perlu menyelenggarakan pendampingan dalam penguatan content khtubah Jumát agar bisa sesuai dengan kebutuhan Ummat. Bagi jamaáh putri yang tidak ikut mendengarkan khutbah jumát bisa melihat melalui Live Streaming Khutbah online Masjid. Penggarapan semacam ini integrasi antara sumber daya : man, money, machine, market, serta knowledge. Wallahu a’lam.

Referensi

Tribunnews. (2018). Wapres JK: Ada 800 Ribu Masjid yang Terdaftar di Indonesia.   Tribunnews,10 November 2018. http://www.tribunnews.com/nasional/2018/11/10/wapres-jk-ada-800-ribu-masjid-yang-terdaftar-di-indonesia

Republika. (2019). JK: Kemungkinan Ada Satu Juta Masjid di Indonesia. Republika, 29 Januari 2019. https://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/19/01/28/pm0mav366-jk-kemungkinan-ada-satu-juta-masjid-di-indonesia

Muhammad Quraish Shihab (2000). Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat. Bandung:Mizan.

https://www.sdg2030indonesia.org/page/1-tujuan-sdg

https://www.un.org/development/desa/disabilities/envision2030.html

http://simas.kemenag.go.id/index.php/home/

LEMBAGA KEARSIAPAN PERGURUAN TINGGI SEBUAH KENISCAYAAN

Oleh: Dr. H. Muhammad Munadi, M.Pd (Wakil Rektor II Bidang Administrasi Umum Perencanaan dan Keuangan)

Pengantar

Pertemuan penggerak arsip nasional beberapa hari yang lalu menjadi tonggak lanjutan bahwa Perguruan Tinggi harus sangat perhatian terhadap nasib arsip yang dimiliki. Hal ini dikarenakan seperti yang dinyatakan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPANRB) bahwa arsip merupakan tulang punggung reformasi birokrasi. Bahasa agamanya arsip bisa dijadikan alat muhasabah atau introspeksi sejauh mana lembaga berjalan dan seperti apa hasilnya setiap tahun dan setiap tahap. Seperti firman Allah Surat al Hasyr ayat 18:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Semangat ini menunjukkan bahwa introspeksi itu penting bagi  seseorang maupun kelembagaan. Introspeksi diri ini sangat penting dalam kerangka perbaikan secara individual maupun kolektif. Hasil muhasabah atau introspeksi bisa dijadikan untuk perbaikan dan peningkatan mutu Lembaga. Posisi yang sangat strategis ini dikarenakan menurut Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi bahwa arsip sebuah Lembaga mendasarkan diri pada ICT baik secara teknis maupun cara kerjanya. ICT secara teknis bahwa arsip haruslah berbasiskan information, communication dan technology dengan memiliki spirit   integrity, clean, dan trust-worthy.  Gambarannya sebagai berikut:

Gambar 1. Arsip Berprinsip pada 2 ICT 

(Sekretaris Jenderal MK, 2019)

Dua pernyataan di atas bisa mengubah pandangan yang dipaparkan  oleh  Blobaum (2017) ketika mereview buku Engaging with Records and Archives: Histories and Theories bahwa Archives are typically imagined as a file morgue, that dusty place to which papers, records, and other collections are deposited for permanent storage. Arsip biasanya dibayangkan sebagai a file morgue, tempat berdebu yang menyimpan kertas, catatan, dan koleksi lainnya disimpan untuk penyimpanan permanen. Pandangan lampau tentang arsip memang semacam itu akan tetapi saat ini dan masa datang akan, sedang dan sudah berubah drastis karena menurut dua perguruan tinggi tertua di Amerika Serikat bahwa arsip bermakna collects, organizes, preserves pada Harvard University. Sedangkan Columbia University arsip identify, appraise, collect, describe, preserve. Arsip bermakna mengumpulkan, mengatur, melestarikan, mengidentifikasi, menilai, dan menggambarkan baik secara kelembagaan maupun secara pribadi. Pemaknaan ini berimplikasi bahwa ketika ada arsip diperlukan kelembagaan, aktivitas, sarana prasarana sekaligus anggarannya. Ketiga locus ini, jika berjalan baik akan bisa melestarikan rekaman progress dari tahun ke tahun sebuah Lembaga.

Secara kelembagaan di Indonesia, Lembaga arsip di perguruan tinggi wajib dibentuk sesuai perintah UU Nomor 43 Tahun 2009 Tentang Kearsipan pada Paragraf 4 Arsip Perguruan Tinggi Pasal 27 menyatakan:

  1. Arsip perguruan tinggi adalah lembaga kearsipan perguruan tinggi (LKPT).
  2. Perguruan tinggi negeri wajib membentuk arsip perguruan tinggi.
  3. Pembentukan arsip perguruan tinggi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  4. Arsip perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaksanakan pengelolaan arsip statis yang diterima dari:

a. satuan kerja di lingkungan perguruan tinggi; dan
b. civitas akademika di lingkungan perguruan tinggi.

UU ini diperkuat dengan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 Tentang Kearsipan pada Pasal 11 ayat 4 menyebutkan bahwa, “Lembaga kearsipan perguruan tinggi bertanggung jawab melakukan pembinaan kearsipan terhadap satuan kerja pada rektorat, fakultas, civitas akademika, dan/atau unit kerja dengan sebutan lain di lingkungan perguruan tinggi”. Hal ini lebih ditegaskan lagi tentang bentuk organisasinya tercantum dalam Pasal 134 yang berbunyi:

(1) Unit kearsipan yang dibentuk oleh perguruan tinggi negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127 ayat (3) huruf d berada di lingkungan sekretariat perguruan tinggi negeri.

(2) Unit kearsipan perguruan tinggi negeri dibentuk secara berjenjang yang terdiri atas: a. unit kearsipan I sebagai unit kearsipan perguruan tinggi yang dilaksanakan oleh lembaga kearsipan perguruan tinggi; b. unit kearsipan II berada pada satuan kerja di lingkungan sekretariat rektorat, fakultas, civitas akademika, dan satuan kerja dengan sebutan lain; dan c. unit kearsipan pada jenjang berikutnya dibentuk sesuai dengan kebutuhan perguruan tinggi.

(3) Tugas dan tanggung jawab unit kearsipan diatur lebih lanjut oleh pimpinan perguruan tinggi masingmasing.

(4) Pembentukan susunan organisasi, fungsi, dan tugas unit kearsipan pada perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Amanat ini jika diimplemetasikan oleh PT, akan menjadikan LKPT semakin kuat karena dasar hukumnya mengharuskan PT menyokong dari sisi kelembagaan, sumber daya manusia, sarana prasarana, serta anggaran akan bisa menyamai Lembaga arsip seperti yang terjadi di 2 perguruan tinggi di Amerika Serikat. Perguruan tinggi tersebu adalah Harvard University dan Columbia University.

Belajar Lembaga Kearsipan di Harvard University dan Columbia University

Mengapa dua perguruan tinggi ini yang dijadikan contoh karena usia yang relative matang dalam pengelolaan arsipnya. Sejak kelahiran perguruan tinggi ini sudah peduli terhadap arsip. Gambaran usianya sebagai berikut:

Tabel 1. Usia Berdiri Perguruan Tinggi

Tabel tersebut mendasarkan pada pernyataan menarik pada website salah satu universitas tertua tersebut. The Harvard University Archives is the oldest and one of the largest institutional academic archives in the nation. The Archives collects, organizes, preserves, and provides access to a comprehensive record of more than 375 years of life at Harvard.  Selama 375 tahun Universitas Harvard bisa memelihara arsip dan bahkan kalau diukur ketinggiannya sampai 51.000 kaki atau 1.554.480 cm (15.544,8 m). Betapa perguruan tinggi ini sangat “greteh” (Bahasa Jawa) dalam mengelola arsip bertahun-tahun dari yang sederhana yaitu diary sampai yang sangat komplek.

Pernyataan yang sama juga dinyatakan website Columbia University Archives bahwa arsip perguruan tinggi to preserve the institutional memory of Columbia University from its founding in 1754 to the present-day….. University records which document the evolution of the University in all its variety including its contributions to teaching and research; the development of schools, academic departments and programs, institutes, and administrative units; campus life; public service; and the University’s role in the history of the metropolitan, national, and international communities.

Kerja luar biasa lembaga kearsipan perguruan tingginya merawat arsip beratus-ratus tahun sehingga masih bisa dimanfaatkan untuk pengembangan perguruan tingginya. Dua pernyataan di atas mendasarkan pada arsip eleltronik pada kedua website perguruan tinggi dengan alamat berikut:

Tabel 2. Alamat Website Perguruan Tinggi

Alamat website tersebut menunjukkan bahwa adanya penyatuan antara lembaga perpustakaan dengan Lembaga arsip. Ini bisa diinisiasikan di Lembaga ini. Bahkan waktu layanannnya sangat panjang. Gambarannya sebagai berikut:

Tabel 3. Waktu Layanan Lembaga Kearsipan

Waktu layanan lebih Panjang Universitas Columbia dibandingkan dengan Universitas Harvaard. Universitas Harvard melayani pelanggan hanya 6 jam dari Hari Senin sampai dengan Jumát. Sedangkan Universitas Columbia di Hari Senin melayani selama 10,45 jam, Selasa – Jumát melayani sampai dengan 7 jam. Waktu layanan yang panjang dikarenakan koleksi yang lebih banyak. Gambarannya sebagai berikut:

Tabel 4. Koleksi Arsip Dua Perguruan Tinggi

Adopsi dari kedua perguruan tinggi di atas bisa segera direalisasikan oleh PTKI dimulai dari yang mudah dan tersedia. Hal yang mudah dan sederhana tersebut harus sesuai kebutuhan program studi dan perguruan tinggi.

Akreditasi Versi Baru dan Kebutuhan Arsipnya

Kebutuhan riilnya terletak pada penyiapan dan kesiapan akreditasi yang mendasarkan pada Akreditasi Program Studi (APS) dengan memakai 9 kriteria. Gambarannya sebagai berikut:

Tabel 5. Kebutuhan Kriteria Satu sampai Sembilan dan Dokumen yang Harus Ada

Tabel di atas jika direlasikan antara kriteria dengan kebutuhan dokumen akan terlihat seperti tabel berikut ini:

Tabel 6. Dokumen yang Diperlukan dalam APS Versi 4.0

Ada 68 dokumen yang diperlukan untuk akreditasi program studi. Masih ada kriteria 9 yang gambarannya dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 7. Kebutuhan Kriteria Sembilan dan Dokumen yang Harus Ada

Tabel di atas jika dikorelasikan antara kriteria 9 dengan kebutuhan dokumen akan terlihat seperti tabel berikut ini:

Tabel 8. Dokumen Pada Kriteria 9 yang Diperlukan dalam APS Versi 4.0

Kriteria 9 diperlukan dokumen sebanyak 6 buah yang diperlukan untuk akreditasi program studi. Berarti diperlukan minimal 72 Dokumen sesuai 9 kriteria akreditasi program studi versi 4.0. Dokumen yang ada tidak hanya berbentuk printed saja, tetapi juga berbentuk softcopy dan di-on line-kan di website program studi dan perguruan tinggi. Kondisi ini akan berdampak positif pada pengembangan dan perwujudan good and clean university governance.  Wallahu a’lam.

Referensi

https://emeritus.library.harvard.edu/university-archives

https://library.columbia.edu/locations/cuarchives/about.html

Paul M. Blobaum (2017). Engaging with Records and Archives: Histories and Theories. J Med Libr Assoc. 2017 Jul; 105(3). https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5490712/

Sekretaris Jenderal MK. (2019). Sistem Informasi Kearsipan Dinamis (SIKD):Dari Mitos Ke Etos. Makasar : ANRI

SATUAN PENGAWAS INTERNAL DI PERGURUAN TINGGI : SEBUAH CATATAN

Oleh: Dr. H. Muhammad Munadi, M.Pd. (Wakil Rektor II Bidang Administrasi Umum Perencanaan dan Keuangan)


Pengantar

Pengelolaan pemerintahan yang bersih dan baik wajib juga diimplementasikan di perguruan tinggi negeri (PTN). Hal ini dikarenakan PTN/PTKIN sebagai bagian dari sebuah Kementerian. PTN di bawah Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi sedangkan PTKIN di bawah Kementerian Agama. Dampak yang ada di PTN/PTKIN akan berdampak pada Kementerian dalam keadaan baik maupun buruk. Wujudnya berbentuk opini dari BPK (Badan Pemeriksa Keuangan). Opini ini didefinisikan Wikiwand sebagai pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada empat kriteria yakni kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan, kecukupan pengungkapan (adequate disclosures), kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan efektivitas sistem pengendalian intern. Ada 4 jenis opini: wajar tanpa pengecualian (WTP), WTP Dengan Paragraf Penjelasan (biasa disingkat WTP-DPP), Wajar dengan pengecualian (WDP), serta opini tidak wajar. Pengertian yang menyatakan bahwa opini diantaranya didasarkan pada efektivitas sistem pengendalian intern, bisa dipahami perlunya penguatan kinerja Satuan Pengawas Internal (SPI) di Lembaga perguruan tinggi.

Dalam mengefektifkan kinerja SPI perlu mempertimbangkan beberapa temuan penelitian. Temuan Zamzulaila Zakaria, Susela Devi SelvarajZarina Zakaria (2006:903) mengungkapkan bahwa Internal auditing as part of the governance structure in organizations can be a mechanism to assist the management in providing better control of the institution’s resources and quality of education it provides. Penelitian lain yang dilakukan Fr. Ninik Yudianti, Ilsa Haruti Suryandari (2015) ditemukan bahwa sebagian besar Pendidikan Tinggi Swasta memiliki informasi dan pengetahuan yang cukup dalam menerapkan Pengendalian Internal, Manajemen Risiko, dan Good University Governance. Hasil lainnya menunjukkan bahwa Pengendalian Internal dan Manajemen Risiko berpengaruh positif terhadap penerapan Good University Governance. Hasil Penelitian di Italia dilakukan Marika Arena (2013:2004) menunjukkan bahwa difusi Internal Audit (IA) masih terbatas di antara universitas-universitas Italia, tetapi tren pengembangan IA mirip dengan tren yang dilakukan pada organisasi sektor swasta dari awalnya berfokus pada audit keuangan dan kepatuhan; kemudian, secara bertahap memperluas ruang lingkupnya meliputi audit operasional dan, yang lebih baru, manajemen risiko dan masalah tata kelola perusahaan. Di universitas yang dianalisis, audit operasional merupakan inti dari kegiatan IA, meskipun banyak upaya masih didedikasikan untuk audit keuangan dan kepatuhan. Beberapa universitas mendedikasikan perhatian yang meningkat pada manajemen risiko juga. Tiga penelitian ini walaupun berbeda setting tetapi bisa menjadi acuan dalam mengimplementasikan SPI di perguruan tinggi serta awal kerja SPI. Inspirasi penelitian di atas yang bisa dilakukan SPI sebenarnya pada sisi pemahaman para manajer perguruan tinggi – baik dari sisi struktural maupun pada dosen yang mendapat tugas tambahan sebagai manajer – tentang kerja SPI di sebuah Perguruan Tinggi.  

Ruang Lingkup Kerja SPI SPI dalam bergerak bisa memakai kaidah  dengan Model The Porter value chain berikut ini dengan penambahan dari Ohanyan A and Harutyunyan H (2016:4) berikut ini:

Gambar di atas dengan model Porter, SPI bisa mengaudit kegiatan utama Perguruan Tinggi meliputi pendidikan, Humas dan Komunikasi, hubungan internasional, Penelitian dan Pengembangan, Pengembangan Karir serta kegiatan pendukung (infrastruktur, sumber daya manusia, manajemen keuangan). Disamping itu bisa juga bergerak pada lapisan tambahan di luar model di atas yaitu lembaga penasehat (Dewan Etik, Dewan Ilmiah, Pusat Penjaminan Mutu, Lembaga Mahasiswa, Ombudsmen mahasiswa, Method Council). Dalam konteks Indonesia, SPI memiliki ruang lingkup berikut ini:

Tabel 1. Ruang Lingkup Kerja SPI Sesuai SN Dikti

Standar pembiayaan berkait dengan standar di ranah akademik. Gambarannya sebagai berikut:

Tabel 2. Turunan Ruang Lingkup Kerja SPI Sesuai SN Dikti

Dua tabel di atas memerlukan koordinasi, sinergi dan kolaborasi dengan kerja lembaga yang sudah mapan, yaitu Lembaga Penjaminan Mutu. Karena kerja dua lembaga ini saling bertautan. Apalagi jika dikaitkan dengan model akreditasi program studi 4.0 yang mengharuskan adanya output dan outcome pada 9 kriteria:

Tabel 3. Relasi Antara Kriteria dengan Dokumen Yang Diperlukan Dalam APS 4.0

Untuk kriteria ke-9 dari APS dapat dilihat sebagai berikut:

 Tabel 4. Relasi Antara Kriteria dengan Dokumen Yang Diperlukan Dalam APS 4.0

Berdasar paparan di atas diperlukan kerja luar biasa dari SPI bersama LPM dalam mewujudkan perguruan tinggi yang baik dan bersih (good and clean university governance) baik bidang akademik maupun non akademik.

Referensi

Fr. Ninik Yudianti, Ilsa Haruti Suryandari. (2015). Internal Control and Risk Management in Ensuring Good University Governance. Journal of Education and Vocational Research
Vol. 6, No. 2, pp. 6 – 12, June 2015. https://www.researchgate.net/publication/284166542_Internal_Control_and_Risk_Management_in_Ensuring_Good_University_Governance.
Marika Arena. (2013). Internal audit in Italian universities: An empirical study. Procedia – Social and Behavioral Sciences 93 ( 2013 ). 3rd World Conference on Learning, Teaching and Educational Leadership (WCLTA-2012).
Ohanyan A, Harutyunyan H (2016) The Role of Internal Audit in Continuous Improvement of Quality Management Systems at Private HE Institutions: A Case Study of Eurasia International University (Armenia). J Bus Fin Aff 5:170. doi:10.4172/2167-0234.1000170
Zamzula Zakaria, Susela Devi Selvaraj, Zarina Zakaria, (2006) “Internal auditors: their role in the institutions of higher education in Malaysia”, Managerial Auditing Journal, Vol. 21 Issue: 9, pp.892-904, https://doi.org/10.1108/02686900610704993
Wikiwand. Opini Badan Pemeriksa Keuangan. http://www.wikiwand.com/id/Opini_Badan_Pemeriksa_Keuangan