PERAN IAIN SURAKARTA DALAM MELESTARIKAN NILAI-NILAI KEBHINNEKAAN

Oleh: Prof. Drs. H. Rohmat,M.Pd., Ph.D.
(Direktur Pascasarjana IAIN Surakarta)

 

Disampaikan pada:

ORASI ILMIAH WISUDA KE-34 IAIN SURAKARTA

8 April 2017

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahirabbil’alamiin …

  1. Yth, Ketua, sekretaris dan angta senat IAIN Surakarta
  2. Rektor IAIN Surakarta dan jajarannya
  3. YM Para undangan yang tidak dapat disebutkan satu persatu
  4. YBBH Para orangtua dan keluarga wisudawan wisudawati
  5. YDBGN Para wisudawan wisudawati

 

Selamat kepada  Para wisudawan wisudawati.

Saya ingat  berkiprah wisuda pertama, jumlah wisudawan sekitar enem puluhan. Kini enam ratusan wisudawan dalam kebhinnekaan.

 

Hadirin yang berbahagia,

A. Pendahuluan

Dekade ini,  Indonesia menekankan kepada  empat (4) pilar bangsa sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia  (NKRI). Keempat itu meliputi;

  1. Pancasila
  2. Undang – Undang Dasar 1945
  3. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
  4. Bhineka Tunggal Ika

Pancasila sebagai pilar pertama,  lahir bukan datang serta merta tetapi melalui kajian ilmiah yang dicetuskan oleh Ir. Soekarno, menjelang Indonesia berdiri pada proklamasi 17 agustus 1945. Pancasila sebagai dasar RI. Pancasila merupakan filosofi kepribadian setiap warganegara Indonesia. Untuk itu, sila pertama sampai dengan sila kelima perlu dijabarkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kelima sila itu memuat nilai-nilai mendasar  yang menuntut setiap warganegara berperilaku dalam kehidupan nyata di masyarakat. Dengan demikian, Pancasila merupakan bangunan pondasi  yang kokoh, kukuh menyangga multi dimensi nilai-nilai kehidupan (living values), dengan apresiasi kecakapan hidup (life skiill) dalam berbangsa dan bernegara Indonesia. Multi nilai-nilai  itu, melandasi seluruh aspek kehidupan berwarganegara Indonesia. Sehubungan dengan hal tersebut, maka sangat perlu bagi membangun manusia Indonesia yang paripurna  memahami eksistensi dan menjaga Pancasila.

Undang–Undang Dasar 1945, sebagai pilar kedua, dalam  kehidupan berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia.  Dalam rangka memahami dan mendalami UUD 1945, diperlukan pemahaman lebih dulu tentang  makna undang-undang dasar bagi kehidupan berbangsa dan bernegara serta  prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945. Pemahaman prinsip yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 sangat diperluka. Hal  ini mustahil melakukan  evaluasi terstruktur terhadap pasal-pasal yang dimiliki dalam batang tubuh serta barbagai undang-undang.

Pilar Negara Kesatuan Republik Indonesia. NKRI mulai dari Sabang sampai Merauke berjajar belasan ribu pulau itulah Indonesia. Tidak boleh kurang sekalipun sejengkal. Jika mungkin terpaksa terjadi,  maka jawabanya tetes darah penghabisan.  NKRI dihuni oleh ratusan juta anak bangsa Indonesia. NKRI sebagai ladang ibadah semua umat manusia. Manusia berkiprah dari berbagai latarbelakang kehidupannya. Pemahaman sangat diperlukan mengenai bentuk NKRI.

Bhinneka Tunggal Ika merupakan pilar keempat. Bahasa jawa, “sesanti” (semboyan) Bhinneka Tunggal Ika diungkapkan pertama kali oleh mPu Tantular, seorang pujangga agung kerajaan Majapahit,  berkiprah  dalam masa pemerintahan Raja Hayamwuruk, sekitar pada abad ke tigabelas  (1350-1389). Semboyan  titu diekspresi dalam karyanya, Sutasoma berbunyi “Bhinna ika tunggal ika, tan hana dharma mangrwa, ” maknanya “Berbeda-beda itu, satu (1) itu, tidak ada pengabdian yang mendua. “

Semboyan itu,  kemudian dijadikan sebagai prinsip dalam kehidupan pemerintahan kerajaan Majapahit. Hal ini untuk  mengantisipasi adanya keaneka-ragaman petunjuk yang diikuti  oleh kaum Majapahit pada waktu itu. Walaupun berbeda petunjuk tetapi tetap satu (1) dalam pengabdian.

Keempat pilar tersebut, telah menjadi kesepakatan bersama, dipahami  sebagian besar rakyat Indonesia. Namun demikian, terkesan  masih ada yang beranggapan bahwa empat pilar itu hanya sekedar ungkapan sebagai  slogan-slogan, suatu retorika menarik,  kurang esensi  dalam zaman global. Selain itu, ada juga mungkin beranggapan hanya sebagai kemenarikan berkenaan dengan  politik. Era ini memerlukan pijakan nyata bisa berdaya saing dalam kebhinnekaan.

Empat pilar dimaksud untuk dimanfaatkan sebagai landasan perjuangan dalam menyusun program kerja dan dalam melaksanakan kegiatannya. Hal ini diungkapkan lagi oleh Presiden RI ke enam pada kesempatan berbuka puasa dengan para pejuang kemerdekaan pada tanggal 13 Agustus 2010 di istana Negara.

Selanjutnya, empat pilar kebangsaan tersebut, sangat perlu dipahami untuk dikonkritkan dalam program garapan pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Hadirin,  Yth.

B. Kebhinnekaan

Secara historis dengan perspektifnya, Indonesia merupakan negara berkepulauan dalam kebhinnekaan. Kebhinnekaan merupakan super power of values. Kondisi Indonesia yang pluralistik ini menunjukkan tingginya nilai-nilai universal kehidupan berbangsa dan bernegara, bahkan menjadi pengawal nilai-nilai kehidupan bagi negara-nagara di dunia.

Indonesia terdiri dari belasan ribu pulau,  dalam  33 propinsi. Pemerintah Indonesia terus melakukan penertiban pulau yang ada di seluruh daerah dan membakukan jumlah pulau secara detil. Pada tahun 2016, pulau yang berhasil ditertibkan dan diverifikasi jumlahnya mencapai 14.572 pulau. Seluruhnya kemudian dibakukan sebagai wilayah kepulauan Indonesia. Jumlah pulau tersebut yang sudah ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) sebanyak 13.466 pulau (Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (PRL) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Bryahmantya Satyamurti Poerwadi).

Selain itu, Indonesia termasuk memiliki  10 pulau terbesar di dunia, pulau Irian, Kalimantan dan Sumatera. Indonesia juga termasuk dalam 7 keajaiban dunia,  yakni candi borobusur terletak di pulau Jawa.

Indonesia sebagai  negeri yang kaya “gemah ripah loh jinawi”. Kekayaan itu tidak sebatas pada hasil alam saja, melainkan juga pada ragam suku, bahasa, budaya,  tradisi/adat istiadat, warna kulit, agama, kepercayaan, dan mungkin faham pula. Contonya, untuk kekayaan suku bangsa, Indonesia memiliki ratusan nama suku bahkan ribuan jika dirinci hingga subsukunya. Dalam tahun 2016 yang lal;u  tercatat  sekitar 1340 jenis suku di Indonesia. Angka tersebut semakin memantapkan posisi pertama Indonesia sebagai jumlah suku bangsa terbanyak di Dunia (Wikipidia, 2016:5). Data itu, nampaknya perlu pencermatan lagi, Hal ini, Wahyu aji  (2016:2) mengungkapkan bahwa data sensus penduduk yang terakhir dilakukan oleh badan pusat statistik atau BPS Republik Indonesia, maka dapat mengetahui suku bangsa berjumlah 1.128 suku bangsa. Topografi Indonesia yang sangat strategis perlu mendapatkan perhatian serius bagi institusi berperan untuk melakukan kajian mengenai how to keep on the unity diversity.

Kajian tentang  kebhinnekaan dengan penegasan  “Mengawal Indonesia, Memelihara Kebhinekaan”, menjadikan suburnya “unity”  mengenai  Bhinneka Tunggal Ika sebagai kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam rangka memelihara nilai-nilai Pancasila merupakan  pendukung tumbuh kembangnya wawasan kebangsaan. Bahwasanya  Pancasila bila  ditinjau dalam konteks historis, maka eksistensinya melandasi tegaknya kelahiran Indonesia, dan menjadi dasar serta filosophi kepribadian bangsa dalam NKRI. Tidak sedikit  terjadi rongrongan/merongrong dasar negara RI  Pancasila, diantaranya, PKI, DI/TII, RMS dan mungkin yang masih dalam bentuk lain.

Selain itu, ada mungkin pandangan mengenai Ideologi yang mengganggu Pancasila. Misalnya, Ideologi kanan (haluan agama, radikalisme), ideologi kiri (haluan komunis/atheis),  Untuk itu, perlunya memelihara, mengawal dan menjaga  keutuhan NKRI, dengan  stabilitas, toleran, kedamaian serta kerja keras yang harmonis dalam kehidupan Bhinneka Tunggal Ika. Sehubungan dengan hal tersebut, maka sangat perlu  memelihara Nilai-Nilai Kebhinnekaan dalam bermasyarakat berbangsa Indonesia.

Dengan demikian, terasa betapa pentingnya pengawasan   peristiwa; perilaku radikalisme ke arah tendensi tertentu  golongan  berdalih  keterbukaan menyampaikan pikiran atau pendapat, bahkan mungkin berkedok menguangkapkan aspirasi rakyat dan lainnya. “Untuk itu,  perlu dibuat sistim dengan  mekanisme pengawasan, sesuai peraturan yang berlaku,  di wilayah RI. Dalam konteks ini, kebijakan umum pemerintah membina ideologi  dan urgensi persatuan dan kesatuan dalam mengawal/menjaga dan memlihara kebhinnekaan dalam NKRI.

Hadirin Yth,

C. Peran IAIN Surakarta Dalam Memelihara Nilai-Nilai Kebhinnekaan

UUD 1945, pada alenia ke empat berbunyi:

Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, maka disusun Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 Bab II Pasal 6 Tentang Pendidikan Tinggi (PT), poin  b mengenai penyelenggaraan PT disebutkan bahwa demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai agama, nilai budaya, kemajemukan, persatuan, dan kesatuan bangsa.

Demikian halnya  Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2015, Tentang Penerimaan Mahasiswa Baru Program Sarjana Pada Perguruan Tinggi  Keagamaan Islam Negeri Bab III mengenai  Penerimaan Mahasiswa Baru Pasal 4 poin a  menyebutkan bahwa: Adil; tidak membedakan agama, suku, ras, jenis kelamin, umur, kedudukan sosial, kondisi fisik, dan tingkat kemampuan ekonomi calon mahasiswa, dengan tetap memperhatikan potensi dan prestasi akademik calon mahasiswa dan kekhususan program studi di perguruan tinggi yang bersangkutan.

PTKIN bukan sebagai menara gading, juga tidak seperti kerucut, tetapi bagaikan kawahcandradimuka generasi anak bangsa usia muda. Ir.  Soekarno presiden RI pertama menegaskan  sesuatu mengenai pemuda yang nampak realitasnya yakni “ Beri aku sepuluh  pemuda, niscaya ku guncang dunia”. Dalam pada itu,  Marzuki Wahid (2016) menulis bahwa ungkapan heroik itu, menunjukkan bahwa pemuda menempati bagian  strategis,  sekaligus menumbuhkan semangat  bagi  pemuda hingga saat ini.  Demikin halnya para  alumni dan para wisudawan termasuk usia muda telah  mentas atau melewati  dari penggodokan kawahcondrodimuko.

Untuk itu, potensi pemuda perlu dicermati  dua nilai yakni: melakukan segala sesuatu yang produktif, konstruktif, dan transformatif secara disiplin serta kejujuran.  Sebaliknya, perlu dihindari nilai  dari destruktif, anarkis, arogansi, perbuatan melempar batu sembunyi tangan, persekongkelan, blackcampaign, memperumit hubungan kerja, memaki, menyalahkan orang lain,  egoistik dan mungkin bahkan teroris (Adaptasi,  Marzuki Wahid, Blakasuta, 2016). Anak bangsa generasi pada usia ini juga memiliki idealisme yang kuat, cara pandang bertumpu keilmuan, pengembangan potensi diri, berdaya saing dan mempunyai sikap berbangsa dan bernegara dalam kebhinnekaan. Keanekaragaman suku bangsa dan budaya Indonesia merupakan realitas historis dan sekaligus realitas sosio-kultural, dan kehadirannya atas takdir Allah SWT. (Agus SB, 2016,). Keragaman Indonesia sebagai kekayaan yang tidak ada dan tidak terjadi di negara lain. Kebhinnekaan  merupakan  kekayaan yang tidak ternilai. LVRI (2017:1) berharap kepada semua anak bangsa tetap melakukan pengawalan terhadap keutuhan NKRI yang terdiri dari berbagai suku, golongan dan agama ini.

Kedua nilai tersebut, bagi PTKIN termasuk IAIN Surakarta mempunyai peran strategis akademis dalam kebhinnekaan. Kebhinekaan merupakan kenyataan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk itu, IAIN Surakarta yang di dalamnya sudah nampak  keanekaragaman,   sangat perlu memperhatikan semua aktivitas mengarah kepada   pentingnya menumbuhkembangkan secara terus menerus dalam wawasan kebangsaan Indonesia

Kebhinekaan merupakan embrio pluralistik. Keghinnekaan  umat manusia bukan hal baru, tetapi telah lama mempunyai wadah yang khas  dalam Islam. Islamlah yang menegaskun keanekaragamaan manusia. Ini nampak diisyaratkan secara gamblang tentang suku bangsa, bahasa, kedudukan sosial dan keyakinan. sebagaimana Allah SWT. berfirman:

Artinya, Hai manusia, sungguh Kami telah menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan serta menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kalian saling mengenal. Sungguh orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kalian. Sungguh Allah Maha Tahu lagi Maha Mengenal (QS al-Hujurat [49]: 13).

Seterusnya, Imam Ibnu Jarir ath-Thabari menjelaskan bahwa lafal li ta’ârafû bermakna: agar sebagian kalian saling mengenal sebagian yang lain dalam nasab. Allah SWT berpesan, “Sungguh Kami menjadikan bangsa-bangsa dan suku-suku ini untuk kalian, wahai manusia, agar kalian saling mengenal satu sama lain dalam ikatan kekerabatan, bukan untuk keunggulan bagi kalian, tetapi kekerabatan yang mendekatkan kalian kepada Allah. Justru yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling takwa kepada Allah.”

Ada pandangan dari yang berkompeten bahwa, wilayah kekuasaan kaum Muslim sejak rentangan zaman Nabi saw. sampai  Kholifah Utsmaniyah meliputi Jazirah Arab, benua Afrika, Asia hingga Eropa. Ulama Islam terdiri dari beragam etnis. Imam al-Bukhari berasal dari kawasan Desa Bukhara di Uzbekistan, Rusia. Imam Ibn Hazm berasal dari Cordoba, Spanyol, Imam an-Nawawi berasal dari Damaskus, Syam. Ada juga Imam an-Nawawi al-Bantani yang berasal dari Serang, Banten.

Selain Imam an-Nawawi al-Bantani, ada juga Syaikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi yang juga asli Nusantara. Keduanya sama-sama pernah menjadi imam besar dan mufti di Masjidil Haram. Mereka memimpin shalat dan memberikan fatwa bagai ribuan jamaah yang berasal dari mancanegara, termasuk keturunan Arab dan suku Quraisy. Disamping  perbedaan suku bangsa dan warna kulit, Islam juga menegaskan adanya perbedaan strata sosial-ekonomi sebagai anugerah dari Allah SWT. Hal demikian, tidak bisa dipungkiri, dengan iradah-Nya, manusia diciptakan memiliki perbedaan kekayaan, tingkat pendidikan dan profesi. Allah SWT telah menetapkan rezeki di antara manusia dan membagi kedudukan manusia karena rezeki yang telah Ia berikan. Allah SWT berfirman:

نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۚ

وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ

بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا ۗ

Artinya, Kami telah menentukan di antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia serta telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat agar sebagian mereka dapat memanfaatkan sebagian yang lain (QS az-Zukhruf [43]: 32).

Penjelasan dari yang berkompeten bahwa, Islam merupakan  sistem kehidupan yang telah menjamin kebersamaan dan keadilan bagi semua manusia. Dengan demikian, tidak timbul bahkan tidak ada kesenjangan juga tidak ada arogansi warga mayoritas, juga kepada kaum minoritas. Islam mengayomi secara totalitas tentang keimanan masyarakat, tidak hanya untuk  umat manusia muslim muslimah melainkan  juga manusia yang tidak memeluk Islam. Islam memberikan tuntunan yang indah dalam bingkai kenyamanan kehidupan bagi umat muslim, agar  tidak  memaksa manusia yang bukan muslim supaya masuk agama Islam, kecuali muncul dari  hati nurani dengan pemahaman  dakwah yang terbuka. Allah SWT berfirman:

 لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ

Artinya, Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam). Sungguh telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat (QS al-Baqarah [2]: 256).

Lebih meneduhkan lagi bagi manusia bahwa umat muslim  dilarang melakukan penghinaan  aqidah  juga berkenaan dengan simbol suatu agama. Sebagaimana Allah SWT. berfirman:

وَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا

اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ

Artimya, Janganlah kalian memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan (QS al-An’am [6]: 108).

Kehidupan kebhinnekaan, tidak hanya sekarang melainkan juga sudah berabat-abat yang lalu. Hal ini merupakan dokumen yang ditulis dengan tinta surga, memiliki makna dalam dan luas secara histories di dunia.  Tidak ada kesenjangan,  diskriminasi, pengkotak-kotakan, berperilaku untuk suatu  kelompok tertentu mungkin dalam kelompoknya. Sebaliknya, justru keharmonisan  kebersamaan dalam kehidupan kebhinnekaan.

Nilai-nilai kebhinnekaan sebagaimana dalam kajian di atas, maka IAIN Surakarta seyogyanya melakukan peningkatan  penajaman wawasan kebangsaan Indonesia. Apa yang sudah dilakukan  oleh  IAIN Surakarta dalam kebhinnekaan Indonesia? Apa kesiapan IAIN Surakarta dalam melestarikan nilai-nilai kebhinnekaan?

IAIN Surakarta memiliki potensi yang kuat telah diapresiasi dalam kiprahnya secara akademik baik di NKRI maupun kancah global dalam kebhinnekaan. Eksistensi kampus ini secara topografis hitoris disinyalir dulunya wilayah lingkungan kerajaan Pajang dengan raja Sultan Hadiwijoyo murid Sunan Kalijogo memiliki perjuangan dakwah islamiyah dalam kebhinnnekaan.  Sejalan dengan perkembangan era, saat ini IAIN Surakarta tidak hampa untuk  olah pikir, olah roso, dan olah rogo berkiprah membangun peradaban dalam kebhinnekaan Indonesia. Hal ini nampak dari seluruh sivitas akademika secara harmoni menjalankan aktivitas dalam keberagaman.

Dalam sosialisasi pada rekrutmen calon mahasiswa dari Sabang sampai Merauke bahkan ke manca negara  mengenal kebhinnekaan. Selanjtnya, proses  pendidikan dan pengajaran bermuatan  nilai-nilai kebhinnekaan ditumbuhkan secara kurikuler. Pengabdian kepada masyarakat juga dilakukan sinergi dengan keberagaman yang khas dan unik  di masyarakat. Demikian pula penelitian dikerjakan atas fenomena yang terjadi dalam dinamika fokus persoalan di masyarakat yang penuh keanekaragaman. Begitu juga, para alaminya, termasuk para wisudawan wisudawati telah menunjukkan prestasi yang dibangun dengan nilai-nilai akademik, dinamik, kreatif, disiplin, kejujuran,  kesantunan,  kecakap dan berakhlak mulia dalam kebhinnekaan bangsa.

Seterusnya, IAIN Surakarta jangan terlalu lelap  tidur, perlu bangkit, mempunyai greget, gembregah dan gembregut untuk  bersua.

Sebagai wujud anak bangsa bakti nyata, Kami  mengungkapkan  bahwa,  kami memiliki keanekaragaman bunga, kami mempunyai bunga mawar, kami berikan bunga mawar kepada bangsa, kami mempunyai bunga cempaka, kami berikan bunga cempaka kepada negara, kami mempunyai bunga mlati, kami berikan bunga mlati kepada ibu pertiwi, dan kami mempunyai bunga kambuja, kami berikan bunga kambuja  dengan rela sekalipun di bawah pohon kambuja sebagai bakti anak bangsa kepada Indonesia dalam kebhinnekaan.

Demikian indahnya sivitas akademika IAIN Surakarta berkiprah membangun generasi ilmiah, penuh dengan kode etik, cakap, teduh, berbudaya, membumikan   nilai-nilai Alqur’an dalam kehidupan berwawasan kebhinnekaan bangsa.

Sesudah IAIN Surakarta nampak kiprahnya dalam keberagaman, bukanlah selesai, tetapi perlu peningkatan  penajaman untuk  kesiapan dalam melestarikan nilai-nilai kebhinnekaan. Hal ini sangat relevan melakukan reorientasi mengenai perannya pada zaman global dalam kebhinnekaan ini. Misalnya; penataan semua komponen sistem akademik  mulai dari kebijakan sampai dengan operasional teknis apapun direncanakan berwawasan nilai-nilai kebhinnekaan bangsa Indonesia. Selain itu, perlu merencanakan program tentang  peran serta mengkomunikasokan kebijakan pemerintah dengan dunia akademis bagi pemahaman pembangunan bangsa di masyarakat  dalam kebhinnekaan.

Dengan demikian,  IAIN Surakarta tidak perlu diragukan perannya  dalam melestarika nilai-nilai kebhinnekaan, walaupun mungkin  terdapat keterbatasan. Itulah darma bakti kami yang tidak pernah padam untuk Indonesia,  Bhinneka Tunggal Ika. Berbeda-beda tetapi tetap satu NKRI.

D. Penutup

Penyelenggaraan Tridarma PT  PTKIN, terutama  IAIN Surakarta memiliki orientasi berwawasan kebhinnekaan. Peran IAIN Surakarta bukan hal baru barkiprah sehari-hari dalam memelihara nilai-nilai kebhinnekaan, termasuk para alumni dan para wisudawan wisudawati. Selamat dan sukses dalam keghinnekaan berbangsa dan bernegara Indonesia.

Sekian,

Terimakasih,

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Prof. Drs. H. Rohmat, M.Pd., Ph.D.

MELEK ENERGI NASIONAL- KUASA PARA MAFIA

Oleh: Dr. H. Mudofir, S.Ag., M.Pd
(Rektor IAIN Surakarta)

(Disarikan dari proses FGD PBNU bekerjasama dengan IAIN Surakarta hadirkan ekonom Faisal Basri, dan pengayaan penulis, Tema “Menegakkan Kedaulatan Energi NKRI”, Sabtu 4 Maret 2017)

Energi nasional kita dikuasai para mafia. Setelah puluhan tahun dikapling-kapling dengan para elit politik dan para komprador asingnya, kini pemerintah sedang getol munculkan UU migas untuk kepentingan nasional. Sayangnya, kata Faisal Basri, deposit migas kita tinggal sedikit yang akan habis dalam 15 tahun untuk minyak dan 37,5 tahun untuk gas. Pemerintah Jokowi sangat serius membenahi migas yang selama ini berputar di antara kelompok elit secara oligarkis, meskipun sulit dan terlambat. Faisal berharap NU sebagai civil society dapat menyorongkan gagasan strategis untuk membantu pemerintah dalam menegakkan kedaulatan energi. Kepentingan nasional harus dilindungi dengan mengawasi kebijakan pemerintah di bidang energi untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat.

Yang menarik, Faisal menyatakan bahwa UUD 1945 sudah tidak memadai lagi ketika menyebut “Bumi, air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Mengapa? Karena dalam frasa itu tidak menyebut udara. Padahal udara sekarang telah dikapling-kapling kepada sejumlah orang. Apa yang disebut “frekuensi” kini sudah dimiliki beberapa orang saja lewat TV-TV swasta. Siapa yang berhak menguasai frekuensi yang adalah udara terbuka di atas tanah pertiwi? Ini yang tidak banyak orang tahu, bahwa frekuensi adalah milik rakyat. Dan kini telah terbagi-bagi di antara penguasa dan pengusaha tanpa pernah dikritik oleh banyak kalangan. Selanjutnya, Pertamina sebagai satu-satunya perusahaan milik negara juga dipenuhi para mafioso. Migas adalah satu-satunya komoditas yang paling menguntungkan dan telah menjadi darah yang mengalirkan energi pembangunan, termasuk sektor pendidikan. Jika migas hanya mengalir ke kantong-kantong para elit secara oligarkis, maka distribusi pembangunan akan tersendat dan BBM akan terus naik. Tidak ada rumusan, kapan harga migas harus naik dan kapan harus turun. Pemerintah dan Pertamina menyembunyikan rumus itu sehingga sulit untuk dikontrol.

Tambahan lagi, Pertamina tidak menjual saham ke luar negeri (tidak go public) dengan alasan menjaga kedaulatan. Arti kedaulatan bukanlah “memiliki” tapi mengendalikan. Memiliki tanpa pengembangan maka berarti jatuh ke etatisme. Dengan go public Pertamina akan diawasi secara cermat oleh asing yang punya saham maksimal 20%. Ternyata ada agenda tersembunyi mengapa Pertamina tidak go public. Menurut Faisal agar para mafioso bebas “menggerayangi” keuntungan-keuntungan migas yang luar biasa besar. Siapa berani memberantas para mafia yang terdiri dari para elit pesohor partai politik negeri ini? Para elit justru lebih tertarik mempersulit tunjangan guru besar, ketimbang menegakkan benang kusut migas.

PEMASARAN PENDIDIKAN TINGGI: TELAAH AWAL

Oleh: Dr. Muhammad Munadi, M.Pd
(Wakil Rektor II, Bidang Administrasi Umum, Perencanaan dan Keuangan)

Ada hal yang menarik ketika akan  memasuki  pintu gerbang di Bandara Internasional Adi Sumarmo Surakarta. Di tempat itu ada baliho besar terpampang advertising salah satu Perguruan Tinggi Australia. Ternyata perguruan tinggi asing sudah menawarkan jasanya di luar negeri bahkan di kota selain kota besar Indonesia.  Sementara Perguruan tinggi di daerah Solo hampir tidak ada yang memasang papan iklan di dekat bandara. Iklan ini menunjukkan bahwa ada potensi besar calon mahasiswa perguruan tinggi Australia berasal dari Solo dan tidak begitu saja  mengandalkan promosi melalui internet. Pertanyannya menjadi dua hal apakah masyarakat Solo masih belum mengandalkan sesuatu melalui internet atau masih menguatnya anggapan bahwa orang solo belum begitu akrab dengan promosi perguruan tinggi melalui internet. Dua pertanyaan ini memang belum ada penelitian sehingga sifatnya masih asumsi.  Sementara menurut penelitian Kristian Starck dan Shahriyar Hossein Zadeh (2013) menunjukkan bahwa lembaga-lembaga pendidikan tinggi di Thailand untuk menarik mahasiswa asing melalui pemasaran online dilakukan melalui web page, teknologi informasi, dan kehadiran fisik di beberapa event, open house dan kegiatan sosial. Dengan demikian reputasi dan citra perguruan tinggi terangkat. Temuan  ini  berbeda dengan kenyataan bahwa salah satu perguruan tinggi di Australia masih memanfaatkan baliho yang terpasang di arah pintu masuk bandara di Solo. Sementara Glorija Sarkane dan Biruta Sloka (2015) menyatakan  bahwa  persaingan  perguruan  tinggi  di seluruh dunia menjadikannya  mencari cara yang paling efisien untuk menarik calon mahasiswa. Dua kenyataan  tersebut menunjukkan bahwa persaingan yang keras dan terbuka di lembaga pendidikan menjadikannya harus berfikir ulang cara mempromosikan lembaga bisa secara lisan, cetak, elektronik, serta dunia maya. Kesemuanya efektif dan efisien tergantung ceruk pasar yang dibidik.

Melihat baliho besar  tersebut perguruan  tinggi  di sekitar Solo harus segera tanggap terhadap model promosi dan beriklan baik di dalam maupun luar negeri. Dilihat dari ceruk pasar memang ada perbedaan antara perguruan tinggi dalam negeri dengan luar negeri. Akan tetapi perlu juga dipikirkan bahwa perguruan tinggi dalam negeri terutama di Solo Raya harus belajar marketing dengan perguruan tinggi luar negeri. Perguruan tinggi luar negeri berupaya merebut pasar Indonesia yang sangat luas dikarenakan dari jumlah potensi pasar usia lulus sekolah menengah atas/kejuruan sangat besar akan tetapi yang melanjutkan ke perguruan tinggi sangat kecil. Fasli Jalal (2008) memberikan gambaran sebagai berikut:

Tabel 1  APK Perguruan Tinggi

Component 2007 Male : Female
19 – 24 cohort 25.350.900 0,95
Public HEI 978.739 0,87
Private HEI 2.373.223 0,81
In Service TE 47.253 0,81
Islamic HEIs 506.247 1,01
Open University 450.849 1,63
Total Students 4.375.505 0,94
GER 17,26%

Potensi pasar yang belum masuk perguruan tinggi sebesar hampir 20 juta orang. Hal ini sangat menggiurkan bagi semua perguruan tinggi baik negeri maupun swasta di dalam dan luar negeri. Pangsa pasar yang luar biasa besar menjadikan maklum kalau ada perguruan tinggi luar negeri mempromosikan jasanya ke masyarakat Solo Raya. Perguruan tinggi Australia ini pasti sudah melihar peta kompetisi di Solo Raya yang memiliki perguruan tinggi yang banyak seperti dalam tabel berikut:

Tabel 2. Perguruan Tinggi di Solo Raya

No Jenis Status Jumlah
Negeri Swasta
1. Politeknik 1 5 6
2. Akademi 0 28 28
3. Sekolah Tinggi 0 13 13
4. Institut 2 0 2
5. Universitas 1 10 11

Tabel tersebut menunjukkan kompetisi di Solo Raya sangat ketat ditambah pesaing dari luar negeri. Melihat kenyataan tersebut Perguruan Tinggi di Solo Raya perlu mempertimbangkan pendapat Rexford Owusu Okyireh. (2016) dari hasil penelitian pemasaran perguruan  tinggi di Ghana. Perguruan tinggi  harus menawarkan superior value pada calon. Selain itu perlu dipikirkan bagi perguruan tinggi terutama berkaitan harga, reputasi, lokasi dan program studi yang ditawarkan.

Pemasaran Perguruan Tinggi

Marketing pendidikan merupakan marketing bidang jasa yang sangat berbeda dengan marketing barang. Perguruan tinggi semestinya sudah tidak kaku lagi kaitannya dengan pangsa pasarnya yang terbatas pada konsumen fanatik, tetapi harus meluas pada konsumen potensial. Cakupannya juga tidak hanya di dalam negeri tetapi harus meluas ke seluruh negara yang ada di peta dunia. Disinilah diperlukan pemahaman atas bauran marketing (marketing mix), meliputi: Premium, Programme, Prospectus, Price, Prominence, People, dan  Promotion. Bauran  pemasaran  pendidikan menurut  Jonathan Ivy (2008) digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Business School 7P Marketing Mix

Gambaran tersebut kalau dibuat matriks sebagai berikut:

Tabel 3. Bauran Pemasaran dan Ruang Lingkupnya

No Bauran Pemasaran Ruang Lingkup
1 Premiums Accomodation, modules, exchange programmes, computer facilities, residential requirements, class sizes
2 Programme Range of electives, range of majors
3 Prospectus Hardcopy of the prospectus, direct mail
4 Price Payment arrangement, tuition fees, flexible tuition approaches, programme duration
5 Prominence Academic staff reputation, league table, on-line information
6 People Face to face tuition, personal contact, open days
7 Promotion Press advertising, Publicity, Electronic marketing

Tabel dan gambar di atas menunjukkan bahwa ada banyak hal yang harus digarap oleh Perguruan Tinggi  berkaitan dengan perbaikan mutu ruang lingkup bauran pemasarannya. Semakin bermutu ruang lingkup yang ada menjadikan memudahkan mendapatkan tambahan calon mahasiswa yang banyak sekaligus memudahkan  seleksi dari para pendaftar yang bermutu juga. Bauran  tersebut  jika disandingkan dengan sumber daya dalam  manajemen, maka marketing lembaga pendidikan meliputi :

Tabel 4. Sandingan antara Sumber Daya Manajemen dan Marketin Mix

Sumber Daya Bauran Pemasaran
Man People, Prominence
Money Price
Material Premiums
Method Prospectus
Machine
Market Prospectus, Promotion
Minute
Knowledge Programme

Persandingan tersebut menunjukkan bahwa ketika bauran pemasaran digarap semakin bermutu menjadikan peningkatan mutu sumber daya dalam manajemen. Wallahu a’lam.

Daftar Pustaka

Buchari Alma. 2003. Pemasaran Strategik Jasa Pendidikan. Bandung: Alfabeta

Glorija Sarkane, and Biruta Sloka. (2015). Factors Influencing the Choice of Higher Education Establishment for Marketing Strategies of Higher Education. Economics and Business 2015/27. https://www.degruyter.com/downloadpdf/j/eb.2015.27.issue-1/eb-2015-0012/eb-2015-0012.xml
Jonathan Ivy. (2008). A New Higher Education Marketing Mix: The 7Ps For MBA Marketing. International Journal of Educational Management Vol. 22 No. 4, 2008 pp. 288-299 q Emerald Group Publishing Limited 0951-354X DOI 10.1108/09513540810875635.
Kristian Starck and Shahriyar Hossein Zadeh. (2013). Marketing within higher education institutions – A case study of two private Thai universities. http://www.diva-portal.org/smash/get/diva2:625908/fulltext02
Lupiyoadi, Rambat. (2001). Manajemen Pemasaran Jasa Teori dan Praktek. Jakarta :Salemba Empat.
Management Sudy Guide.  (2017). The 7 P’s of Services Marketing. http://www.managementstudyguide.com/seven-p-of-services-marketing.htm
Rexford Owusu Okyireh. (2016). Marketing Of Higher Education In Ghana. Proceedings of INCEDI 2016 Conference 29th-31st August 2016, Accra, Ghana. http://www.incedi.org/wp-content/uploads/2016/11/MARKETING-OF-HIGHER-EDUCATION-IN-GHANA-OKYIREH-R.O..pdf

MENGAWAL PERGURUAN TINGGI YANG BERMUTU SECARA MENYELURUH

Oleh: Dr. Muhammad Munadi, M.Pd
(Wakil Rektor II, Bidang Administrasi Umum, Perencanaan dan Keuangan)

PENGANTAR

Akhir tahun 2016, IAIN Surakarta memberlakukan secara resmi semua program dan kegiatan mulai tahun anggaran 2017 harus mengacu pada pada implementasi good and clean university governance. Acuannya pada dua hal, yaitu: pencapaian standar akreditasi program studi dan institusi serta pencapaian perencanaan strategis (visi, misi dan tujuan) lembaga dan mengacu pada audit atas ketetaatan peraturan keuangan negara. Acuan pertama merujuk pada ketentuan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT). Lembaga yang mengaudit adalah Lembaga Penjaminan Mutu IAIN Surakarta. Sedangkan acuan kedua memakai ketentuan audit yang diselenggarakan oleh Inspektorat Jendral dan Badan Pemeriksa Keuangan. Lembaga yang mengaudit acuan kedua adalah Satuan Pengawasan Internal (SPI). Pada awalnya semua fakultas, lembaga dan UPT pada awal tahun 2016 diminta memetakan kegiatan tahun 2016 yang termuat dalam dokumen POK/RKAKL sesuai denga dua acuan tersebut. Dirasa kurang optimal, maka pada rapat kerja untuk kegiatan/program 2017 diberlakukan standar tersebut.

KUALITAS PERGURUAN TINGGI

Mutu sebuah perguruan tinggi ditentukan tidak hanya oleh berjalannya tri dharma perguruan tinggi yang meliputi dharma pendidikan dan atau pengajaran, penelitian, serta pengabdian masyarakat. Tiga dharma ini disebut bermutu ketika sudah diaudit secara internal oleh lembaga yang disebut lembaga penjaminan mutu. Mutu tersebut belum bisa dikatakan menyeluruh ketika hanya bidang akademik saja yang diaudit, maka diperlukan audit mutu bidan non akademik. Bidang ini meskipun sebagai supporting  dalam penyelenggaraan pendidikan tetapi perannya juga menjadi penentu berkualitasnya penyelenggaraan pendidikan. Hal ini sesuai dengan  amanat Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan. Peraturan ini diperbaiki oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia  No. 32 tahun 2013 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan dan diperbaiki lagi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Ketiga peraturan ini mengatur standar minimal mutu lembaga pendidikan. Standar tersebut meliputi: Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar Proses, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Standar Sarana dan Prasarana, Standar Pengelolaan, Standar Pembiayaan, dan Standar Penilaian Pendidikan. Delapan standar ini untuk perguruan tinggi  ditambah standar penelitian dan standar pengabdian kepada masyarakat yang diatur dalam Peraturan Menteri Ristek Dan Dikti No 44 Tahun 2015.

Standar tersebut kalau dipetakan sesuai dengan tugas dua lembaga yang ada di perguruan tinggi sebagai berikut:

Lembaga Ranah Awal Standar 
LPM Akademik Standar Kompetensi Lulusan,
Standar Isi,
Standar Proses,
Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan,
Standar Pengelolaan,
Standar Penilaian Pendidikan.
Standar Penelitian
Standar Pengabdian
SPI Non Akademik Standar Proses,
Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan,
Standar Sarana dan Prasarana,
Standar Pengelolaan,
Standar Pembiayaan

Peta tersebut menunjukkan bahwa ada dua standar yang menjadi tugas dua lembaga sekaligus, yaitu: standar proses, serta standar pendidik dan tenaga kependidikan.

PROBLEM MENDASAR IMPLEMENTASI

Implementasi untuk taat pada kebijakan Institusi, pemerintah serta BAN PT selalu berbentur pada kenyataan bahwa masih banyak stakeholder kurang well-informed atas kebijakan tersebut. Kenyataan ini sesuai pengertian Budi Winarno (2005:17) tentang Kebijakan Publik menurut Budi Winarno (2005: 17) adalah kebijakan yang dikembangkan oleh lembaga-lembaga pemerintah dan pejabat-pejabat pemerintah yang dipengaruhi oleh aktor-aktor dan faktor-faktor bukan pemerintah. Pernyataan tersebut secara jelas menunjukkan banyak faktor yang menentukan sebuah kebijakan bisa berjalan yaitu pemerintah, Aktor-aktor dan faktor di luar pemerintah

Pekerjaan rumah bagi stakeholder IAIN Surakarta adalah pemberian informasi dalam bentuk cetak maupun elektronik tentang peraturan/kebijakan yang dikeluarkan oleh IAIN sendiri maupun pemerintah baik BAN PT, serta Menteri Keuangan. Informasi tersebut meliputi: informasi perencanaan strategis (renstra), rencana induk pengembangan (RIP) dan Pola Ilmiah Pokok (PIP) tingkat IAIN, Fakultas/Lembaga/UPT, dan Program Studi, serta informasi tentang  Standar akreditasi institusi perguruan tinggi/program studi  terdiri atas tujuh  buah, yaitu: Standar 1.   Visi, misi, tujuan dan sasaran, serta strategi pencapaian, Standar 2.   Tata pamong,  kepemimpinan, sistem pengelolaan, dan penjaminan mutu, Standar 3.   Mahasiswa dan lulusan, Standar 4.   Sumber daya manusia, Standar 5.   Kurikulum, pembelajaran, dan suasana akademik, Standar 6.   Pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sistem informasi, serta Standar 7.   Penelitian,  pelayanan/pengabdian kepada masyarakat, dan kerjasama. Kedua informasi ini menjadi domain Lembaga Penjaminan Mutu untuk bisa dipahami dan diimplementasikan oleh semua stakeholder perguruan tinggi. Untuk informasi yang menjadi domain SPI adalah informasi terutama berkaitan dengan Peraturan Menteri Keuangan tentang Standar Biaya Masukan (SBM) maupun Standar Biaya Khusus (SBK). Jika semua stakeholder memahami dan melaksanakan tuntutan LPM dan SPI semestinya akan terwujud good and clean university governance.  Semoga

 

Daftar Pustaka

Budi Winarno. (2005). Kebijakan publik: teori dan proses. Yogyakarta: Media Pressindo.
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia  No. 32 tahun 2013
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan

SELEBRASI SUJUD SYUKUR, DAN PENGEMBANGAN PERGURUAN TINGGI KEAGAMAAN ISLAM

Oleh: Dr. Muhammad Munadi, M.Pd
(Wakil Rektor II, Bidang Administrasi Umum, Perencanaan dan Keuangan)

Ekspresi syukur bisa sangat beragam dilakukan setiap manusia baik beda profesi maupun beda agama. Begitupula termasuk variasi pengalaman keagamaan maupun kesadaran beragama akan berbeda cara mengungkapkan  rasa terima kasihnya pada Sang Maha Kuasa. Yang paling banyak komentar dan terlihat di media elektronik dan banyak diulas di dunia maya adalah rasa syukur dengan selebrasi sujud syukur yang dilakukan oleh atlet olah raga. Sampai saat ini yang paling menarik ekspresi syukur yang dilakukan oleh pemain olah raga muslim baik secara individual maupun bersama berbentuk selebrasi sujud syukur. Yang sangat banyak terjadi pada pertandingan ketika memasukkan bola ke gawang lawan seperti yang terjadi di cabang olah raga sepakbola. Selebrasi sujud syukur tidak hanya dilakukan olahragawan tingkat nasional, namun juga internasional. Tingkat internasional dilakukan olahragawan seperti Fernando Tores pemain Atletico Madrid, Mohamed Salah (Chelsea), Arda Turan (Barcelona), Demba Ba (Chelsea), Thiery Henry (Arsenal), Pappis Demba Cisse (New Castle United), Sulley Ali Muntari (Milan), Abou Diaby (Arsenal), dan Karim Ait-Fana (klub asal Prancis, Montpellier). Pemain tersebut melakukan sujud syukur secara sendirian . Berbeda dengan pemain nasional ketika Piala AFF melakukan selebrasi sujud syukur beberapa orang seperti dilakukan oleh Andik Firmansyah tahun 2016 termasuk ketika memenangkan final leg pertama, Muhammad Hargianto dan Evan Dimas beserta Ravi Murdiyanto pada AFF tahun 2013. Selain itu olahragawan lain juga melakukan sujud syukur ketika memenangkan lomba seperti Heri Fadli, pegulat Jawa Barat berhasil menambah medali emas pada laga Pekan Olahraga Nasional (PON) XIX. Begitupula yang dilakukan pemain muda Indonesia, Ihsan Maulana Mustafa yang lolos ke semifinal turnamen BCA Indonesia Open Super Series Premier 2016. Pemain American Football, Husain Abdullahmelakukan selebrasi sujud syukur saat klubnya Kansas City Chiefs memenangkan pertandingan melawan New England Patriots. Atlet muslim berkulit hitam asal Inggris Mohamed Farah sukses memenangi final lari maraton 10.000 meter di ajang Olimpiade Rio 2016 dengan merayakan kemenangannya dengan selebrasi sujud syukur.

Pertanyaannya kira-kira apa bedanya sujud syukur antara olahragawan/olahragawati dengan yang lainnya? Orang akan berbeda pendapat. Ada yang menyatakan tidak ada bedanya. Ada yang menyatakan ada bedanya. Beda lagi kalau dilihat dari sisi afektif dan spiritual. Ada yang sangat berbeda perspektifnya.

Terlepas itu semua, mereka adalah muslim yang mengekspresikan secara spontan rasa terima kasihnya dengan cara tersebut. Mereka pastinya paham dengan cara itu ada energi harapan seperti dalam Qur’an Surat Ibrahim ayat 7 yang artinya, Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu menginformasikan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”. Selain itu juga memahami bagaimana Allah memberikan gambaran bahwa surat Arrahman sebanyak 31 kali ayat yang menyatakan Fa bi ayyi ālā’i Rabbikumā tukażżibān (Maka nikmat Tuhan manakah yang engkau dustakan?).

Rasa syukur semestinya tidak hanya dirasakan dalam hati tetapi juga harus ditampakkan pada orang lain seperti pernyataan dalam Al Mufradat fi Gharibil Qur’an halaman 256 yang menyatakan :

الشُّكْرُ هُوَ تَصَوُّرُ النِّعْمَةِ وَإِظْهَارُهَا

“Syukur itu adalah ungkapan dalam benak tentang nikmat dan menampakkannya ke permukaan”.

Selebrasi sujud syukur yang ditampilkan oleh olahragawan/olahragawai muslim merupakan perwujudan rasa syukur. Hal tersebut menunjukkan bawah selebrasi sujud syukur disamping ada unsur fiqh tetapi juga unsur dominan akhlaq sekaligus dakwah. Implikasinya juga jauh bagi perkembangan Islam.

Inspirasi Pengembangan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam

Adanya unsur dakwah di dalam olah raga menjadikan perlunya pemikiran pendirian jurusan/program studi olah raga atau minimal pendidikan olah raga. Selama ini jurusan/program studi ini hanya ada di perguruan tinggi bekas Institu Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) atau ada di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP). Kedua lembaga ini milik pemerintah dan masih sedikit perguruan tinggi swasta yang mendirikan jurusan ilmu keolahragaan ataupun jurusan pendidikan olah raga. Bahkan jenjangnya tidak hanya strata 1, tetapi juga strata 2 dan strata 3. Perguruan tinggi bekas IKIP memiliki Fakultas Pendidikan Olah Raga dan Kesehatan (FPOK) atau Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK). Prodi yang ada biasanya adalah Pendidikan Jasmani dan Kesehatan (PJK), Pendidikan Kesehatan dan Rekreasi (PKR), Pendidikan Kepelatihan Olahraga (PKO), Ilmu Keolahragaan dan Pendidikan Guru Jasmani Sekolah Dasar.

Sepertinya jurusan/program studi ini juga tidak diminati UIN untuk didirikan. Sementara kebutuhannya sangat banyak. Kalau dilihat dari program studi umum yang didirikan oleh UIN tidak ada yang mendirikan program studi ini. Ini perlu dipikirkan dan diimplementasikan oleh IAIN Surakarta. Disamping itu olah raga dianjurkan oleh salah satu hadits yang diriwayatkan oleh imam an-Nasa’i. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

كُلُّ شَئْ ٍلَيْسَ فِيْهِ ذِكْرُ اللهِ فَهُوَ لَهْوٌ وَلَعِبٌ إِلاَّ أَرْبَعٌ مُلاَعَبَةُ الرَّجُلِ امْرَأَتَهُ وَتَأْدِيْبُ الرَّجُلِ فَرَسَهُ وَمَشْيُهُ بَيْنَ الْغَرْضَيْنِ وَتَعْلِيْمُ الرَّجُلِ السِّبَاحَةَ

Segala sesuatu yang tidak mengandung dzikirullah padanya maka itu adalah Kesia-siaan dan main-main kecuali empat perkara: yaitu senda gurau suami dengan istrinya, melatih kuda, berlatih memanah, dan mengajarkan renang.” HR. An-Nasai no.8890. Al-Albani menyatakan bahwa hadits itu shahih (Shahih al-Jami’ ash-Shaghir no.4534)

Olah raga yang dianjurkan Rasululah dalam hadits di atas adalah melatih kuda, berlatih memanah, dan mengajarkan renang. Tiga cabang olah raga ini secara spirit hendaknya umat Islam juga .harus menguasai cabang olah raga minimal tiga olah raga di atas. Lebih menarik lagi, umat Islam ada yang menjadi pelatih sekaligus yagn dilaith di bidang tersebut bahkan lebih luas lagi. Kalau prodi ini dirintis oleh IAIN Surakarta untuk didirikan akan menjadikannya  satu-satunya PTKI yang memiliki prodi olah raga maupun pendidikan olah raga. Hal ini sangat prospektif karena mendasarkan data berikut:

Tabel 1. Jumlah RA – MA Sem. Genap 2015/2016

No Jenjang Jumlah lembaga
1 RA (Raudlatul Athfal) 27,999
2 MI (Madrasah Ibtidaiyah) 24,560
3 MTs (Madrasah Tsanawiyah) 16,934
4 MA (Madrasah Aliyah) 7,843

Data tersebut menunjukkan kalau diasumsikan setiap lembaga memerlukan seorang guru/pelatih  olah raga berarti PTKI harus menghasilkan guru/pelatih olah raga sebanyak 77.336 orang. Sangat fantastis penyerapannya. Hal tersebut jika mendasarkan pada madrasah. Belum lagi kalau klub-kulb olah raga ikut dihitung peluang kerjanya semakin lebar dan luas. Namun dalam merintisnya memang harus dipertimbangkan dari sisi sarana prasarana ketika mendirikan program studi olah raga/pendidikan olah raga terutama peralatan maupun lapangan olah raga sesuai dengan cabang olah raga.  Kalau merujuk pada PON Tahun 2016 ada 44 cabang olahraga. Namun jika merujuk pada Olimpiade Tahun 2016 ada 28 cabang olahraga dengan total 41 disiplin. Cabang Olah raga tersebut meliputi: Akuatik (Loncat indah, Renang, Renang indah, Polo air), Panahan, Atletik, Bulu tangkis, Bola basket, Tinju, Kano, Slalom, Jarak pendek, Sepeda (BMX, Sepeda gunung, Jalanan, Trek), Berkuda, Dressage, Eventing, Jumping, Anggar, Hoki lapangan, Sepak bola, Golf, Senam (Artistik, Irama, Trampolin), Bola tangan, Judo, Pentathlon modern, Dayung, Rugbi sevens, Layar, Menembak, Tenis meja, Taekwondo, Tenis, Triathlon, Bola voli (Bola voli, Voli pantai), Angkat beban, Gulat (Gaya bebas, Greco-Roman). Jumlah cabang olahraga ini memerlukan lapangan olah raga beserta peralatannya yang harga dan biayanya juga tidak murah. Disamping itu memerlukan biaya perawatan yang luar biasa. Namun yang paling utama bahwa kebutuhan pelatihnya juga sangat banyak.(Sumber : emispendis.kemenag.go.id/madrasah1516)

Rintisan awalnya bisa dimulai dari jurusan yang ada seperti PGRA/PGMI. Dua jurusan ini sudah merekrut dosen olah raga dari unsur dosen luar biasa dan mata kuliah olah raganya. Selain itu bisa dimulai dari kegiatan ekstrakurikuler (unit kegiatan mahasiswa) yang berbasis olah raga.

Banyaknya cabang olah raga tersebut menjadi landasan pengembangan kurikulum pendidikan olah raga. Seperti gambaran kurikulum salah satu jurusan pendidikan olah raga di salah satu fakultas olah raga berikut ini:

Tabel 2. Kurikulum Program Studi Pendidikan Jasmani

NO NAMA MATA KULIAH
1 PEMBELAJARAN ATLETIK I
2 PEMBELAJARAN AQUATIK I
3 PEMBELAJARAN SENAM DAN RITMIK I
4 PEMBELAJARAN PERMAINAN BOLAVOLI
6 ANATOMI MANUSIA
7 ILMU FAAL DASAR MANUSIA
8 PEMBELAJARAN ATLETIK II
9 PEMBELAJARAN AQUATIK II
10 PEMBELAJARAN SENAM DAN RITMIK II
12 PEMBELAJARAN PERMAINAN BOLABASKET
13 PENDIDIKAN KESEHATAN
14 ILMU FAAL OLAHRAGA DAN PRAKTIKUM
15 PEMBELAJARAN PENCAK SILAT
16 TEORI BELAJAR MOTORIK
17 TEORI LATIHAN KEBUGARAN JASMANI
20 KEPRAMUKAAN DAN OUT DOOR EDUCATION
21 PERKEMBANGAN MOTORIK
22 SPORT SOCIOLOGY
23 STATISTIKA
24 PEMBELAJARAN MUSIK DAN GERAK
25 TEORI BERMAIN
26 PEMBELAJARAN PERMAINAN SEPAKBOLA
30 PENJAS ADAPTIF
31 MASASE OLAHRAGA

Tabel 3. Kurikulum Pilihan Program Studi Pendidikan Jasmani

No MATERI PEMBELAJARAN
1 PEMBELAJARAN SOFT BALL  *3)
2 PEMBELAJARAN PERMAINAN BOLA KECIL (KASTI, ROUNDERS, KIPPERS *3)
3 PEMBELAJARAN FUTSAL *4)
4 PEMBELAJARAN HOKI *4)
5 PEMBELAJARAN TENIS  *5)
6 PEMBELAJARAN TENIS MEJA  *5)
7 PEMBELAJARAN BOLA TANGAN *6)
8 PEMBELAJARAN PERMAINAN TRADISIONAL *6)
9 PEMBELAJARAN SQUASH *7)
10 PEMBELAJARAN BULUTANGKIS *7)
11 PEMBELAJARAN PANAHAN *8)
12 PEMBELAJARAN SEPAK TAKRAW *8)

Tidak berbeda dengan paparan di atas, kurikulum program studi ilmu keolahragaan juga sesuai dengan percabangan olah raga. Gambarannya sebagai berikut:

 Tabel 4. Kurikulum Program Studi Ilmu Keolahragaan

NO MATA KULIAH
1 PERKEMBANGAN DAN BELAJAR MOTORIK
2 KECABANGAN OLAHRAGA ATLETIK
3 KECABANGAN OLAHRAGA SENAM
5 OLAHRAGA TRADISIONAL
6 ANATOMI MANUSIA
7 OLAHRAGA KEBUGARAN
8 KECABANGAN OLAHRAGA RENANG
9 KECABANGAN OLAHRAGA PENCAK SILAT
10 KECABANGAN OLAHRAGA SEPAKBOLA
11 AKTIVITAS RITMIK
13 FISIOLOGI DASAR
14 FISIOLOGI OLAHRAGA
15 KECABANGAN OLAHRAGA BULUTANGKIS
16 KECABANGAN OLAHRAGA BOLA VOLI
17 GIZI OLAHRAGA (SPORT NUTRITION)
18 OLAHRAGA ADAPTIF
19 KECABANGAN OLAHRAGA TENIS
20 ANALISIS MEKANIKA GERAK
21 OLAHRAGA REKREASI
22 KECABANGAN OLAHRAGA BOLA BASKET
23 SPORT MARKETING
24 MASASE OLAHRAGA (SPORT MASSAGE)
25 SPORTS EVENT ORGANIZER
26 TES DAN PENGUKURAN OLAHRAGA
27 KONDISI FISIK DASAR
28 OLAHRAGA ALAM TERBUKA
29 INDUSTRI OLAHRAGA
30 OLAHRAGA PETUALANGAN
31 FISIOTERAPI DAN CEDERA OLAHRAGA
32 BIOMEKANIKA OLAHRAGA
35 KESEHATAN OLAHRAGA LANJUTAN
36 ILMU KEPELATIHAN OLAHRAGA
37 OLAHRAGA LANSIA

Dua kurikulum di atas membutuhkan setidaknya 4 hal, yaitu: dosen, pelatih, sarana dan prasarana dalam mendukung capaian kurikulum. Kebutuhan anggaran yang paling besar pada penyediaan lapangan olah raga (ukuran kecil, sedang, dan besar) dengan skala standar (lokal, nasional, regional dan internasional). Jika memiliki lapangan olah raga skala standar internasional proyeksinya memudahkan mendapatkan tambahan dana pemanfaatan lapangan dari masyarakat lokal, nasional, regional bahkan internasional. Dengan demikian memudahkan pencapaian Perguruan Tinggi BLU bahkan Perguruan Tinggi Badan Hukum. Wallahu a’lam.

Referensi: dari berbagai sumber.

QUO VADIS NEGARA KESEJAHTERAAN

munadi editt

Oleh: Dr. Muhammad Munadi, M.Pd
Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum, Perencanaan dan Keuangan

Indonesia menegaskan diri sebagai negara yang mendasarkan pada negara kesejahteraan (welfare state). Hal ini termuat dalam pembukaan UUD 1945 alinea 4 yang menyatakan bahwa: Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yangberkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan berasab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pernyataan tersebut menunjukkan Tujuan negara Indonesia dibentuk untuk:

  1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
  2. Memajukan kesejahteraan umum,mencerdaskan kehidupan bangsa, serta
  3. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
  4. Keadilan sosial

Negara kesejahteraan membutuhkan biaya yang sangat besar karena harus membiayai warganya dari lahir sampai meninggal dunia. Hal ini menjadikan negara harus menerapkan pajak yang sangat tinggi. Hal tersebut memerlukan pertumbuhan ekonomi yang stabil. Jika pertumbuhan ekonomi menurun, berimplikasi pendapatan negara berkurang, sementara beban negara semakin bertambah, maka dapat dikatakan betapa beratnya menjalankan sistem negara kesejahteraan.

Fakta yang ada menunjukkan bahwa Indonesia sebagai sebuah negara mengalami kesulitan luar biasa untuk mengimplementasikan dan merealisasikan negara kesejahteraan. Hal ini terlihat dari  pemerintah mulai kebingungan untuk mendapatkan sumber anggaran pendapatan. Akhirnya saat ini pemerintah menerapkan tax amnesty. Penerapannya  hampir mengalami kegagalan karena tidak sesuai antara yang ditargetkan dengan realisasi. Menyepakati hutang luar negeri, sehingga Indonesia memiliki banyak beban untuk membayarnya. Yang terakhir pemeritah sedang melirik dana zakat, infaq dan shadaqah yang direkut melalui Badan Amil Zakat (BAZ) dan lembaga Amil Zakat (LAZ).

Informasi terkahir ini mengingatkan pada rakyat bangsa ini bahwa inspirasi negara kesejahteran memang berasal dari negara-negara Eropa yang sebenarnya tidak cocok bagi bangsa di kawasan Asia. Negara di Asia menurut Naisbitt dan Aburden tidak cocok menerapkan sistem negara kesejanteraan. Hal itu dikarenakan negara di Asia memiliki modal sosial yang tinggi. Modal sosial berfokus pada community-level aggregates and downplay individual heterogeneity (Glaeser etall., 1999). Putnam (1993) memberikan  gambaran sederhana berikut ini: the people who give blood, give money, and have volunteered their time are people who are more connected.  ….. There is a very strong affinity between social connectedness and altruism. Apa yang digambarkan tersebut sangat biasa terjadi di negara-negara di belahan benua Asia. Namun sayangnya potensi tersebut agak dilupakan oleh founding fathers Indonesia sehingga menghasilkan sistem negara kesejahteraan.

Negara Kesejahteraan Beberapa Pengertian

Definisi  welfare state yang ada di Merriam-Webster’s Learner’s Dictionary menyebutkan bahwa Welfare state: a social system in which a government is responsible for the economic and social welfare of its citizens and has policies to provide free health care, money for people without jobs, etc.. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa negara kesejahteraan adalah  sebuah sistem di mana pemerintah bertanggung jawab untuk kesejahteraan ekonomi dan sosial warganya dan memiliki kebijakan untuk memberikan pelayanan kesehatan gratis, uang untuk orang-orang tanpa pekerjaan, dan hajat hidup setiap warganegara .

Pengertian yang senada diambil dari Ensiclopedia Britannica menyebut:

Welfare  state, concept of government in which the state or a well-established network of social institutions plays a key role in the protection and promotion of the economic and social well-being of citizens. It is based on the principles of equality of opportunity, equitable distribution of wealth, and public responsibility for those unable to avail themselves of the minimal provisions for a good life. The general term may cover a variety of forms of economic and social organization.

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa negara kesejahteraan merupakan konsep pemerintahan di mana negara memainkan peran kunci dalam perlindungan dan promosi kesejahteraan ekonomi dan sosial warga. Ketika negara mengalami beban yang berat seperti yang dinyatakan Haidar Nashir (Republika, 28 Agustus 2016) bahwa menurut laporan World Bank, di Indonesia 1 persen penduduk Indonesia menguasai 55,5 persen kekayaan Indonesia. Ini berarti ada kesenjangan luar biasa. Indonesia perlu mengatasi empat penyebab ketimpangan, yaitu:

  1. Ketimpangan peluang. Nasib anak dari keluarga miskin terpengaruh oleh beberapa hal utama, yaitu tempat mereka lahir atau pendidikan orangtua mereka.  Awal yang tidak adil dapat menentukan kurangnya peluang bagi mereka selanjutnya.  Setidaknya sepertiga ketimpangan diakibatkan faktor-faktor di luar kendali seseorang individu.
  2. Ketimpangan pasar kerja. Pekerja dengan keterampilan tinggi menerima gaji yang lebih besar, dan tenaga kerja lainnya hampir tidak memiliki peluang untuk mengembangkan keterampilan mereka. Mereka terperangkap dalam pekerjaan informal dengan produktivitas rendah dan pemasukan yang kecil.
  3. Konsentrasi kekayaan. Kaum elit memiliki aset keuangan, seperti properti atau saham, yang ikut mendorong ketimpangan saat ini dan di masa depan.
  4. Ketimpangan dalam menghadapi goncangan. Saat terjadi goncangan, masyarakat miskin dan rentan akan lebih terkena dampak, menurunkan kemampuan mereka untuk memperoleh pemasukan dan melakukan investasi kesehatan dan pendidikan. (Worldbank 2015)

Ketimpangan ini perlu dikurangi oleh pemerintah bersama masyarakat, agar tidak menjadi pemicu keresahan dan kerusuhan sosial.

Revitalisasi Modal Sosial

Modal sosial yang sudah di-“mati suri”-kan oleh negara semestinya direvitalisasi. Memang perlu waktu yang lama karena sudah lama “tertidur” dan “ditidurkan” oleh negara kurang lebih 70 tahun. Lebih diperparah lagi ketika reformasi, pemerintah merasa yang paling kuat membayar kebutuhan masyarakat dalam bidang yang paling “primer” seperti pendidikan dan kesehatan. Tetapi masih diuntungkan negara tidak intervensi terhadap modal sosial berbasis keagamaan.  Pendidikan milik umat Islam seperti Pesantren masih dimiliki Umat dan mandiri secara finansial.

Modal sosial berbasis religius dalam bentuk filantrophy di Indonesia sangat besar. Zakat menurut Direktur Pemberdayaan Zakat Kementerian Agama RI, Jaja Jaelani, pada 2015 penghimpunan zakat hanya mencapai Rp2,8 triliun. Angka ini didapat dari 20 lembaga amil zakat, termasuk Baznas, yang mendapat izin Kementerian Keuangan untuk menghimpun zakat umat muslim.

Sedangkan wakaf dalam bentuk tanah potensinya menurut Menteri Keuangan Bambang Soemantri Brodjo Negoro, tercatat mencapai 1.400 kilometer persegi. Bila dinilai dengan harga pasar, diperkirakan mencapai USD60 miliar atau setara Rp798 triliun (Beritagar, 17 Mei 2016). Belum lagi hibah, infaq dan shadaqah memiliki potensi lebih besar lagi dikarenakan aturan tidak sekaku zakat. Kelima instrumen ini mulai  dikelola secara profesional oleh badan amil zakat (BAZ) maupun lembaga amil zakat (LAZ). Kehadiran BAZ/LAZ nasional itu, sekalipun yang dikelola adalah dana, pada hakekatnya mereka adalah mengorganisasikan modal sosial umat Islam (Almisar Hamid, 2007).

Potensi besar ini semestinya tidak usah diintervensi oleh pemerintah tetapi biarkan mereka berkembang dengan pengaturan dan supervisi yang ketat dari organ pemeritah agar kemanfaatannya bisa dirasakan oleh umat Islam secara khusus dan bangsa secara umum.

Wallahu a’lam.

Daftar Pustaka

Almisar Hamid. (2007).  Potensi Modal Sosial Umat Islam Untuk Pembangunan. http://www.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=414
Beritagar. (2016). Menengok kekuatan modal sosial masyarakatBeritagar, 17 Mei 2016. https://beritagar.id/artikel/editorial/menengok-kekuatan-modal-sosial-masyarakat
Ensiclopedia Britannica
Naisbitt, John dan Aburden, Patricia. Megatrends Asia.
Putnam, Robert. (1993). Social Capital: Measurement and Consequences. http://www.oecd.org/innovation/research/1825848.pdf
Merriam-Webster’s Learner’s Dictionary http://www.worldbank.org/in/news/feature/2015/12/08/indonesia-rising-divide
Glaeser, Edward L. Laibson,  David,  Scheinkman, Jose A., and Soutter, Christine L.. (1999). What Is Social Capital? The Determinants Of Trust And Trustworthiness. Working Paper 7216. http://www.nber.org/papers/w7216

BEBERAPA CATATAN PENTING DARI DUA TAMU

munadi editt

Dr. Muhammad Munadi, S.Pd., M.Pd
Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum, Perencanaan dan Keuangan

Dua tamu istimewa yang berkunjung ke IAIN Surakarta beberapa hari lalu memberikan beberapa catatan penting tentang pengembangan IAIN Surakarta. Tamu pertama mengharapkan munculnya dua kompetitor PTKI harus disikapi dengan bijak oleh pengelola PTKIS/PTKIN. Dua kompetitor tersebut adalah UIII (Universitas Islam Internasional Indonesia) dan Ma’had Aly Jalur Formal. Dua jenis perguruan tinggi ini semakin menyemarakkan kajian Islam walaupun pangsa pasar jelas berbeda.

Ma’had Aly Jalur Formal (selanjutnya disebut MAF) merupakan implementasi Peraturan Pemerintah nomor 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan. Secara lebih operasional MAF diatur dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) nomor 71 tahun 2015 tentang Ma’had Aly. Ma’had Aly ini menurut peraturan yang ada memberikan pengertian sebagai berikut: Ma’had Aly adalah perguruan tinggi keagamaan Islam yang menyelenggarakan pendidikan akademik dalam bidang penguasaan ilmu agama Islam (tafaqquh fiddin) berbasis kitab kuning yang diselenggarakan oleh pondok pesantren (Pasal 1). Pernyataan ini menunjukkan bahwa lembaga ini penyelenggaranya adalah pesantren. Ini bermakna bahwa pesantren “melahirkan” ma’had aly, bukan sebaliknya. Hal ini berbeda dengan PTKI. Perbedaan berikutnya pada pasal 9 dinyatakan bahwa rumpun ilmu yang dikembangkan oleh Ma’had Aly merupakan ilmu agama Islam dengan pendalaman kekhususan (takhasus) disiplin ilmu keislaman tertentu. Ma’had Aly hanya menyelenggarakan 1 (satu) Program Studi meliputi: Al-Quran dan Ilmu Al-Quran (al-qur’an wa ‘ulumuhu); Tafsir dan Ilmu Tafsir (tafsirwa ‘ulumuhu); Hadits dan Ilmu Hadits (hadits wa ‘ulumuhu); Fiqh dan Ushul Fiqh (fiqh wa ushuluhu); Akidah dan Filsafat Islam (‘aqidah islamiyyah wa falsafatuha); Tasawuf dan Tarekat (tashawwufwa thariqatuhu); Ilmu Falak (‘ilmu falak); Sejarah dan Peradaban Islam (tarikh islamy wa tsaqafatuhu); atau Bahasa dan Sastra Arab (lughah ‘arabiyyah wa adabuha). Paparan ini menunjukkan bahwa Ma’had Aly akan sangat berbeda dengan PTKI yang selama ini ada.

Sampai saat ini Pemerintah sudah menetapkan 13 Ma’had Aly yang telah mengantongi izin pendirian dan nomor statistik tersebut, yaitu:

  1. Ma’had Aly Saidusshiddiqiyyah, Pondok Pesantren As-Shiddiqiyah Kebon Jeruk (DKI Jakarta) dengan program takhasus (spesialisasi) “Sejarah dan Peradaban Islam” (Tarikh Islami wa Tsaqafatuhu);
  2. Ma’had Aly Syekh Ibrahim Al Jambi, Pondok Pesantren Al As’ad Kota Jambi (Jambi), dengan program takhasus “Fiqh dan Ushul Fiqh” (Fiqh wa Ushuluhu);
  3. Ma’had Aly Sumatera Thawalib Parabek, Pondok Pesantren Sumatera Thawalib Parabek, Agam (Sumatera Barat), dengan program takhasus “Fiqh dan Ushul Fiqh” (Fiqh wa Ushuluhu);
  4. Ma’had Aly MUDI Mesjid Raya, Pondok Pesantren Ma’hadul ‘Ulum Ad Diniyyah Al Islamiyah (MUDI) Mesjid Raya, Bireun (Aceh), dengan program takhasus “Fiqh dan Ushul Fiqh” (Fiqh wa Ushuluhu);
  5. Ma’had Aly As’adiyah, Pondok Pesantren As’adiyah Sengkang (Sulsel), dengan program takhasus “Tafsir dan Ilmu Tafsir” (Tafsir wa Ulumuhu);
  6. Ma’had Aly Rasyidiyah Khalidiyah, Pondok Pesantren Rasyidiyah Khalidiyah Amuntai (Kalsel), dengan program takhasus “Aqidah dan Filsafat Islam” (Aqidah wa Falsafatuhu);
  7. Ma’had Aly Salafiyah Syafi’iyah, Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Situbondo (Jatim), dengan program takhasus “Fiqh dan Ushul Fiqh” (Fiqh wa Ushuluhu);
  8. Ma’had Aly Hasyim Al-Asy’ary, Pondok PesantrenTebuireng Jombang (Jatim), dengan program takhasus “Hadits dan Ilmu Hadits” (Hadits wa Ulumuhu);
  9. Ma’had Aly At-Tarmasi, Pondok Pesantren Tremas (Jatim), dengan program takhasus “Fiqh dan Ushul Fiqh” (Fiqh wa Ushuluhu);
  10. Ma’had Aly Pesantren Maslakul Huda fi Ushul al-Fiqh, Pondok Pesantren Maslakul Huda Kajen Pati (Jateng), dengan program takhasus “Fiqh dan Ushul Fiqh” (Fiqh wa Ushuluhu);
  11. Ma’had Aly PP Iqna ath-Thalibin, Pondok Pesantren Al Anwar Sarang Rembang (Jateng), dengan program takhasus “Tasawwuf dan Tarekat” (Tashawwuf wa Thariqatuhu);
  12. Ma’had Aly Al Hikamussalafiyah, Pondok Pesantren Madrasah Hikamussalafiyah (MHS) Cirebon (Jabar), dengan program takhasus “Fiqh dan Ushul Fiqh” (Fiqh wa Ushuluhu); dan
  13. Ma’had Aly Miftahul Huda, Pondok Pesantren Manonjaya Ciamis (Jabar), dengan program takhasus “Aqidah dan Filsafat Islam” (Aqidah wa Falsafatuhu).( http://kampungdoa.net/akhirnya-pemerintah-resmikan-legalitas-13-mahad-aly/)

Ketiga belas MAF di atas terlihat seperti college untuk studi Islam karena kajiannya hanya tunggal. MAF hanya memiliki satu program studi kajian Islam. MAF yang memiliki kajian Hadits dan Ilmu Hadits semestinya tidak membuka kajian lain sehingga memang mereka yang belajar dan mengajar di tempat itu hanya mendalami satu keilmuan tersebut. Hal ini akan memunculkan centre of excellence sehingga perspektif kelimuannya juga akan berbeda dengan PTKIN/PTKIS yang ada. Ini menjadi tantangan sekaligus peluang tersendiri bagi PTKI yang ada untuk bisa saling bekerjasama (cooperation), kolaborasi, serta membangun comparative and competitive advantage dengan Ma’had Aly.   Dalam bahasa Cak Nun (Emha Ainun Najib) bahwa PT akan bisa dipermisalkan: satu tujuan banyak pintu atau satu pintu banyak tujuan, atau lebih jauh lagi seperti yang pernah ditulis oleh Cak Nur (Nurcolish Madjid)  bisa saja Pesantren Termas menjadi Universitas Termas, dan lain-lain.

Berdirinya   UIII (Universitas Islam Internasional Indonesia) juga menjadi kompetitor bagi PTKI yang ada. Perguruan tinggi ini berbeda dengan PTKI yang ada karena memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan kakak kandungnya sesama PTKI. Keunikan tersebut meliputi:  langsung memiliki luas lahan sekitar 142 hektar di Cimanggsi depok, langsung memiliki status Perguruan Tinggi Badan Hukum (tanpa melalui proses PT PNBP, dan BLU), 75 persen total mahasiswa yang ada diperuntukkan untuk mahasiswa luar negeri, dan hanya menerima mahasiswa jenjang S2 dan S3 (Peraturan Presiden No. 57 Tahun 2016 Pasal 2).

PTKI yang ada masih bisa bernafas lega karena UIII baru akan beroperasi tahun 2018 dan hanya menerima mahasiswa strata 2 dan strata 3.  Namun ketika benar-benar berdiri maka akan menjadi tantangan bagi PTKI yang menyelenggarakan program yang mirip baik di strata 2 maupun strata 3.

Tamu kedua sangat istimewa karena pernah menulis buku tentang PTKI yang berjudul Islamic Higher Education in Indonesia Continuity and Conflict yaitu: Ronald A. Lukens-Bull. Buku ini diterbitkan oleh Palgrave pada tahun 2013. Pesan yang disampaikan narasumber (di IAIN Surakarta) ini akan dimulai dengan pernyataan yang sangat menarik di bukunya:

One morning during breakfast, I spoke briefly with the rector (president) of one institution. Starting in 2005, it had been transformed from an exclusively religion-oriented institution into a full-fledged university by adding nonreligious divisions ( fakultas 2 ), including science and technology and health sciences. He told me that his goal was that his university become like Harvard and completely leave behind its religiouscharacter. I had never heard this story told as pointing to a laudable goal.(Luken-Bull, 2013:1).

Luken-bull memberikan nasehat kepada lembaga ini bahwa ketika mentransoformasikan IAIN/STAIN menjadi UIN harus bisa  menegaskan ke-khas-annya dibandingkan Universitas dibawah Kementerian Ristek Dikti. Terutama para pengajarnya harus bisa membaca al Qur’an dengan benar pada semua fakultas umum (nonreligious faculty). Apalagi mahasiswa dan alumninya juga harus bisa membaca al Qur’an dengan benar. Hal ini  dirasionalkan oleh Luken-Bull bahwa masyarakat tidak memandang darimana program studi dosen dan mahasiswa/alumni berasal tetapi karena berada di Univeristas Islam itu yang awalnya IAIN/STAIN maka harus bisa membaca al Qur’an secara baik dan benar.

Nasehat berikutnya, narasumber menyatakan bahwa untuk menangani program studi langka peminat di Fakultas-fakultas Agama (religious faculty) ketika transformasi IAIN/STAIN diperlukan terobosan kurikulum. Ada mata kuliah wajib yang harus ditempuh oleh mahasiswa pada nonreligious faculty dan pengajarnya diambilkan dari dosen religious faculty.

Pesan terakhir seperti yang juga disampaikan dalam bukunya, perlu ada An important way some PTAIN seek to maintain an Islamic environment has been to draw on aspects of the pesantren tradition (Luken-Bull, 2013:143). Pesan ini bisa dengan beragam cara implementasinya. Pertama bisa menggandeng pesantren untuk berkontribusi dalam input. Kedua ikut memproses mahasiswa nonreligious faculty dan religious faculty untuk bisa mengkaji kitab kuning di dalam ataupun di luar kampus. Hal ini dilakukan agar alumninya tidak seperti yang ditulis oleh Luken-Bull bahwa IAIN graduates were not able to read the traditional religious commentaries (kitab kuning) atau minimalnya all graduates would be able to publicly recite the Quran effectively. Atau yang lebih ekstrim seperti yang diinisiasi pertama kali  oleh UIN Maliki Malang, yaitu mendirikan pesantren sendiri yang kemudian diikuti oleh PTKI lainnya.  

Wallahu a’lam.

#BanggaIAINSurakarta

IDUL FITRI DAN REVOLUSI MENTAL

matin edit

Dr. H. Abdul Matin Bin Salman, Lc., M.Ag.
(Wakil Rektor Bidang Akademik dan Pengembangan Lembaga IAIN Surakarta)

 

Hari Senin 11 Juli 2016 adalah awal hari aktif masuk kerja secara nasional. Pemerintah melalui Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Prof. Dr. H. Yuddy Chrisnandi, ME) mengintruksikan agar setiap Satuan Kerja di bawah masing-masing Kementerian, melaporkan Hasil Pemantauan Kehadiran Aparatur Negara Sesudah Cuti Bersama Hari Raya Idul Fitri 1437 H. Himbauan itu sedikit agak menggelitik, sebab setelah 9 hari libur, masih dimungkinkan ada para aparatur negara yang melanggar disiplin kinerja. Kekhawatiran pemerintah ini mestinya tidak perlu terjadi, jika masing-masing aparatur negara memahami hakikat dan arti disiplin yang terkandung di dalam ibadah puasa. Apa yang dipresentasikan di dalam ibadah puasa ini ternyata belum sepenuhnya dihayati dan dimaknai secara holistik oleh para aparatur negara. Meskipun suasana hari raya masih terasa di mana-mana, akan tetapi justru karena masih dalam rangka merayakan hari kemenangan, hari ketaqwaan, hari untuk berbagi dan berinteraksi dengan semua kalangan serta lapisan, mestinya setiap aparatur negara harus segera melakukan pelayanan yang optimal.

Tulisan ini disampaikan dalam rangka mendukung apa yang menjadi semangat melayani dan mengoptimalkan layanan aparatur negara kepada masyarakat. Tidak mudah memaknai hari yang fitri ini. Kembali kepada fitrah dapat saja dimaknai sebagai pribadi yang sedang mengemban amanah khalifatullah fil ardh, yaitu wakil Allah di muka bumi. Menjadi wakil Allah berarti menjadi pribadi-pribadi yang memiliki integritas, mau bekerja keras, dan memiliki semangat kebersamaan atau dalam keseharian sering diistilahkan saling tolong menolong, bergotong royong, tentu dalam hal kebaikan.

Allah berfirman:

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (al-Maidah: 2)

Sebulan penuh setiap muslim menempa diri untuk menjadi manusia yang baru, pribadi baru dan semangat juga baru. Klaim kembali kepada fithrah berhati menjadi putih-bersih sebagai simbol kesucian, memiliki dedikasi yang tinggi, dan menjadi pribadi-pribadi dengan kesalehan sosial. Kemenangan di hari Idul Fitri bukan hanya berarti kembali kepada fitrah kesucian diri-pribadi, tanpa bekas dan implikasi sosial sama sekali. Fitrah harus dimaknai juga kembali kepada fitrah kewajiban dan tugas kita, yaitu hidup secara kolektif kolegial membangun kebersamaan demi  menyejahterakan kehidupan berbangsa, bernegara dan beragama di atas bumi ini.

Rasulullah pernah berpidato dalam rangka menyambut bulan suci Ramadhan. Di dalam pidato itu, beliau menyampaikan pentingnya semangat kebersamaan dan penuh dedikasi kepada sesama. Semangat itu tidak boleh berakhir dengan berakhirnya bulan suci Ramadhan. Takbir yang kita kumandangkan pertanda berakhirnya bulan suci Ramadhan, haruslah kita maknai sebagai simbol bahwa, pesan nilai-nilai pidato itu harus diimplementasikan dalam sebuah formulasi kebersamaan dengan penuh rasa persaudaraan. Pidato itu memuat beberapa pesan nilai moral sosial yang sangat tinggi. Utamanya adalah bahwa, setiap individu dari orang-orang yang beriman Islam harus memiliki kontribusi kepada sesamanya, sesuai dengan kadarnya masing-masing. Hal ini mengingatkan kita kepada pertanyaan beberapa sahabat yang merasa tidak mampu untuk berkontribusi, karena tidak memiliki sesuatu untuk disumbangkan:

لَيْسَ كُلُّنَا نَجِدُ مَا يُفَطِّرُ الصَّائِمَ

Para sahabat berkata: Wahai Rasulullah! tidak semua dari kami mempunyai sesuatu yang bisa disumbangkan kepada orang lain (yang berpuasa). Rasulullah menjawab: Allah akan memberikan pahala kepada orang yang memberi sesuatu kepada orang lain, (untuk berbuka) walaupun hanya sebiji kurma, atau seteguk air, atau setetes susu.

Dalam perspektif hadis ini, maka sesungguhnya Idul Fitri merupakan bentuk euphoria implementasi nilai-nilai pelayanan publik yang dilandasi oleh kasih sayang, empati dan kepedulian kepada sesama. Lihat saja, bagaimana Rasulullah sangat memperhitungkan kontribusi setiap individu dan elemen warganya, walau hanya dengan sebiji kurma, atau seteguk air, atau setetes susu. Di dalam Islam, kontribusi bukan masalah besar-kecil, banyak-sedikit atau mewah-tidaknya, meskipun kuantitas terkadang juga diperlukan. Tetapi, rasa kepedulian kepada sesama itulah yang menjadi targetnya. Oleh karena itu, Rasulullah menjadikan setiap kontribusi -apapun bentuknya- sebagai pondasi kebersamaan dalam kehidupan sosial, bernegara dan beragama.

Sekali lagi, Islam menegaskan bahwa, kaidah berbagi bukan terletak pada kuantitasnya. Peran aktif dan keikutsertaan setiap individu dalam kebaikan dan kebersamaan merupakan simbol saja, dari bagian terpenting dalam regulasi cara merubah mindset atau pola pikir. Melalui pola pikir tentang kebersamaan inilah Islam menyatukan kita. Firman Allah:

واعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

“Dan berpegang teguhlah kamu sekalian dengan tali Allah dan janganlah kamu sekalian berpecah belah, dan ingatlah nikmat Allah atas kamu semua ketika kamu bermusuh-musuhan maka Dia (Allah) menjinakkan antara hati-hati kamu (dengan dipenuhi rasa kasih saying), qmaka kamu menjadi bersaudara sedangkan kamu diatas tepi jurang api neraka, maka Allah mendamaikan antara hati kamu. Demikianlah Allah menjelaskan ayat ayatnya  agar kamu mendapat petunjuk. (Q.S. Ali Imron ayat 103).

Idul Fitri saat ini, setidaknya mampu menyampaikan pesan ayat dan hadis di atas umat Islam di seluruh dunia. Keduanya menegaskan bahwa, untuk mewujudkan persatuan yang saling menghormati dan menghargai, hal pertama yang harus dilakukan adalah merubah mindset atau pola pikir, sikap, dan perilaku yang berorientasi pada kebersamaan. Bahwa, manusia (siapapun dia) adalah makhluk sosial (al-insanu madaniyun bithab’i). Rasulullah mengajarkan, bagaimana beliau membangun pola pikir berbagi. Dari mental peminta menjadi pemberi, mental pemalas menjadi pekerja keras, mental pelaknat dan penghujat menjadi lebih apresiatif dan penuh kesih sayang kepada sesama.

Momen Idul Fitri merupakan momen untuk menaikkan derajat kemanusiaan kita. Memanusiakan manusia, tentu tidak cukup hanya kontribusi fisik yang sifatnya material, namun juga pembangunan jiwa setiap umat atau anak bangsa. Dalam naungan hadis tadi, Rasulullah juga menegaskan bahwa, setiap individu beriman harus terlibat aktif dan memiliki kontribusi (tanggungjawab) atas umat yang lain. Dalam bahasa lain, membangun sebuah komunitas atau negara bukan hanya urusan atau tanggungjawab pemimpin semata, tetapi merupakan tanggungawab bersama. Oleh karena itu, Rasulullah tidak berbicara hal ini sebagai sebuah hubungan antara si kaya dengan si miskin, antara pemimpin dengan rakyat, tetapi membangun ikatan secara kolektif kolegial antara sesama.

Peristiwa Idul Fitri seperti saat ini, tepat rasanya untuk meneguhkan kembali bahwa gerakan revolusi mental merupakan hal yang selaras dengan jargon-jargon kenabian dan kerasulan Nabi Muhammad SAW. Di mana, kebersamaan dan gotong-royong ditekankan. Sebiji kurma, seteguk air minum dan setetes susu tentu bukan ukuran, namun penekan Rasulullah terletak pada kekuatan kolektif, sehingga menggugah ikatan emosional (hati) antara sesama.

Itulah sebabnya, mengapa setiap hendak shalat seorang imam terus menerus mengingatkan pentingnya meluruskan barisan shalat (shaff). Karena di bawah komando:

سَوُّوا صفوفَكم؛ فإنَّ تسويةَ الصفِّ من تمامِ الصَّلاةِ

Ada pesan revolusioner yang ingin disampaikan dalam hadis ini. Tentu maksud Rasulullah, bukan hanya sekedar meluruskan barisan shalat (shaff), karena jika hanya itu yang dikehendaki, maka tidak perlu disampaikan secara berulang-ulang. Para ulama pun meyakini bahwa, komando itu bertujuan untuk membangun karakter pribadi, kesalehan personal dalam rangka mengingatkan, bahwa shalat, selain ekspresi kepatuhan kepada Sang Khaliq, juga harus mempresentasikan ikatan emosional, nyambung roso (bahasa jawa) antar sesama.

Mari kita sambut bulan Syawal dan bulan-bulan berikutnya dengan penuh optimis dan pikiran yang positif. Kita berdoa, semoga para pimpinan umat, ulama, umara (pemerintah) dan setiap aparatur negara ini mampu bekerja mengemban amanah dengan baik. Dan hanya kepada Allah lah kita sandarkan segala pekerjaan kita. Sebagaimana firman Allah:

قُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ

Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mu’min akan melihat pekerjaanmu itu.