UKM JQH Al-Wustha Bertekad Pertahankan Prestasi

SINAR-Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) JQH-Al-Wustha Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta melantik pengurus baru periode 2014-2015 pada hari Kamis (29/1). Para pengurus dilantik secara langsung oleh Drs. Yusup Rohmadi, M.Hum selaku Wakil Rektor III bidang kemahasiswaan dan kerjasama IAIN Surakarta. Keputusan Rektor dengan No 382/2014 tentang Pelantikan Pengurus Unit Kegiatan Mahasiswa JQH Al-Wustho menjadi dasar hukum dalam pelantikan tersebut.

Disela-sela pelantikan, Zamron Huluqi selaku ketua umum mengisyaratkan selain untuk terus mempertahankan prestasi yang telah didapat dari kepengurusan sebelumnya, Zamron juga bertekad untuk membawa UKM ini memperoleh prestasi yang lebih tinggi lagi kedepannya.

Diawal kepengurusannya UKM JQH Al-Wustho telah mempersembahkan beberapa prestasi yang cukup membanggakan, diantaranya Juara II dalam Festival Rebana yang diselenggarakan oleh Masjid Agung Surakarta, Juara I Vocal terbaik dalam festival yang sama, Juara I Festival Rebana IMKI Boyolali, Juara II Festival Rebana OSTI Games Ponpes Ta’mirul Islam Surakarta, dan terbaik ke-8 pada lomba karya tulis di UIN Jakarta, imbuhnya.

Apresiasi yang tinggi dan harapan yang besar dari pihak Rektorat ditujukan oleh UKM JQH Al-Wustho, mengingat sumbangsih prestasi yang selama ini dipersembahkan untuk lembaga cukup membanggakan, maka dari itu menjadi sebuah tantangan yang besar bagi segenap pengurus, baik untuk periode ini maupun periode selanjutnya untuk dapat mempertahankan prestasi yang telah diraih atau bahkan lebih meningkat lagi, ungkap Yusup Rohmadi dalam sambutannya. (Mahendra)

Pelantikan Pengurus UKM Pramuka IAIN Surakarta 2015

SINAR – Tepat pukul 14.30 WIB pada Jumat (9/1) bertempat di Aula Pascasarjana lantai 4, Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta sekaligus Kamabigus IAIN Surakarta, Kak Imam Sukardi melantik Pengurus UKM Pramuka Racana Raden Mas Said-NyiAgeng Serang IAIN Surakarta masa bakti 2015.

Sertijab dan pelantikan diawali prosesi Upacara Adat yang dipimpin oleh Pemangku Adat. Setelah itu Ketua Dewan Racana (KDR) memimpin Ikrar Pengurus masa bakti 2015. KDR masa bakti 2014, Kak Miftahudin Dwi Saputra dan Intan Nuria Tri Hartini menyerahkan jabatannya secara simbolis kepada KDR masa bakti 2015, Kak Muhammad Aqdam Atsbiyarsa Mahi dan Kak Iffah Mutmainah. Kak Siti Na’imah menggantikan Kak Yulia Musyrifa sebagai Pemangku Adat mendampingi Kak Ghulam Abdur Rahman.

Dalam sambutannya, Kamabigus IAIN Surakarta berpesan kepada pengurus baru untuk senantiasa bertanggung jawab baik kepada diri sendiri, teman dan kepada Allah SWT serta mengucapkan terima kasih kepada pengurus 2014 atas darma baktinya. Hal tersebut senada dengan sambutan KDR masa bakti 2014 dan KDR masa bakti 2015. Sertijab dan pelantikan ini dilaksanakan secara terbuka disaksikan oleh delegasi Racana se-eks Karesidenan Surakarta, IAIN Salatiga, BEM IAIN Surakarta dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Acara diakhiri dengan prosesi Upacara Adat penutupan yang menandai berakhirnya kegiatan sertijab dan pelantikan.

Selamat kepada Pengurus masa bakti 2015.

Terimakasih kepada Pengurus masa bakti 2014
Satyaku Kudarmakan Darmaku Kubaktikan
Salam Pramuka !!!

(Iffah)

SINAR – Mahasiswa pecinta alam (Mapala) Specta Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta mengadakan seminar dengan tema “Konservasi Daerah Aliran Sungai”, Kamis (22/01) bertempat di Gedung Graha IAIN Surakarta sebagai tanggapan nyata  banyaknya aliran sungai di Solo yang tercemar limbah, baik limbah tekstil maupun limbah rumah tangga.

Seminar ini juga sebagai peringatan 21 tahun Mapala Specta. Dengan menghadirkan pembicara Arief Zayyin (Manager Program Wahli Jateng), Mudhofir Abdullah (Akademisi IAIN Surakarta), dan Musthofa (Perwakilan Balai Pengawas Daerah Aliran Sungai Solo).

Empat puluh peserta yang hadir berasal dari dalam dan luar kampus IAIN Surakarta. Tujuan seminar ini yaitu agar mahasiswa peduli terhadap lingkungan bukan hanya para akademisi saja. Seminar ini merupakan serangkaian acara yang berlanjut dengan bersih sungai Balekambang (25/1), Fun Climbing (28/1), dan berakhir pada pentas hiburan musik reggae (31/1)

“Dengan adanya seminar ini diharapkan mahasiswa dapat dan mau melakukan tindakan kecil demi kebersihan lingkungan,” ujar Fijar, selaku ketua panitia rangkaian acara Specta. (Deni)

Karakter Bangsa Bukan Hanya Milik Guru

Beberapa dekade yang lalu, dunia pendidikan sedang dihebohkan akan kemunculan pendidikan karakter. Bahkan kehebohan akan pendidikan karakter ini sampai sekarang masih terus saja semarak, mulai dari buku yang berbau karakter, penelitian-penelitian, bahkan juga sampai diiklankan tentang pentingnya hal itu. Pendidikan karakter ini tidak lain ditujukan agar siswa-siswanya memiliki karakter yang positif, sampai pada akhirnya menjadikan manusia beradab dan bermoral.

Masyarakat banyak yang beranggapan bahwa guru selama ini lebih banyak mengajarkan ilmu pengetahuan saja, hal yang sifatnya kognitif. Setiap hari, murid-murid hanya dicekoki pengetahuan dan soal-soal ujian, padahal sebenarnya ada tiga ranah yang harus dibangun dan dikembangkan yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik.

Ketiga hal inilah yang pada akhirnya akan membawa manusia tersebut menjadi manusia yang benar-benar berkarakter. Ketidakseimbangan di salah satu sisinya maka akan menyebabkan dampak-dampak negatif dan hal itulah yang pada akhirnya mengakibatkan bobroknya moral di negeri ini.

Guru adalah seorang yang mengajarkan ilmu pengetahuan, tata krama dan hal-hal positif lainnya. Guru menjadi sosok yang berbeda diantara manusia yang lainnya. Ia mempunyai ilmu, kepribadian, metode di dalam mengajar, yang kita sering menyebutnya sebagai keahlian akademik pedagogik dan profesional.

Dalam istilah Jawa, figur seorang guru menempati posisi yang cukup tinggi digugu lan ditiru apapun yang dikatakan, diperbuat, dicita-citakan oleh guru berdampak juga akan ditiru oleh murid-muridnya. Dan, kemuliaan seorang guru ditentukan oleh seberapa tinggi ilmu, tata krama dan keprofesionalan seorang guru di dalam mengajarkan atau di dalam memberikan keteladanan kepada murid-muridnya.

Kalau kita boleh jujur, pendidikan karakter ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan Pendidikan Moral Pancasila, Pendidikan Agama, Pendidikan Budi Pekerti. Dengan bekal pendidikan karakter tersebut, diharapkan moral bangsa Indonesia menjadi lebih baik, bermoral dan berakhlak mulia atau dengan kata lain karakter-karakter positif telah terbentuk akan menjadikan manusia memiliki kreativitas dan inovasi yang tinggi. Sebagaimana disebutkan Dirjen Pendidikan Dasar 2011 bahwa karakter-karakter yang dimiliki suatu negara akan selalu mempengaruhi kreativitas dan inovasi yang akan dihasilkannya.

Meskipun demikian, kemunculan pendidikan karakter ini haruslah kita pahami secara komprehensif, mendalam dan kritis, agar salah satu pihak tidak merasa dirugikan bahkan disalahkan. Guru sebagaimana disebutkan di atas, akhir-akhir ini menjadi salah satu pihak yang terpojokkan dan bahkan menjadi salah satu penyebab kerusakan moral yang sedang terjadi di Indonesia ini. Kalau hal ini terus dibesar-besarkan, yang terjadi adalah saling menyalahkan.

Masyarakat haruslah menilai secara profesional sebagaimana diungkapkan oleh tokoh kita yaitu Ki Hajar Dewantoro yaitu, Ing ngarsa sung tuladha, Ing madya mangun karsa, dan Tutwuri handayani. Ketiga hal ini harus dipahami secara menyeluruh dan tidak hanya untuk guru/pendidik maupun praktisi pendidikan saja melainkan juga pemerintah dan masyarakat luas. Karena kalau hal ini hanya dibebankan pada guru saja, maka perubahan sangat mustahil terjadi.

Ing ngarsa sung tulodha berarti orang yang berada di depan harus dapat memberikan contoh-contoh yang dapat diteladani oleh generasi penerus. Orang yang berada di depan harusnya tidak dipahami secara sempit saja yaitu hanya seorang guru, melainkan setiap individu yang telah diberi kepercayaan untuk membina kelompok-kelompok/organisasi maupun individu yang secara tidak langsung tidak diberi kepercayaan.

Ing madya mangun karsa berarti setiap individu haruslah mempunyai keinginan yang kuat di dalam membangun peradaban yang berkarakter di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat. Masyarakat harus berani berlomba-lomba untuk belajar, bekerja, bermasyarakat secara tertib, disiplin dan bertanggung jawab. Keinginan yang kuat itu haruslah diwujudkan secara bersama-sama, di lingkungan rumah/keluarga, masyarakat, perkantoran, sekolah, dan lain-lain.

Tutwuri handayani berarti setiap individu mempunyai tanggung jawab serta perhatian secara pribadi maupun kelompok di dalam menjalankan perintah pemimpin. Kesiapan menerima maupun menjalankan perintah atau tata aturan akan mejadikan manusia untuk selalu berusaha sungguh-sungguh untuk mencari ilmu sebanyak-banyaknya dan memberikan saran atau kritik apabila ada peraturan yang menyimpang dari nilai-nilai yang berlaku di sebuah masyarakat. Karena kita semua menyadari bahwa manusia tidak terlepas dari salah dan lupa, tapi bukan berarti membuka peluang untuk saling menyalahkan.

Dari tiga hal di atas menunjukkan bahwa membangun karakter suatu bangsa dibutuhkan pemahaman yang mendalam serta kritis di dalam melihat/membaca teks suatu materi maupun permasalahan yang sedang terjadi. Kerja sama yang baik antara sekolah, pemerintah dan masyarakat luas akan menjadikan anak bangsa berkarakter positif, dan dengan karakter itulah yang pada akhirnya akan mendongkrak kualitas bangsa melalui kreativitas serta inovasi-inovasi yang spektakuler.

Baik-buruknya karakter suatu bangsa dipikul oleh setiap individu yang mendiami suatu bangsa tersebut. Jangan hanya berharap pembentukan karakter itu diserahkan oleh sosok guru saja, karena hal tersebut sangatlah tidaklah mungkin, apalagi menyerahkan nasib bangsa hanya pada “guru”. Yang ada hanyalah guru menjadi tempat yang paling salah dan terpojokkan.

Sebagai seorang guru, sudahkan kita berkaca kepada diri kita sendiri bahwa kita ini merupakan sosok yang dapat diteladani? Sebagai masyarakat, sudahkah masyarakat berkaca kepada diri mereka bahwa mereka juga mempunyai tugas sebagaimana seorang guru? Sebagai birokrasi pemerintah, sudahkah kita menjalankan tugas sebenar-benarnya di dalam meletakkan kebijakan-kebijakan serta menjadi sosok yang dapat dijadikan panutan masyarakat luas pula?

Tulisan ini dimuat pada Harian Joglosemar

http://joglosemar.co/2015/01/opini-karakter-bangsa-bukan-hanya-milik-guru.html

Bedah Standardisasi Akreditasi Jurnal IAIN Surakarta

SINARFakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta mengadakan bedah jurnal dengan fokus standardisasi akreditasi jurnal At Tarbawi dan jurnal sastra dan bahasa yang dimiliki oleh FITK, bertempat di gedung Pascasarjana lantai 4, Rabu (14/1).

Bedah standardisasi akreditasi jurnal ini menghadirkan Prof. Dr. H. Ali Saukah, M.A yang menyampaikan tentang kebijakan dikti tentang akreditasi jurnal elektronik dan Dr. Phil, Khoirun Ni’am selaku ketua tim akreditasi jurnal nasional di UIN Sunan Ampel Surabaya.

Dekan FITK, Dr. H. Giyoto sangat berharap bahwa kegiatan ini dapat menjadi sebuah ajang ilmiah serta mampu untuk meningkatkan kualitas akademik di FITK khususnya.  Selain itu, Giyoto juga menargetkan agar kedua jurnal yang dimiliki FITK mampu menembus skor di atas 85 atau akreditasi A sebagai jurnal internasional dan terindeks di google scholar, DOI (Digital Object Identifier), cross reference, scopus maupun thomson.

Sedangkan unsur penilaian jurnal dari dikti yang disampaikan oleh Prof. Alisaukah saat pendampingan bedah jurnal ada delapan. Kedelapan unsur tersebut adalah sebagai berikut penamaan terbitan berkala ilmiah (3), kelembagaan penerbit (4), penyuntingan dan manajemen pengelolaan terbitan (17), substansi artikel (39), gaya penulisan (12), penampilan (8), keberkalaan (6), penyebarluasan (11), dengan total skor 100. (yin)

Seminar Gerakan Cinta Rupiah

Aku Cinta Rupiah, biar Dolar Dimana-mana
Aku Cinta Rupiah, biar Dolar Merajalela…

SINAR-Kamis (8/1) bertempat di Aula Gedung. Pascasarjana Lantai 4 Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta, komunitas penerima beasiswa Bank Indonesia IAIN Surakarta menggelar seminar yang bertajuk “Easy Pay with Card, because We Love Rupiah”. Kegiatan yang diprakasai oleh Bank Indonesia ini dihadiri 150 peserta yang berasal dari mahasiswa IAIN Surakarta dan delegasi penerima beasiswa Bank Indonesia UNS.

Diawal sambutannya, Rektor IAIN Surakarta, Dr. H. Imam Sukardi menyanyikan lagu berjudul Aku Cinta Rupiah yang dipopulerkan oleh Cindy Cinora, sebuah lagu yang populer pada tahun 1997-1998 ini menjadi salah satu lagu yang menjadi jargon untuk mengajak masyarakat luas untuk mencintai mata uang rupiah yang kala itu nilai tukarnya terhadap mata uang dolar sedang terpuruk.

Rektor berharap dengan adanya seminar ini akan ada pesan moral yang dapat disampaikan oleh pemateri sehingga hasilnya nanti dapat diteruskan oleh para mahasiswa ketika terjun langsung di masyarakat nantinya. Keberadaan mata uang rupiah perlu kita hargai dengan maksimal dalam segala aktivitas perekonomian, mengingat pada tahun ini di kawasan ASEAN akan diberlakukan Masyarakat Ekonomi Asean sehingga langkah tersebut perlu dilakukan untuk menjaga kedaulatan perekonomian Indonesia. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang transaksi di Indonesia, tegasnya.

Sementara itu Nur Hidayah, ketua Komunitas Penerima Beasiswa BI IAIN Surakarta menyatakan bahwa tujuan diadakannya seminar ini adalah untuk menumbuhkan rasa kecintaan terhadap mata uang rupiah. Dengan gerakan cinta rupiah kita berharap nilai tukar mata uang rupiah yang saat ini melemah dapat kembali menguat kembali, imbuh mahasiswi semester 5 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN ini. (Mahendra)